Bab 1
Kayla Cavendish baru saja tiba di acara lelang perhiasan yang digelar di distrik seni. Begitu turun dari mobil, pandangannya langsung tertuju pada Matthew Walker dan kekasihnya yang tengah berbicara dengan seseorang di pintu masuk.
Wanita itu tampak cantik, kulitnya putih bersih, seolah-olah dia adalah bulan yang bersinar terang di langit.
Kayla sudah lama tahu kalau suaminya punya selera tinggi dalam hal memilih wanita, dan ternyata, dia sangat ahli dalam hal itu.
Kayla menatap mereka cukup lama, hingga matanya mulai terasa pedih.
Sahabatnya yang berdiri di sampingnya, merasa kasihan saat melihat ekspresi Kayla. Dia menarik lengan Kayla dan berkata, "Kamu nggak perlu ikut. Aku saja yang bantu kamu untuk ikut lelang."
Kayla hanya tersenyum tipis. Melihat suaminya mesra dengan wanita lain bukan lagi hal yang mengejutkan.
Seperti halnya Matthew yang selalu menatapnya tanpa sedikit pun rasa canggung dan malu. Hanya meliriknya dengan sikap acuh tak acuh, seolah-olah tidak mengenalnya sama sekali.
Matthew memang tak pernah menganggap Kayla penting, dan dia sudah sangat terbiasa dengan sikapnya yang begitu.
Kayla masuk ke dalam ruangan bersama temannya, lalu duduk di tempat duduk mereka. Kebetulan sekali, Matthew duduk di barisan tepat depannya, dan wanita itu pun bersandar di bahunya.
Namun, perhatian Kayla tidak terfokus pada mereka. Dia datang ke acara ini untuk membeli sebuah bros yang sudah menarik perhatiannya dua kali sebelum acara lelang dimulai. Rencananya, bros itu akan dia berikan kepada ibunya.
Bros klasik itu berbentuk dua bulu yang saling tumpang tindih, satu besar dan satu kecil, dengan perpaduan emas, berlian, dan batu pirus biru. Simpel, namun sangat memukau.
Harga bros itu sudah naik beberapa kali lipat. Melihat betapa Kayla begitu menginginkan bros tersebut, para sosialita dan istri-istri kaya yang hadir pun tidak berniat untuk berebut lagi. Mereka memberi kesempatan kepada CEO muda dari grup fashion ini untuk mendapatkannya.
Harga sudah mencapai 12,4 miliar. Saat lelang hampir ditutup, wanita yang bersandar manja di bahu Matthew, tiba-tiba mengangkat papan lelang.
Kayla mengerutkan kening, sementara sahabatnya, yang tak tahan melihat situasi itu, ikut mengangkat papan lelang.
Keduanya seolah sedang bersaing, dan harga pun terus melonjak hingga 18 miliar.
Setiap kali sahabatnya mengangkat papan, wanita itu langsung mengikutinya.
Kayla menatap dengan serius, lalu mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke Matthew, [Aku menginginkan bros itu.]
Dia melihat Matthew membuka ponselnya, membaca pesan itu, lalu menyimpannya kembali tanpa berkata apa pun kepada wanita di sampingnya.
Kayla menarik napas panjang, lalu mengetik pesan lagi, [Bros itu sangat penting bagiku.]
Pesan sudah terkirim, tetapi Matthew tidak lagi menatap ponselnya.
Harapan Kayla perlahan memudar seiring berjalannya waktu.
Sudah tiga tahun Kayla menikah dengan Matthew, tetapi seminggu setelah mereka mendaftarkan pernikahan, suaminya langsung pergi ke luar negeri. Matthew hanya pulang beberapa kali dalam setahun, dan sebagai istri, Kayla selalu menjadi orang terakhir yang tahu tentang segala hal.
Seperti hari ini, jika tidak kebetulan bertemu, Kayla masih akan mengira suaminya sedang berada di luar negeri.
Suami yang sama sekali tidak peduli pada istrinya, bagaimana mungkin Kayla bisa berharap dia akan membantunya?
Kayla tersenyum sinis pada dirinya sendiri. Dengan perasaan campur aduk, dia membuka WhatsApp dan mengirim pesan.
Tak lama kemudian, Matthew bangun untuk menerima telepon. Namun, saat kembali, pandangannya langsung menatap Kayla dengan tajam, seolah pisau yang menusuk.
Kayla memilih untuk mengabaikannya. Bros itu adalah peninggalan ayahnya, dan dia tidak punya pilihan selain menghubungi mertuanya untuk memberi tekanan, berharap Matthew akhirnya mengalah dan memberikan bros itu padanya.
Namun, segala sesuatu tidak berjalan sesuai harapannya.
Setelah Matthew duduk kembali, wanita di sampingnya langsung menawar dengan angka 40 miliar.
Sahabatnya yang marah ingin ikut menawar lagi. Namun, Kayla, dengan mata yang sudah memerah, segera menghentikannya.
Di Kota Andara, siapa yang bisa mengalahkan tuan muda ketiga dari Keluarga Walker?
Meski sudah terbiasa dengan sikap Matthew yang dingin dan acuh tak acuh, hatinya tetap terasa seperti terkoyak.
...
Setelah lelang selesai, Kayla mendekati Matthew dengan sikap yang sangat rendah hati dan berkata, "Bisakah bros itu diberikan padaku? Aku bisa membelinya dengan harga dua kali lipat."
Matthew menatapnya dengan tatapan yang sangat dingin, tubuhnya tegak dan tinggi.
Kayla, yang terlihat sangat cantik dengan rambut panjang terurai dan kulit putihnya, kini sedikit mengangkat dagunya, memandang Matthew dengan ekspresi memelas yang pasti mudah menimbulkan rasa iba.
Dulu, dengan penampilan yang memelas seperti itu, Kayla berkata kepada orang tuanya, "Bolehkah aku memiliki Matthew?"
Tatapan Matthew semakin dalam, dan dengan suara yang tegas dia berkata, "Hal seperti ini cukup dilakukan sekali saja."
Wajah Kayla memucat. Hal seperti ini ...
Matthew merasa apa yang terjadi hari ini mirip seperti hari pernikahan mereka tiga tahun lalu. "Apakah semuanya harus direbut dari tangan wanita itu juga?" batin Matthew.
"Bukan begitu ... "
Matthew malas mendengar penjelasannya. Dengan cepat, dia mengambil kotak perhiasan dari panitia, lalu berbalik pergi.
Kayla panik, langsung menggenggam lengannya dan berkata, "Ini milik ayahku ... "
Namun, mata Matthew dipenuhi dengan kebencian mendalam. Dia menatap tangan Kayla yang menggenggam lengannya dan berkata, "Lepaskan!"
Kayla teringat hari mereka mendaftarkan pernikahan.
Saat menerima surat nikah, Kayla begitu bahagia hingga hampir menari dan berputar tiga kali. Matthew menatapnya dengan cara yang sama, kemudian berkata, "Selain surat ini, kamu nggak akan mendapatkan apa pun."
Matthew menepati janjinya.
Kayla ingin melepaskannya, tetapi bros ini sudah lama sekali dia cari. Dia hanya memberikannya sebagai kenang-kenangan untuk ibunya.
Dia menahan perasaan sedihnya dan memohon, "Matthew, kumohon ... "
Matthew melepaskan tangannya dan berkata, "Sebelumnya aku juga pernah memohon padamu 'kan, Nona Kayla?"