Bab 4
Nyonya Besar Nera tercengang, tidak menyangka Merry begitu berani berbicara dengan tidak hormat.
Nyonya Besar Nera menunjuk ke arahnya dengan gemetar. "Merry, aku ini nenekmu, beraninya kamu bicara seperti itu padaku!?"
Merry tersenyum. "Nyonya Besar Nera, kamu neneknya Shayne, bukan nenekku. Nenekku sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu."
Kali ini tanpa menunggu Nyonya Besar Nera berbicara, Sofie menatapnya dengan wajah penuh ketidaksetujuan.
"Nona Merry, Nenek tetap saja tetua kita. Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu padanya?"
Merry melirik Sofie dan berkata dengan tenang, "Aku mau bicara seperti apa itu urusanku. Nona Sofie bukan siapa-siapaku, nggak merasa terlalu ikut campur urusan orang lain?"
Bagi Nyonya Besar Nera, Merry adalah wanita penurut, tetapi sikapnya hari ini benar-benar menantang dirinya.
"Lancang!"
Dada Nyonya Besar Nera naik turun dengan hebat. Dia menunjuk ke arah Merry dan berteriak, "Benar-benar nggak berpendidikan dan nggak layak, sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan Sofie! Sudah lupa peraturan yang kuajari sebelumnya? Ayo cepat berlutut di depanku!"
Merry tersenyum, sama sekali tidak marah.
"Maaf, aku benar-benar lupa. Bagaimana kalau kamu suruh Nona Sofie tunjukkan cara berlutut yang benar? Kamu sangat menyukainya, aku yakin dia pasti bisa berlutut dengan sangat anggun."
"Kamu ...." Raut wajah Sofie berubah.
Nyonya Besar Nera begitu marah hingga bibirnya gemetar dan wajahnya memucat seolah akan mati lemas.
Melihat ini, Sofie buru-buru mengeluarkan pil penawar jantung dan menyerahkan satu kepada Nyonya Besar Nera.
Setelah minum obat, wajahnya terlihat lebih baik.
"Ada apa ini?"
Saat ini seorang pria tampan yang dingin dan acuh tak acuh berjalan mendekat.
Pria itu mengenakan setelan jas hitam buatan tangan. Tingginya hampir 189 cm yang membuat sosoknya terlihat semakin ramping dan tegap.
"Shayne!" Mata Sofie berbinar saat melihat Shayne.
Mata Sofie langsung memerah seolah telah dianiaya.
"Shayne, Nona Merry nggak cuma mengikutimu ke pesta, tapi juga mengutuk nenekmu ... dia terus membantah Nenek, membuat Nenek sangat marah sampai kena serangan jantung ... kalau nenek nggak langsung minum pil penawar jantung, takutnya ...."
Sofie mulai menangis saat berbicara.
"Merry?" Shayne mengerutkan kening yang gagah dan menatap Merry yang berdiri di samping.
Namun saat melihat Merry, dia tiba-tiba tertegun.
Wanita itu mengenakan gaun ungu muda, sepasang matanya begitu jernih dan memancarkan pesona yang memikat.
Rambut panjang yang hitam legam tergerai hingga ke pinggang, bagaikan seekor kucing yang malas, anggun dan sulit untuk didekati.
Bibir merah wanita itu agak terangkat dan senyuman cerah dan menawan, begitu cantiknya hingga tidak terlihat seperti manusia.
Setelah tiga tahun menikah dengan Merry, Shayne belum pernah melihat Merry begitu menggoda.
Melihat Merry masih tersenyum, Sofie langsung mengadu.
"Shayne, lihat dia. Dia membuat Nenek marah sekali, tapi masih bisa tersenyum."
Merry menatap Sofie dengan heran, "Nona Sofie, yang kamu katakan itu salah. Hari ini adalah ulang tahun Pak Samuel. Kalau aku nggak tersenyum, terus harus menangis?"
"Nona Sofie menuduhku mengutuk Nyonya Besar Nera, tapi dia masih berdiri tegak. Nona Sofie malah menangis seolah dia sudah meninggal, terus sebenarnya siapa yang sedang mengutuk orang?"
Nyonya Besar Nera hampir pingsan mendengar ini dan Sofie yang berdiri di samping buru-buru menenangkannya.
Dia tidak lupa mengadu, "Shayne, sudah dengar apa yang dia katakan?"
Shayne menatap Merry sebelum berkata dengan dingin.
"Merry, minta maaf pada Nenek."
Merry memasang wajah datar. "Aku nggak buat salah, ngapain minta maaf?"
Sepasang mata gelap Shayne menjadi muram dan dia tiba-tiba sadar kalau ada yang berbeda dari Merry.
Dulu Merry selalu patuh pada ucapannya dan tidak pernah membantah.
Kini Merry tidak hanya tidak berani membantah, tetapi juga berani menantang nenek.
Sepertinya situasi di tempat ini telah menarik perhatian kepala pelayan perjamuan.
Seorang pria paruh baya datang dan bertanya, "Kenapa ribut sekali? Ada apa di sini?"
Sofie membantu Nyonya Besar Nera sambil menunjuk ke arah Merry.
"Pak, wanita ini menyelinap ke pesta tanpa diundang. Hari ini pesta ulang tahun Pak Samuel, jadi sebaiknya hati-hati dengan orang yang nggak dikenal. Jangan sampai mengacaukan pesta ulang tahun Pak Samuel!"
Mendengar orang tidak dikenal menyelinap masuk, dia langsung mengerutkan kening.
Jumlah undangan yang dikirim oleh Keluarga Jurentus terbatas.
Ditambah lagi untuk mencegah orang-orang dengan niat jahat menyusup masuk, siapa pun yang hendak menghadiri perjamuan harus menunjukkan undangan masuk.
Kalau tidak, raja langit sendiri pun tidak akan diizinkan masuk kalau datang.
Bagaimana wanita ini bisa masuk?
Pelayan itu menghampiri Merry dan berkata dengan dingin, "Nona, tolong tunjukkan undanganmu."
Merry mengernyitkan dahi. "Maaf, aku datang ke sini bersama pasanganku. Undangannya ada di dia dan dia akan segera kembali."
Begitu selesai bicara, terdengar cibiran samar.
Sofie menatap Merry dengan sinis dan berkata, "Sudah kuduga."
"Nona Merry, kalau nggak punya undangan, bilang saja nggak punya. Ngapain bohong?"
Dia memutar bola matanya dan berkata dengan munafik, "Bagaimana kalau ... kamu minta maaf pada Nenek dan aku akan memohon pada Shayne untukmu? Anggap saja kamu ikut dengan kami daripada diusir, 'kan?"
Nyonya Besar Nera menunjuk ke arah Merry dengan marah, "Aku nggak mau menerima permintaan maafnya! Aku mau si sialan ini diusir keluar! Pakaian apa ini!? Dia ini datang untuk menggoda pria!?"
Merry melirik Sofie dan tersenyum sambil mengingatkannya, "Nyonya Besar Nera, pakaian Nona Sofie yang ada di sebelahmu jauh lebih terbuka dariku dan juga suka berkeliaran di sekitar pria yang sudah menikah. Sebenarnya siapa yang nggak tahu aturan dan suka menggoda pria?"
Lidah tajam Merry membuat Nyonya Besar Nera tidak bisa membantah dan dia hanya bisa berdebat.
"Pak, cepat tarik dia keluar!"
Melihat Merry masih belum bisa menunjukkan undangan, kepala pelayan itu tidak lagi bersikap sopan.
Dia melambaikan tangan kepada pengawal yang mengikutinya dari belakang dan berkata, "Bawa wanita ini keluar."
Melihat ini, Sofie tidak bisa menahan senyuman puas.
Kalau dibawa keluar, Merry benar-benar akan kehilangan muka.
Saat ini sudah ada banyak orang yang mengamati situasi di sini.
Semua orang menunjuk ke arah Merry dan membicarakannya.
Merry melihat pengawal yang berdiri di kedua sisi dan berkata kepada kepala pelayan, "Pak, kuulangi lagi. Aku datang bersama pasanganku."
Merry juga merasa tidak berdaya. Kevin malah pergi di saat seperti ini.
Nyonya Besar Nera berkata dengan ketus, "Jangan dengarkan alasannya, usir dia!"
"Merry." Suara seorang pria yang sangat jernih terdengar dari belakangnya, "Sudah tahu salah?"
Sebenci apa pun Shayne terhadap Merry, wanita itu tetaplah istrinya. Kalau bertingkah memalukan, itu juga akan membuatnya kehilangan muka.
Kalau Merry mau mengakui kesalahan, dia bisa membelanya.
Namun Merry sama sekali tidak menatapnya dan menjawab dengan dingin.
"Nggak tahu."
Sepasang mata gelap Shayne langsung berubah menjadi muram, begitu pula wajahnya.
Dia mengerutkan bibir tipisnya, tidak lagi berbicara dan melihat ke arah Merry yang hendak dibawa pergi.
"Ada apa ini?"
Tiba-tiba sebuah sosok yang tinggi dan tampan berjalan mendekat.
Pria itu terlihat sangat terkejut melihat Merry.
"Merry!?"