Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1 Mohon Anda Tinggal

Pukul delapan malam lebih, tiba-tiba kilat menyambar disertai gemuruh petir. Jessy segera menutup jendela, besok dirinya selesai masa nifas, orang dewasa dan bayi sama-sama tidak boleh terkena angin. Pintu kamar terbuka, embusan angin berderu masuk, dia menoleh dan terkejut melihat Ferdy. Terakhir kali bertemu dengannya masih di rumah sakit. Meski sakitnya luar biasa, Jessy mengingat sikapnya yang tenang saat berkata "dahulukan anak". Dia tidak membenci pria itu, toh dirinya hanya ibu pengganti, sebuah alat untuk melahirkan. Dari keterkejutan awal hingga tersadar, gerakan pertama Jessy adalah mengangkat anak dari boks bayi. Ferdy melangkah mendekat setapak demi setapak. Jessy tanpa sadar menjilat bibirnya yang kering. Setiap langkahnya terasa seperti menginjak ujung hatinya, membuatnya tegang hingga berkeringat. Pria itu berjalan melewatinya, tubuhnya yang kekar memancarkan panas membara, seperti malam-malam di masa lalu. Saraf Jessy menegang, jantung berdebar kencang, tak tahu apa yang akan dilakukan si pria. Saat berpapasan, tangannya yang besar dengan ruas-ruas yang jelas menggenggam gagang jendela. Setelah jendela ditutup, pria itu berkata pada Jessy, "Besok aku akan membawa anak itu pergi." Hatinya seakan terkoyak, lalu tiba-tiba lalu disumpal es. Meski tahu cepat atau lambat, saat seperti ini akan datang, Jessy tak menyangka akan secepat ini. "Aku ...." Dia tak berani menatap mata lelaki yang dalam dan dingin itu. Sambil menggendong anak dirinya menyelinap keluar. "Aku mau menyusui anak dulu." Memandang perempuan yang menghilang di lorong gelap, Ferdy memutar sebatang rokok. Di antara titik cahaya merah yang berkelip, matanya tampak makin dalam. Pintu kamar didorong terbuka. Jessy tak sempat merapikan pakaiannya, bibirnya yang merah muda sedikit terbuka saat menatap penyusup itu. Pria itu memandang kulitnya yang lembut dan segar, tenggorokannya tanpa sadar menegang. Jessy yang baru berumur dua puluh satu tahun, usia seindah bunga. Dia masih ingat pertama kali, dirinya menangis seperti anak kucing sambil menjerit kesakitan, cakar kecilnya mencakar punggung pria itu. Si pria bukan tipe yang mau menahan diri. Dia maju dan meraih lengan Jessy, tangan satunya mencubit dagu runcingnya agar si wanita mendongak. Jessy terpaksa menatap wajahnya yang tampan. Bagian yang dicubit terasa seperti dipanggang api panas, tenggorokannya kering, tubuhnya pun menegang. Suara lelaki itu rendah dan serak, membawa sarat pesona yang menggoda. "Jessy, ingin menemani putramu?" Jessy mengedipkan mata yang basah dengan kuat. "Hmm." "Kalau begitu kita buat kesepakatan. Kamu temani aku, aku biarkan anak itu tinggal bersamamu untuk kamu rawat." "Benarkah?" Jessy menjilat bibir. Di matanya menyala api harapan. Benarkah dirinya tak perlu berpisah dengan anaknya? Namun detik berikutnya, ekspresinya meredup. "Pak Ferdy, aku nggak mau jadi selingkuhan." Ferdy melepaskannya dengan sangat sopan. "Baik, selamat malam." Dia melangkah dengan kaki panjangnya yang selalu anggun. Namun karena si pria membelakanginya, Jessy tak melihat senyum dingin di sudut bibirnya serta cahaya liar penuh kepastian di matanya. Bayi itu tidur setelah kenyang. Saat tidur, mulut kecilnya memonyong seakan meminta ciuman, air mata Jessy menetes jatuh ke wajahnya. Anak ini dipakai untuk melunasi utang. Sejak awal dia tahu, bayi itu bukanlah miliknya. Jessy pun melarang dirinya untuk mencintainya. Namun pertama kali memeluknya, pertama kali menciumnya, pertama kali menyusui, getaran dari ikatan darah itu seperti sulur yang melilit erat dirinya dan anak itu. Mengambil anak itu sama saja merenggut nyawanya. Lagi pula, entah dari mana anak ini mewarisi kebiasaan aneh: alergi susu formula .... Dari luar terdengar suara gesekan pelan, sepertinya Ferdy hendak pergi. Didorong impuls, Jessy berlari keluar bahkan tanpa memakai sepatu. Dari belakang dirinya memeluk pinggang lelaki yang kekar itu. "Pak Ferdy, aku bersedia." Lelaki itu menoleh, wajahnya datar. Tangannya jatuh di bahu perempuan itu, mencubit ringan. "Lepas bajumu." "Hah?" Dengan mulut kecil ternganga, Jessy tampak kebingungan. Tak disadari, ekspresi itu membuat penampilan anggun dan berwibawa sang lelaki retak, seketika berubah seperti seekor binatang liar yang buas ....
Bab Sebelumnya
1/24Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.