Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

Saat bangun, dia sudah terbaring di sebuah ranjang asing. Rosie yang masih setengah sadar melihat tempat asing itu. Kemarin ada jamuan makan departemen dan dia tidak sadar minum kebanyakan. Lalu .... Tangannya bergetar, otaknya langsung jernih. Suara erangan berat pria yang seperti panggilan maut masih terngiang di telinganya. Dia buru-buru menghentikan pikirannya, hanya ingin segera pergi dari tempat penuh dosa ini. Dia memungut kemeja putih yang sudah terkoyak di lantai. Memangnya ini masih bisa dipakai keluar? Dengan tangan gemetar, dia melempar pakaian itu ke samping. Di sisi ranjang, ada satu set pakaian bersih. Jelas ditinggalkan oleh orang itu. Itu adalah setelan kerja wanita. Dia segera memakainya, meski bukan gaya yang biasa dipakai, sepertinya hanya asal beli untuk keperluan darurat. Dia menemukan lehernya bersih, tapi di bawah tulang selangka penuh bekas. Huh! Apakah dia harus memuji pria ini jantan? Pria itu seolah takut orang lain tahu dia tidur dengan seseorang! Rosie menghela napas, keluar dari kamar mandi dan menengok sekeliling. Ini sebuah apartemen besar, seperti tidak ada orang yang tinggal di sini karena tidak ada jejak kehidupan. Tidak seperti hotel, tapi juga mirip hotel. Rosie mengambil tas di sisi ranjang, lalu keluar. Benar saja, ini bukan hotel. Begitu pintu terbuka, yang terlihat adalah ruang tamu luas. Seorang pria yang tidak asing masuk dalam pandangannya. Dia memakai earphone dan duduk di sofa dengan laptop di atas bantal yang disangga di pangkuannya. Dia tampak santai dalam balutan baju rumah hitam. Begitu mendengar suara dari kamar, pria itu mengangkat matanya. Ternyata orang itu adalah bosnya, Carlo Abner .... Bukankah dia dijuluki bos dingin tanpa hasrat? Tapi dari kejadian semalam, jelas bukan tanpa hasrat, malah seperti serigala kelaparan puluhan tahun. Rosie terkejut, saat hendak bicara, Carlo lebih dulu buka mulut. "Aku sedang rapat." Suaranya rendah. Rosie buru-buru tutup mulut, paham maksudnya. "Sini, sarapan." Dia sedikit menunduk, mendorong air madu di hadapannya, menggesernya ke arah sarapan lain di atas meja. Hanya saja Carlo tidak sadar, saat dia membungkuk bekas merah di lehernya tertangkap kamera dan dilihat para petinggi yang sedang rapat. Rosie panik sampai wajahnya memerah. Itu pasti bekas yang dia tinggalkan semalam. Dia sungguh berharap di sini hotel, jadi begitu keluar, bisa langsung pulang. Dia duduk dengan gemetar, tatapannya gelisah, tidak berani menatapnya. Rosie hanya bisa menurut, minum air madu lalu makan sandwich yang sama persis seperti punya Carlo. Carlo terkenal dingin, baik sifat maupun sikapnya, dingin segalanya. Sepertinya Rosie benar-benar bertemu masalah besar sekarang. Dia pasti salah naik mobil semalam. Meski salah, tapi bos dingin ini tidak mungkin salah mengenali orang, 'kan? Tidur dengan karyawan sendiri, apa dia tak takut reputasinya hancur? Lima belas menit kemudian, rapat selesai. Carlo menutup laptop, baru setelah itu mulai sarapan dengan santai. "Maaf, aku nggak tahu kamu pertama kali, jadi agak kasar." Nada suaranya tetap datar, tanpa ekspresi sama persis seperti saat rapat. "Uhuk uhuk ...." Rosie yang sudah berusaha tenang, wajahnya kembali merah padam. Kenapa masalah tidur meski diungkit lagi! "Dokter keluarga akan datang sebentar lagi, kamu tunggu dulu sebelum pulang." Astaga, habis main langsung dibereskan. Apakah dia takut dirinya hamil dan merebut warisannya? Rosie menghabisi susunya, tidak tahu harus menjawab apa. Carlo makan dengan cepat, sebentar saja sudah selesai. "Kamu tunggu di sini, aku masih harus ke kantor. Aku suruh Samuel antar kamu pulang." Rosie buru-buru menyela, "Pak Carlo, aku pulang sendiri saja, nggak perlu repot." "Kamu menyalahkanku karena performaku semalam nggak cukup baik?" Carlo mengangkat mata, seolah teraniaya. "Hah?" Entah kenapa, jantung Rosie berdetak kencang. Dia mana berani! Rosie kehabisan kata-kata, tidak tahu bagaimana membantah ucapannya itu. Baru kali ini dirinya kalah adu mulut. Kalau bukan karena dia bos, sudah dari tadi Rosie merobek mulutnya. "Pak Carlo, Dokter Natalie sudah datang." Seorang pelayan tua muncul. Carlo tidak bicara, hanya menatap Rosie. Rosie memang cantik, kulitnya putih bersih, rambut pirang indah yang alami. Dia keturunan campuran, kecantikannya tak terlukiskan. Bentuk tubuhnya proporsional, tipe wanita idaman banyak pria. Rosie merasa tidak nyaman ditatap begitu. Wajahnya yang sudah merah semakin panas. "Ikut aku." Carlo berkata, helaan napasnya hampir tak terdengar. Rosie menurut, siapa suruh dia terlibat dengan bos besar di dunia fashion. Mereka kembali ke kamar yang menjadi medan perang sengit semalam. Rosie merasa tegang dan telapak tangannya berkeringat melihat ranjang itu. Tapi kamar itu sudah dibersihkan pelayan tadi. Seorang dokter wanita masuk, kemudian Carlo keluar sambil menutup pintu. Rosie sempat mengira dia akan diberi pil pencegah kehamilan atau suntikan, tapi ternyata bukan. Untungnya salep yang diberikan benar-benar bisa meredakan rasa sakit. Selama proses itu Rosie menutup wajah karena merasa sangat malu. Saat dia keluar, Carlo sudah tidak ada. Yang menunggunya hanya Samuel. Samuel sebaya dengannya, sama-sama berumur dua puluh dua tahun, lulusan universitas yang sama. Mereka diwawancara bersama, masuk kerja bersama, tapi beda posisi. Samuel satu-satunya asisten Carlo, bisa dibilang orang kepercayaannya. Rosie berdiri di samping mobil dan melihat Samuel yang menyengir di kursi sopir. Rosie merasa sangat malu. Begitu duduk di mobil, dia menatap kaca jendela dan bergumam, "Semalam, aku salah naik mobil ya?" "Iya, calon Nyonya Abner." Samuel menggodanya, lalu mulai menceritakan dengan penuh semangat. Selama ini aku nggak pernah melihatmu minum sebanyak itu. Semalam kamu salah masuk mobil, begitu masuk langsung memeluk bos. Lalu menciumnya dengan ganas! "Semalam Pak Carlo juga minum sedikit, tapi bos sama sekali nggak berani bergerak. Kamu juga tahu dia punya OCD. Kamu juga merobek kemejanya dan beberapa kancing terlepas." "..." Rosie menunduk, mendengarkan sambil membayangkan adegan itu di kepala. "Sebenarnya bos ingin mengantarmu pulang, tapi karena mempertimbangkan kamu tinggal sendiri dan takut kamu nggak mengerti keadaan sendiri, jadi dibawa ke rumah bos." "Hehe ...." Dia tersenyum kaku. "Jadi, kamu sama bos ...." Samuel menatapnya dari atas ke bawah. Harus diakui, Carlo memang punya pertimbangan matang, leher Rosie tetap bersih, tidak ada bekas apa pun. "Seperti yang kamu lihat." Rosie menunjuk lehernya yang bersih. "Kelihatannya bos benar-benar pria sejati." "Benar ...." Rosie memanjangkan kalimat itu. Pria sejati, pria sejati palsu.
Bab Sebelumnya
1/100Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.