Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Melihat ini, Sofie berbisik, "Mungkin Nona Merry datang ke sini mencarimu karena sangat ingin bertemu denganmu?" Shayne tidak hanya tidak terlihat senang mendengar ini, malah mengernyitkan dahinya. "Merry, kamu mengikutiku?" Dulu Merry pasti akan langsung menjelaskan. Namun saat ini Merry malah merasa sangat jengkel. Semenjak Sofie kembali, trik semacam ini sering terjadi. Dia benar-benar sudah muak. Entah apakah menukar nyawa dengan kesadaran adalah kerugian atau keuntungan. Merry tiba-tiba berkata, "Shayne, ayo kita cerai." Shayne tercengang. "Apa katamu?" Merry menatap Shayne dan mengulangi ucapannya perlahan. "Ayo kita cerai." Raut wajah Shayne menjadi muram lagi. Dia berkata dengan sinis, "Trik lain gagal, sekarang mulai ribut masalah cerai? Merry, aku nggak punya waktu untuk bermain denganmu di sini." Sofie yang berdiri di samping juga menatap Merry dengan sinis. Dia menutup mulutnya dengan tangan dan terkekeh. "Nona Merry, jual mahal itu bukan cara yang tepat. Sebaiknya seorang wanita jangan mengancam dengan kata cerai ... lebih baik fokus pada hal penting, mungkin lebih berguna daripada terus mengancam untuk cerai." Shayne seolah yakin kalau Merry hanya berulah dan berkata dengan ketus, "Merry, jangan ikuti aku lagi. Aku benci wanita yang terus mengusikku." Sofie berpura-pura menasihati, "Shayne, mungkin Nona Merry cuma ingin menarik perhatianmu ...." Merry mencibir, "Nanti setelah cerai, kamu akan tahu aku benar-benar mau cerai atau cuma pura-pura." Tatapan Merry menyapu mereka berdua. "Kalian berdua saling mencintai dan sekarang aku memberi kalian kesempatan, kok malah terlihat nggak begitu senang?" Shayne sama sekali tidak percaya Merry benar-benar ingin bercerai. Shayne mengira Merry menggunakan perceraian untuk mengancamnya dan dia semakin membenci wanita itu. Sepasang mata hitam pekat pria itu terlihat sangat dingin. "Merry, trik apa pun yang kamu mainkan nggak akan ada gunanya. Itu cuma akan membuatku semakin membencimu." Melihat pria di depan begitu percaya diri, hati Merry penuh dengan kesedihan. Seberapa rendah diri Merry dulu hingga membuat Shayne mengira apa pun yang dia lakukan hanya demi menyanjung dan menarik perhatiannya? Ekspresi Merry berangsur-angsur menjadi dingin. "Kita lihat saja nanti." Merry bertekad akan melempar surat cerai ke wajah pria ini setelah selesai dibuat. ... Setelah turun ke bawah, mobil Kevin sudah menunggu di pintu. Pria itu tidak bisa menahan tawa melihat wajah marahnya dan berkata, "Kok wajahmu begitu? Siapa lagi yang membuatmu kesal?" Merry mengerutkan bibir dan berkata, "Aku bertemu Shayne dan cinta pertamanya." Kilatan pemahaman melintas di mata Kevin. "Kenapa? Obrolan kalian nggak menyenangkan?" "Dia sama sekali nggak percaya kalau aku ingin menceraikannya." "Nggak mau bilang ke dia kalau anakmu sudah tiada?" Hati Merry terasa sakit begitu mendengar kata "anak". Dia menjawab dengan datar, "Nggak." Shayne tidak akan merasa kasihan setelah mengetahui anak telah tiada, bahkan mungkin akan bilang Merry sudah sepantasnya mengalami itu, dan juga Merry tak pantas melahirkan anaknya. Untuk apa Merry mempermalukan dirinya sendiri? Setelah menutup pintu mobil, Kevin bertanya, "Mau kembali ke mana? Rumah pengantinmu bersama Shayne?" Saat ini kata "rumah pengantin" terdengar sangat mengganggu. "Nggak mau." Dia berpikir sejenak, "Antar saja aku kembali ke apartemenku dulu. Setelah pulih, aku akan bawa pulang barang-barang di vila." Kevin mengangguk dan melanjutkan, "Bulan depan adalah ulang tahun Tuan Besar Samuel yang ke-80. Ayah dan Ibu menyuruhku untuk pergi berkunjung serta menghadiri pestanya." Setelah terdiam sejenak, Kevin melanjutkan, "Dean baru saja kembali beberapa waktu lalu dan kalian sudah lama nggak ketemu. Mau ikut aku ke sana?" "Kak Dean sudah pulang?" Raut wajah Merry agak melembut begitu mendengar nama Dean. "Oke, aku ikut denganmu." Saat masih kecil, keluarga mereka adalah tetangga dan Merry tumbuh bersama Dean, jadi mereka bisa dianggap sebagai teman masa kecil. Kemudian, Keluarga Santika semakin berkembang dan pindah ke luar negeri. Merry tidak akan pernah lupa setiap kali seseorang mengganggunya, Dean pasti akan selalu muncul di hadapannya. Dulu dia sampai rela mengorbankan pertemanannya demi Shayne. Sekarang Merry ingin mengambil kembali apa yang telah dia korbankan demi Shayne. ... Sebulan berlalu dengan cepat. Kevin menyewa tim medis khusus dan merawat Merry hingga pulih tanpa meninggalkan efek samping apa pun. Selama ini Shayne tidak pernah pulang ke rumah, juga tidak pernah menelepon atau mengirim pesan. Merry menatap semua ponsel yang telah dia kirim sendiri di ponsel dan merasa sedih sekaligus lucu. Seluruh halaman penuh dengan pesannya. Shayne tidak pernah membalas satu pun. Mungkin saja dia sama sekali tidak pernah melihatnya. Merry semakin merasa tidak ada yang layak untuk diingat dari pernikahan ini. Kevin menelepon. "Merry, sudah siap? Pesta Pak Samuel akan segera dimulai." Merry menjawab sebelum buru-buru turun ke bawah. Keduanya tiba di lokasi pesta dengan mulus. Keluarga Jurentus adalah keluarga tersohor dengan sejarah yang sangat panjang di Negara Zazie. Keluarga ini telah melahirkan banyak tokoh terkenal yang telah berkontribusi pada dunia. Semasa muda, Pak Samuel juga meraih prestasi militer yang gemilang dan sangat dihormati. Banyak pejabat dan orang kaya ingin berteman dengan Keluarga Jurentus. Namun Pak Samuel adalah orang yang sangat berprinsip dan membenci hal-hal seperti berkolusi atau menggunakan koneksi demi mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, Keluarga Jurentus memiliki status yang sangat istimewa di Negara Zazie. Semua orang yang Keluarga Jurentus undang untuk menghadiri pesta ulang tahun merasa sangat terhormat. Setelah menyerahkan undangan, Merry dan Kevin memasuki ruang perjamuan. Saat itu ponsel Kevin berdering. Kevin melirik nama penelepon dan berkata kepada Merry, "Merry, tunggu di sini sebentar. Aku mau keluar untuk angkat telepon." Merry mengangguk. Tidak lama setelah Kevin pergi, sebuah suara terkejut terdengar dari belakang. "Ya ampun, Merry, nggak masalah kalau mengikuti Shayne ke rumah sakit. Kenapa kamu juga ikut ke acara sepenting ini?" Merry berbalik dan melihat Sofie berjalan ke arahnya sambil membantu seorang wanita tua berambut putih. Wanita tua ini tidak lain adalah nenek Shayne, Nyonya Besar Nera. Tatapan Nyonya Besar Nera sangat ketus. Saat melihat gaun mewah yang Merry kenakan, sorot matanya terlihat serius dan amarah muncul di wajahnya. "Dasar kamu ini! Shayne kerja keras di perusahaan untuk cari uang, tapi kamu si wanita boros ini malah menghabiskan uang Shayne seenaknya!" Nyonya Besar Nera menunjuk ke arah Merry dengan marah dan berkata, "Kuperintahkanmu untuk lepaskan gaun ini sekarang juga dan berikan kepada Sofie!" Nyonya Besar Nera sudah hidup selama ini dan memiliki penglihatan yang sangat tajam. Dia sangat jeli dalam menilai barang dan sekilas tahu harga gaun yang Merry kenakan setidaknya miliaran. 20 miliar tentu saja bukan apa-apa bagi keluarga kaya seperti Keluarga Wilson. Namun menghabiskannya untuk wanita seperti Merry hanyalah buang-buang uang. Wanita ini tidak pantas mengenakan gaun semahal itu. Merry menatap sikap sombong Nyonya Besar Nera dengan dingin. Selama tiga tahun menikah dengan Shayne, Merry sering mendapat perlakuan kasar dan penindasan dari Nyonya Besar Nera. Yang paling menakutkan adalah saat baru menikah, Nyonya Besar Nera akan menyuruhnya untuk pergi ke rumah lama setiap hari untuk menerapkan peraturan. Merry tidak hanya harus mencuci, memasak dan mengurus rumah, tetapi juga diberi tahu kalau dia sebagai seorang wanita luar tidak layak duduk di meja makan saat perjamuan Keluarga Wilson. Merry selalu menjadi orang yang paling kelelahan setiap kali ada perjamuan keluarga. Dia sibuk berlarian ke sana kemari, menyajikan teh dan air untuk semua orang dan bahkan tidak sebanding dengan seorang pelayan. Namun tidak peduli seberapa keras dia berusaha untuk menyanjung, Nyonya Besar Nera tidak pernah suka padanya dan sering memukul atau memarahinya. Merry tidak bisa membantah atau melawan. Kalau tidak, dia akan dicap tidak hormat dan tidak berbakti kepada orang tua. Sekarang ketika mengingat kembali pengalaman masa lalu, rasanya seperti mimpi buruk yang tidak nyata. Sudut bibir Merry terangkat, membentuk cibiran yang dingin dan anggun. Dia menatap Nyonya Besar Nera yang angkuh dan berkata perlahan. "Buat apa?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.