Bab 502
"Menurutku, organisasi nggak akan melakukan ini, tapi lebih seperti tindakan para pemberontak," kataku dengan nada serius.
Davin mengangguk, sepertinya dia juga sepemikiran denganku.
"Polisi sedang bernegosiasi dengan para penculik dan memastikan keselamatan semua orang di kapal. Totalnya ada ribuan orang di kapal itu. Selain lebih dari seratus orang-orang kaya, ada juga penyanyi, selebriti, penari, pelayan, koki, pelaut, dan masih banyak lagi ... "
Siapa sangka, pesta meriah di kapal pesiar mewah yang dihadiri lebih dari seribu orang malah berubah menjadi permainan teror yang menegangkan.
Orang-orang dari keluarga kaya itu mungkin tidak pernah membayangkan bahwa menghadiri pesta di kapal pesiar mewah malah akan menuntun mereka melalui peristiwa yang begitu mengerikan.
"Kamu juga anggota Kamar Dagang, 'kan? Kenapa nggak ikut?" Aku memicingkan mata, memandang Lennon dengan tatapan menyelidik. "Jangan-jangan, kamu sudah tahu soal ini?"
"Entahlah, mungkin karena hatiku sangat lembut dan khawatir dengan kondisi kakak iparku, jadi aku ke sini untuk menjengukmu. Akhirnya aku tertinggal, nggak sempat naik kapal," jawab Lennon sambil tersenyum.
Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang akan percaya dengan kata-katanya barusan.
"Kalau nggak mau diajak bicara, silakan keluar," usirku sambil menunjuk ke arah pintu dengan tegas.
"Jangan ketus begitu, dong, Kak Shani." Lennon mulai berani melangkah, berjalan mendekati tempat tidur. "Baiklah, aku mengaku ... aku memang sudah menduganya. Jangan lupa, aku ini genius."
Melihat ekspresi kesal yang terpancar jelas di wajahku, Lennon tertawa dan akhirnya berkata, "Setiap anggota Kamar Dagang menerima undangan untuk naik kapal pesiar dan isi undangan itu adalah perintah kepada semua anggota Kamar Dagang untuk ikut. Aku merasa undangan itu aneh, jadi pasti ada yang nggak beres ... "
"Ada orang yang sengaja meretas situs web Kamar Dagang, menyalahgunakan informasi internal, dan mengirimkan undangan ke setiap anggota Kamar Dagang di Kota Hairo." Semakin menjelaskan, nada suara Lennon semakin serius. "Kelompok pemberontak ini semakin keterlaluan."
Mereka bahkan sampai meretas situs web Kamar Dagang.
"Heh! Orang-orang ini memang naif, nggak sepintar kamu," komentarku sambil tertawa sinis. "Lalu, apa hubungannya dengan kami? Nggak ada imbalan yang cukup untuk membuat kami ikut campur."
Aku menanggapi penjelasan Lennon dengan malas, lalu kembali berbaring di tempat tidur rumah sakit.
"Kudengar, CEO Perusahaan Zendrato juga akan ada di sana malam ini," kata Lennon tiba-tiba sambil tersenyum penuh arti.
Aku langsung duduk tegak, menatap Davin dengan ekspresi terkejut.
Aku nyaris saja melupakan hal penting ini.
Davin dan CEO Perusahaan Zendrato sedang menjalin kerja sama, 'kan?
Orang itu tidak boleh mati sekarang. Kalau sampai nyawanya melayang, kami tidak akan punya kesempatan lagi untuk mendekati pemimpin organisasi.
Lennon sepertinya sudah tahu hal ini, itu sebabnya sekarang dia tersenyum lebar sambil memandangku.
"Apa lihat-lihat? Kita nggak bisa naik kapal sekarang, jadi percuma saja."
Rasanya tidak nyaman ditatap oleh Lennon dengan tampang liciknya itu.
"Persediaan air dan makanan di kapal itu hanya cukup untuk bertahan selama dua minggu. Setelah itu ... kekacauan apa yang akan terjadi di kapal itu nanti?" Lennon tampak berpikir. "Pada saat itu, nggak akan ada lagi kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Apa gunanya status sebagai anggota keluarga kaya pada situasi kacau seperti itu?"
Aku tertegun sejenak, memikirkan perkataan Lennon. Sebenarnya, skenario apa lagi yang ingin dimainkan oleh para pemberontak kali ini?
"Para penculik memberikan syarat kepada polisi. Kalau mau membawa kembali anak-anak yang diculik di kapal, mereka harus menyerahkan orang-orang yang ada dalam daftar nama yang sudah mereka buat." Tanpa ragu, Yoga menyerahkan daftar itu kepada Davin. "Yesa yang mengirim ini. Di situ tertulis namamu, aku, Davin, Clara, Ben, Yesa, Dara ... Sepertinya nama kita semua ada di daftar ini."
Aku menarik napas dalam-dalam. Jemariku mulai bergetar, menahan emosi yang memuncak. Apa lagi yang mereka inginkan sekarang?
Terserah kalau mereka mau memainkan permainan sialan seperti ini, tetapi kenapa selalu melibatkan kami?
"Permainan kali ini lebih menarik karena melibatkan aku." Lennon tersenyum sambil memicingkan mata penuh arti. "Aku lumayan menantikan keseruan ini. Jadi, Kak Davin, Kak Shani, bagaimana kalau kita naik kapal itu bersama-sama?"
Napasku terengah-engah, masih sedikit sulit untuk bernapas. "Aku sedang sakit, nggak bisa pergi."
Aku baru saja lolos dari maut, tetapi malah diundang dalam permainan maut lain.
"Kalau Shani nggak mau, aku juga nggak mau," Davin menimpali dengan tenang.
"Kalau nggak ikut, CEO Perusahaan Zendrato akan mati, lho. Kak Shani, kamu nggak penasaran siapa sebenarnya CEO Perusahaan Zendrato?" Lennon masih belum menyerah memancingku ikut campur dalam masalah ini.
"Masalahnya, Ben pasti nanti akan datang meminta bantuan kalian karena ... ada dua puluh penari cilik di kapal itu. Mereka adalah bintang tamu yang akan tampil di pesta malam ini. Anak-anak ini nggak bersalah. Mau nggak mau, kita harus naik kapal supaya bisa membebaskan anak-anak itu."
Yoga menghela napas pasrah.
Kali ini kapal pesiar kematian ... Amarahku benar-benar terpancing sekarang.
Siapa sebenarnya pemimpin di balik para pemberontak ini? Cuma orang-orang sakit jiwa dan sadis yang terpikirkan rencana gila seperti ini.
(Penulis: Kali ini tidak ada kesalahpahaman antara Davin dan Shani, ya! Giliran Shani memanjakan Davin hehehe.)