Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Maaf, Tak SeleveMaaf, Tak Seleve
Oleh: Webfic

Bab 7 Satu-satunya Orang yang Masih Rasional

Nenek itu menatap Ardelia, suaranya jernih dan terdengar berwibawa, "Kamu yang bernama Ardelia?" Ardelia sudah bisa menebak siapa orang ini, tapi tetap bertanya, "Anda siapa?" "Aku nenekmu," jawab Nyonya Besar Aruna dengan nada datar sambil mengamati Ardelia dari atas ke bawah. "Ada sedikit aura Keluarga Lume di tubuhmu." Wajah Ardelia tetap tenang. Nyonya Besar Aruna terasa berbeda, tidak sepicik kedua orang tuanya. "Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Ardelia dengan suara tenang. Nyonya Besar Aruna tampak berwibawa, tapi tangannya justru mengeluarkan sebuah gelang giok bening yang indah, lalu menyerahkan padanya, "Hadiah pertemuan." Begitu melihatnya, Ardelia langsung tahu gelang itu terbuat dari giok berkualitas tinggi, bening dan memancarkan keindahan yang menawan. Nilainya pasti lebih dari dua miliar. Namun Ardelia tidak langsung menerimanya. Nyonya Besar Aruna sedikit mengernyit, "Kenapa, nggak suka?" "Nyonya Besar, Keluarga Lume sudah punya seorang putri. Mungkin nggak membutuhkanku lagi." Ardelia menolak dengan halus. Meskipun Nyonya Besar Aruna di depannya tampak cukup terhormat, tapi melihat bagaimana Keluarga Lume begitu menyayangi putri palsu tersebut, dia sudah memutuskan untuk tidak kembali lagi. "Kurang ajar." Wajah Nyonya Besar Aruna menjadi jelek, auranya langsung berubah tegas. Ardelia menyipitkan mata. Nyonya Besar Aruna marah karena merasa wibawanya ditantang? Ada sedikit rasa kecewa dan sedih di hatinya. Sepertinya dirinya dan Keluarga Lume memang tidak berjodoh. Namun, detik berikutnya, Nyonya Besar Aruna menampakkan amarah yang lain, "Dia menempati posisi yang bukan miliknya. Keluarga Lume nggak mengusirnya karena menghargai hubungan bertahun-tahun. Kalau nggak menerimamu karena dia, bukankah itu sudah keterlaluan? Tenang saja, hanya kamu satu-satunya putri Keluarga Lume." Hati Ardelia sedikit bergetar. Nyonya Besar Aruna menatapnya, "Kalau kamu masih punya kekhawatiran, katakan saja padaku. Aku akan memberi pelajaran pada orang tuamu yang nggak tahu diuntung itu." Wajahnya tampak dingin dan galak, seolah tidak berperasaan. Tapi Ardelia justru merasakan sedikit kehangatan darinya. Tatapannya pun jadi lebih lembut, "Aku akan pertimbangkan." "Nggak perlu dipertimbangkan. Kamu cucu kandungku, malah hidup terpisah dan hidup di luar selama bertahun-tahun. Kamu pasti sudah banyak menderita. Kalau kamu pulang, aku sendiri yang akan menebus semua itu." Nyonya Besar Aruna menatapnya dengan tatapan penuh tekad. Tatapan seperti itu membuat Ardelia sulit menolaknya. Bukan karena tergoda harta Keluarga Lume, tapi karena dia bisa merasakan perhatian nenek padanya. Hari ini, Nyonya Besar Aruna datang ke sini sendiri dan itu sudah cukup menunjukkan ketulusannya. "Lagi pula, apa kamu rela melihat semua yang seharusnya milikmu justru dirampas oleh putri palsu itu?" tanya Nyonya Besar Aruna saat Ardelia terdiam. "Aku nggak peduli soal harta," jawab Ardelia pelan. "Tapi karena Nyonya Besar Aruna sudah berkata begitu, maka aku bisa ikut pulang dulu." Dia pun menerima gelang giok itu. Senyum tipis melintas di mata Nyonya Besar Aruna, "Masih memanggilku nyonya besar?" "Nenek." "Hmm." Nyonya Besar Aruna tersenyum, lalu kembali bersikap tegas. "Malam ini ada jamuan keluarga. Kamu ikut pulang denganku, ya?" Ardelia berpikir sejenak, lalu mengangguk, "Baik, tapi aku masih harus bekerja dulu." "Hmm. Aku tunggu di sini saja," jawab Nyonya Besar Aruna dengan datar. Ardelia kembali ke kantornya. Dia meraba gelang giok di tangannya. Entah kenapa timbul perasaan aneh di hatinya. Apakah ini yang disebut dengan kedekatan keluarga? Pukul lima tiga puluh, Ardelia pulang kerja dan berjalan menuju ruang tamu. Nyonya Besar Aruna berdiri di depan jendela besar, menatap pemandangan. Begitu mendengar langkah kaki, dia menoleh, "Sudah selesai?" "Ya." "Mari pergi," ajak Nyonya Besar Aruna. Sebuah mobil Mercedes hitam menunggu di depan gedung. Saat duduk di dalamnya, Ardelia langsung sadar interiornya sangat berbeda, jelas sudah dimodifikasi. Dia melihat ke arah Nyonya Besar Aruna sambil memikirkan sesuatu. Sepuluh menit kemudian, mereka tiba di hotel. Hotel paling terkenal di Kota Jayata, mewah dan berkilau. Sepanjang jalan, Nyonya Besar Aruna memperkenalkan anggota Keluarga Lume dan Ardelia mendengarkan dengan diam. Saat ini, di dalam ruang VIP. Semua anggota Keluarga Lume sudah berkumpul. "Kenapa nyonya besar tiba-tiba mengajak kita berkumpul bersama?" "Nggak tahu, aku juga penasaran!" Semua orang mulai berbicara. Vienna terlihat penuh rasa ingin tahu, "Mungkinkah Nenek tahu aku memenangkan kompetisi piano Kota Jayata?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.