Little WifeLittle Wife
Oleh: Webfic

Hujan

Lita terlihat sibuk menyajikan beberapa makanan di atas meja makan. Ia yang memang sangat ahli dalam hal memasak dan paling suka dengan yang namanya dapur tidak menyulitkan Lita menghidangkan sajian yang sangat menggugah selera seperti ini. Lita yang hendak naik ke atas untuk memanggil Daniel mengurungkan niatnya tatkala melihat pria itu yang terlihat begitu rapi dan tampan tentunya. ‘Om Daniel mau ke mana malam-malam begini?’ Netra Daniel menatap ke arah meja makan yang letaknya memang tidak jauh dari tangga. Dengan gerakan cepat, Daniel menuruni anak tangga. “Lita, kamu yang membuat semua ini?” Lita mengangguk kecil. Daniel terdiam sejenak. Walaupun dirinya sudah sangat lama mengenal Lita. Namun, ia tidak tahu fakta jika Lita bisa memasak. Setahu Daniel, Lita begitu tergila-gila dengan buku dan sering mengurung diri di kamar. “Ayo, makan dulu Om.” Daniel terlihat menggigit bibirnya. Dirinya saat ini sedang terburu-buru karena sudah ada janji dengan orang yang begitu spesial. Tapi, ia juga tidak tega kepada Lita yang sudah susah payah memasakkan makan malam seperti ini. ‘Apa Om Daniel tidak level dengan makanan buatanku ini?’ Lita menundukkan kepalanya. Ada rasa kecewa yang hinggap menjalar di hatinya. ‘Baiklah. Makan sebentar tidak masalah bukan?’ Daniel duduk di depan Lita. “Iya. Aku sangat lapar.” Lita mendongakkan wajahnya. Ia tersenyum samar. Dengan cekatan, Lita mengambilkan makanan untuk suaminya itu. Lita sangat mengetahui makanan apa yang disukai oleh seorang Daniel begitu juga dengan yang tidak disukai oleh pria itu. “Terima kasih,” ucap Daniel tatkala Lita meletakkan piring yang sudah berisi dengan makanan tersebut. Kedua alis Daniel bertaut sempurna. ‘Semua makanan ini adalah kesukaanku. Bagaimana Lita bisa tahu? Apa ini hanya sebuah kebetulan saja?’ Daniel menggeleng kecil. Ia tak ambil pusing dengan semuanya. Bagaimanapun, ia harus cepat menghabiskan semua makanan ini. Jika tidak, ia takut Febby akan ngambek dan marah padanya karena dirinya yang terlambat datang. ‘Ya ampun. Rasanya enak banget! Ini hampir mirip dengan masakan bunda.’ Daniel melirik Lita yang terlihat fokus memakan makanannya. Jika Daniel perhatikan, Lita itu terlihat seperti anak SMP saking imutnya. Belum lagi, Lita memiliki tubuh yang begitu mungil. Daniel akui jika Lita memiliki paras yang begitu cantik mirip seperti Angela. Mungkin, karena Lita adalah sepupu Angela yang notabenya adalah kakak dan cinta pertama seorang Daniel. ‘Jika melihat wajahnya, aku selalu teringat dengan Kak Angela.’ Tak terasa baru lima belas menit. Makanan yang ada di meja sudah tandas tak tersisa. Entah karena lapar atau saking doyannya. Daniel lah yang menghabiskan semuanya. Daniel saja sampai terheran-heran dengan dirinya. “Astaga!” teriak Daniel. Ia terlihat panik menatap arloji yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. “Lita. Aku pamit dulu ya.” Daniel melambaikan tangan kepada Lita dan langsung berlari. ‘Astaga Daniel. Kenapa kamu sampai kecolongan seperti ini sich,’ rutuknya dalam hati. Lita yang masih mengunyah makanan hanya bisa melihat kepergian Daniel dnegan tatapan yang tidak bisa diartikan. Hingga sesaat kemudian, ia mulai terisak kecil. Sejujurnya, ia sudah tahu siapa yang akan suaminya itu temui. Sewaktu makan tadi, matanya tak sengaja menangkap sebuah pesan singkat yang menanyakan keberadaan suaminya itu. Belum lagi, Lita adalah orang yang penakut. Dirinya tak bisa ditinggal sendirian seperti ini. Lita memiliki trauma di masa lalu. Ponsel Lita tiba-tiba saja berdering. Dengan sedikit gemetaran, Lita mengambil ponselnya. “Lita.” “Ada apa Om?” menghapus air matanya. “Bisa aku meminta tolong?” “Ada apa?” “Tolong kamu datang ke alamat yang aku kirimkan nanti ya. Ambilkan sebuah kotak kecil yang terletak di dalam laci. Aku sudah memesankan taksi. Sebentar lagi juga akan tiba.” “Tapi,,,” Tuutt…. Sambungan telepon pun berakhir. “Baiklah, lebih baik aku bergegas. Hal ini lebih baik daripada aku harus tinggal seorang diri di rumah.” Lita bergegas menaiki anak tangga dan meninggalkan makanannya yang masih tersisa. *** Lita tengah berdiri di sebuah rumah yang terlihat begitu besar dan megah persis seperti rumah orang tuanya. ‘Kenapa Om Daniel menyuruhku ke sini? Terus ini kotak apa?’ Lita menatap kotak kecil yang sudah dibungkus sedemikian rupa. Lita begitu penasaran, namun tidak ingin juga berbuat lancang. Dengan langkah perlahan, Lita mulai memasuki rumah yang tidak dikunci itu. Sepertinya, hal itu disengaja mengingat dirinya yang akan tiba. ‘Interiornya sangat elegan sekali.’ Lita begitu kagum. “Dik Lita, keponakannya Pak Daniel ya?” ucap seorang wanita yang Lita yakini sebagai pelayan di rumah ini. “Keponakan?” “Iya. Tadi, Pak Daniel berpesan jika saya akan mengambil barang dari Adik.” “Ah iya. Ini barang Om Daniel.” Menyerahkan kotak kecil kepada pelayan itu. “Mbak, boleh saya bertanya?” “Silahkan Dik, ada apa?” ucap pelayan itu ramah. “Om Daniel di mana ya?” tanya Lita hati-hati. “Oh, itu. Pak Daniel sedang berada di kamar bersama Nona Febby, majikan saya,” jelasnya. Lita mengerjap-ngerjapkan matanya. “Apa Om Daniel sering berkunjung ke mari?” “Tidak juga. Mereka lebih sering bertemu di hotel. Setahu saya, sebentar lagi mereka akan menikah. Apakah Adik tidak tahu. Bukankah Adik ini adalah keponakannya Pak Daniel?” “Ah iya. Om Daniel belum bilang ke saya. Kalau begitu saya pamit dulu.” Lita tersenyum sopan. “Iya Dik, hati-hati.” Pelayan itu seperti begitu terpana dengan paras cantik dan imut yang Lita miliki. “Sepertinya, gadis itu masih SMP.” *** Lita saat ini tengah menangis tersedu-sedu di sebuah jalanan sepi dekat rumah yang baru saja ia masuki itu. Lita tak menyangka jika Daniel sudah memiliki kekasih dan hampir menikah. Hatinya benar-benar sakit sekali. Pernikahan macam apa ini? Bukankah sebuah pernikahan seharusnya seindah di film-film? Baru lagi sehari ia menikah. Lita sudah merasakan sakit hati yang begitu luar biasa seperti ini. “Hiks..hiks… Mama, Papa. Lita mau pulang. Lita tidak mau tinggal dengan Om Daniel. Dia jahat! Hiks..Hiks..” Lita terus menangis di tengah kesunyian malam. Hingga, hujan rintik-rintik mulai membasahi bumi dan tepat mengenai mengenai wajahnya. Ia tidak memperdulikan semua itu. Padahal, jika terkena hujan sedikit saja. Lita pasti akan demam. Di lain sisi. Entah mengapa, hatinya tidak tenang seperti ini. Di luar sedang turun hujan yang begitu deras. ‘Lita tidak kehujanan kan?’ Febby terbangun dari tidurnya. “Sayang, kamu kenapa? Kamu tidak tidur?” Febby bergelayut manja di tubuh Daniel. “Aku kepikiran dengan keponakanku yang tadi datang ke mari mengantarkan sesuatu untukku.” “Sudahlah. Jangan terlalu khawatir. Dia pasti baik-baik saja.” “Di luar sedang turun hujan deras. Dia sangat rentan dengan yang namanya hujan.” “Cuppp.” Febby mengecup pelan bibir Daniel. “Ayo kita tidur sekarang,” pinta Febby lembut. Daniel pun akhirnya mengangguk. ‘Semoga Lita baik-baik saja.’

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.

Aturan penggunaanKebijakan pribadi