Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9

Kayla memang sangat cantik. Rambutnya yang tadinya diikat kini terurai lembut di bahunya, seperti rumput laut yang bergoyang di angin. Kulitnya yang putih bersih, dan fitur wajahnya yang halus, memberikan kesan elegan. Dia duduk di kursi penumpang, sambil menutupi tahi lalat di ujung hidungnya dengan bedak tipis, lalu mengoleskan lipstik merah menyala, yang justru menambah kesan berwibawa. Matthew melirik sekilas, dan bertanya, "Kenapa kamu tutupi itu?" Kayla butuh beberapa saat untuk menyadari bahwa yang dimaksudnya adalah tahi lalat itu. "Terlalu konyol," jawabnya. Matthew mengangguk paham. Sebagai seorang wanita muda berkarier yang berusia 26 tahun, tentu tidak ingin terlihat terlalu manja atau polos. Tahi lalat di ujung hidungnya, meskipun memancarkan kesan polos, juga memberi aura menggoda yang sulit ditahan oleh siapa pun. Matthew tidak berkata apa-apa lagi, fokus kembali pada kemudi. Kayla juga tidak mencari topik pembicaraan. Pandangannya hanya tertuju ke luar jendela. Suasana di dalam mobil cukup santai. Namun, ketika memikirkan Matthew yang akan mengantarnya ke kencan buta, hati Kayla masih merasa ada sesuatu yang tak bisa diungkapkan. Semuanya berawal dari sebelum makan malam. Kayla tengah memasak hidangan di dapur rumah Keluarga Walker. Tiba-tiba, Vina telepon dan diangkat oleh Margaret dengan mode speaker. [Tuan putriku, aku sudah buat janji dengan sekelompok pemuda tampan untukmu di Klub Juli. Mereka tampan dan keren, sangat cocok dengan kamu yang kaya raya ... ] Kayla tertegun mendengar itu. Pelayan di dapur tampak kaget dan tak percaya. Margaret yang pertama kali bersuara, "Baiklah, Vina, setelah makan malam, aku akan menyuruh Matthew mengantarkan Kayla ke sana." Mobil Kayla masih terparkir di kawasan industri. Jadi, pada saat masih di meja makan, Margaret meminta Matthew mengantar Kayla untuk pergi ke kencan buta. Matthew pun dengan cepat menyetujuinya. Meski mereka telah memutuskan untuk bercerai, tetapi tetap membutuhkan waktu untuk melepaskan orang yang sudah terlalu lama menetap di hati. Ketidakpedulian yang tampak dari Matthew membuat hati Kayla tetap terasa sakit, meski dia berusaha menahan perasaan itu. Sesampainya di Klub Juli, Kayla berpamitan dengan sopan. Matthew memberi anggukan kecil, lalu menyalakan mobil dan meninggalkan tempat itu. Terkait hubungan mereka, Matthew merasa puas dengan keadaan sekarang. Sikap Kayla yang tak banyak menuntut ternyata memberi kesan baik baginya. Beberapa belas menit kemudian, saat mobilnya berhenti menunggu lampu lalu lintas, Matthew membuka foto yang baru saja dikirim Chris. Di foto itu, Kayla mengenakan sweater yang terbuka di punggungnya, sedang berbicara di telepon di koridor luar ruang VIP. Sweater abu-abu tua itu tampak biasa saja dari depan, tetapi bagian belakangnya terbuka, dari tulang belikat hingga terikat dengan pita besar di pinggang. Rambut hitam panjangnya terurai, menyentuh punggungnya yang seputih giok. Kontras itu begitu kuat namun tetap harmonis, menciptakan nuansa yang ambigu, samar, tetapi memikat. Tak heran, selama makan malam Kayla terus mengenakan jaket, bahkan tak merasa kepanasan. Ternyata, dia khawatir untuk melepaskannya, takut terlihat buruk di depan mertua dan kehilangan citra menantu yang sempurna. ... Kayla duduk di sofa ruang VIP, menatap deretan pria tampan yang berbaris di depannya, wajahnya mengerutkan kening. "Nggak ada yang kamu suka?" tanya Vina. "Mereka sangat cantik, tapi nggak baik mendeskripsikan pria dengan kata cantik." Vina yang bersandar di sofa itu meliriknya dan berkata, "Dibandingkan dengan ketampanan yang sempurna itu, memang mereka kalah jauh." Ketampanan Matthew bukan hanya terlihat dari luar, tetapi juga berasal dari dalam dirinya. Aura dan gayanya yang luar biasa membuat wajah tampannya terasa seperti nomor dua. Mata Kayla memang tajam dalam menilai, dan dia tahu Matthew adalah pilihan yang sempurna, sehingga pria lain tampak biasa saja. Kayla kembali membuka-buka CV di tangannya, memilih empat berkas, lalu menyodorkannya dengan tegas, "Kamu membuat proses wawancara artis di studiomu seperti raja yang mencari selir." "Pemilihan ini memang untukmu. Dia saja nggak pernah memuaskanmu, keempat orang ini bisa menebus tiga tahun yang terbuang sia-sia," ucap Vina. Chris berdiri di depan pintu cukup lama. Baru setelah Matthew pergi dengan raut wajah masam, dia buru-buru masuk dan berkata, "Kak Kayla, Kak Matthew ada urusan mencarimu." Kayla bingung. "Bukannya dia sudah pulang?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.