Bab 2
Hari pertama setelah libur nasional, pekerjaan semua orang jadi agak ringan, banyak yang mulai cuti.
Namun masih banyak pekerja keras yang bekerja, contohnya Rosie.
Rosie tidak membiarkan Samuel mengantarnya sampai ke depan kantor, karena ini mobil bos. Kalau ketahuan orang lain, repot nanti.
Dia turun di dekat kantor, lalu diam-diam mampir ke apotek untuk membeli obat pencegah kehamilan.
Meskipun tidak tahu apakah Carlo melakukan pencegahan, tapi dia tetap minum untuk berjaga-jaga.
Saat ini, ponselnya berbunyi.
Itu nomor telepon pacarnya sekarang, Hayden Kamil.
"Hmph ...."
Rosie merasa jijik melihat nama itu dan tersenyum sinis.
Hayden dan Rosie sudah pacaran lima tahun sejak kuliah.
Rosie seorang kutu buku, lompat kelas beberapa kali, baru ketemu Hayden yang tiga tahun lebih tua.
Dua tahun lalu Rosie ikut ibunya pindah ke luar negeri untuk sekolah, hubungan mereka jadi LDR. Tapi sayangnya Hayden tidak bisa menahan diri, malah selingkuh dengan sahabat Rosie yang ada di dalam negeri.
Rosie tidak mengungkap hubungan itu karena dia tidak mau buang waktu dengan mereka dan langsung memberikan pukulan telak.
Dia tidak angkat, langsung memutus panggilan itu. Saat akan mematikan layar, muncul notifikasi teman baru di WhatsApp.
[Carlo]
Dia tercengang dan melihatnya beberapa detik dan berpikir salah lihat.
Dia akan menambahkannya dengan status apa? Bos? Teman tidur?
Dia menggigit bibir, menolaknya.
Rosie seorang desainer pakaian, baru setahun bekerja di Carlomase Fashion. Dia hampir tidak pernah mengobrol dengan pimpinan lain selain direktur.
Carlomase Fashion adalah perusahaan fashion terbesar di Kota Ampera, bahkan penjualannya sampai ke luar negeri. Bos besar seperti Carlo biasanya sulit ditemui.
Semalam murni kecelakaan. Fashion show liburan nasional kemarin memecahkan rekor, makanya Carlo datang.
Pesan dari departemen desain, [Sepuluh menit lagi rapat di ruang rapat.]
"!!" Rosie buru-buru berlari ke kantor.
...
Di dalam gedung Carlomase Fashion.
Di lift, dia bertemu sahabat baiknya.
"Rosie, bukankah kamu paling nggak suka pakai baju formal? Kenapa hari ini tiba-tiba pakai setelan kantor?"
Erin Yamato juga desainer, dia mengamati Rosie dari atas ke bawah.
Benar, Rosie tidak suka setelan kantor ....
Dia pura-pura tenang dan menarik setelannya.
"Untuk menonjolkan keunggulan pekerjaanku, aku harus menampilkan kualitas asli di depan mata."
"Ckck ...." Erin melihat bagian depannya, lalu memukul bokongnya. "Pria yang menikahimu pasti sangat beruntung!"
Ah ....
Sakit! Kawan!
Rosie hanya menggertakkan gigi, tidak berkata apa-apa.
Saat pintu lift akan menutup, muncul tangan yang menahan pintu.
Samuel memiringkan badan, di belakangnya Carlo masuk dengan setelan hitam.
Rosie dan Erin otomatis bergeser ke samping.
Rosie menelan ludah. Carlo berdiri di sampingnya dan Erin di depan Rosie.
Rosie tidak berani menatapnya. Entah karena ruang sempit atau efek tekanan dari bos, dia merasa sulit bernapas.
Pipinya memerah sampai telinga.
Jarak keduanya sangat dekat, tidak enak menjauh darinya.
Rosie masih bisa mencium aroma samar kayu cendana dari tubuhnya, sama seperti semalam, sangat harum.
Dia menggigit bibir, memaksa dirinya tenang agar tidak memikirkan kejadian semalam.
Akhirnya, lift berhenti di lantai 28, bagian departemen desain. Rosie dan Erin langsung kabur keluar.
"Menakutkan sekali!" Erin memegangi dada sambil berkata pelan.
"Semalam setelah jamuan selesai, aku melihat ada wanita di mobil Pak Carlo. Astaga! Kamu nggak tahu, wanita itu memeluk leher Pak Carlo sambil terus menciumnya! Dia sama sekali nggak menolaknya! Menurutmu, apakah bos dingin tanpa hasrat itu akhirnya nggak bisa menahan godaan juga?"
"..." Muka Rosie langsung merah, biasanya dia paling suka gosip seperti ini. Namun sekarang gosip balik ke dirinya, dia sama sekali tidak berani bicara sepatah kata pun.
"Benarkah?"
"Lalu aku kirim pesan ke Samuel, tapi mulutnya sangat rapat, nggak ngomong sepatah kata pun." Erin mengenakan kartu identitas dan merapikan buku catatannya.
Sepuluh menit kemudian, semua orang berkumpul di ruang rapat.
Orangnya tidak banyak, karena banyak yang cuti.
Rapat kali ini untuk mengevaluasi kegiatan pameran.
Pertama-tama, direktur bagian desain yang terkenal tampan, Nathan Sirait yang bicara.
Dia sangat percaya diri dengan hasil kerjanya kali ini. Semua orang bilang bonus tahun ini pasti dia yang paling banyak.
Entah kenapa, Rosie merasa dia punya niat lain.
Katanya evaluasi, tapi sebenarnya ingin dipuji.
Akhirnya, mata Nathan tertuju pada Rosie.
"Yang paling harus kita ucapkan terima kasih adalah Bu Rosie. Tahun ini karya yang paling banyak dipakai adalah desain Bu Rosie dan yang paling laris juga karya Bu Rosie ...."
Rosie hanya tersenyum tipis, semalam kupingnya sudah hampir kapalan mendengar pujian seperti itu. Jadi tidak mau mendengarnya lagi.
Kemampuan Nathan memang tidak bisa dipungkiri, dengan sifatnya yang ceria dan sedikit genit, kerjanya sangat terampil, banyak yang suka bekerja dengannya.
Tapi Rosie tidak suka, karena dia sering memperlihatkan ketertarikan pada Rosie dan ingin menaklukkan Rosie.
Rapat selesai tidak lama kemudian, Samuel kebetulan mengetuk pintu ruang rapat.
"Bu Rosie, Pak Carlo meminta Anda ke kantor CEO."
"..."
Ruangan langsung hening, Rosie yang setengah mengantuk, bisa merasakan belasan mata menatapnya.
Kantor CEO ada di lantai paling atas yakni lantai 30 yang hampir tidak ada yang pernah ke sana. Biasanya rapat di lantai 29, lantai 30 adalah tempat misterius.
Orang-orang menyebutnya neraka.
Waktu itu ada seorang asisten keluar dari kantor CEO dengan lengan terkilir.
Bahkan asisten sebelumnya, kaki kirinya sampai patah dan dibopong keluar ....
Makanya Samuel yang masih muda, bisa menempati posisi itu.
"Pak Samuel, tahu nggak apa yang terjadi?" Nathan tampak melindungi bawahan.
Semua orang serentak menatap Samuel.
Meskipun sudah tahu Samuel kemungkinan besar tidak akan bicara, mereka tetap ingin membaca sesuatu dari matanya.
"Nggak tahu." Mulut Samuel lebih keras daripada batu, sama sekali tidak bisa dibuka.
"Baiklah."
Wajah Rosie memerah seharian, tidak bisa hilang. Seluruh pikirannya masih dipenuhi bayangan Carlo yang seperti serigala lapar semalam.
"Bu Rosie, sepertinya kondisimu kurang bagus, wajahmu terlihat merah sejak pagi. Mau izin libur dulu untuk istirahat?"
Nathan memang selalu perhatian dengan semua bawahannya, jadi tidak ada yang merasa aneh.
"Nggak perlu, aku pergi sebentar saja. Kalau aku nggak kembali, anggap saja naskah di kantor sebagai warisan untuk kalian."
Rosie menghela napas, merapikan buku catatan rapat, lalu keluar.
Dia mengikuti Samuel masuk ke lift. Lift ke lantai 30 perlu pemindaian wajah atau kartu, orang biasa sulit ke sana.
Samuel memindai wajah dan lift perlahan naik.
"Di sini nggak ada orang, kamu bisa kasih tahu aku nggak, kenapa Pak Carlo mencariku?" Rosie bingung.
"Dia nggak bilang apa-apa, tapi suasana hatinya terlihat bagus.
Huh ....
Tentu saja suasana hatinya bagus, entah berapa kali dirinya senang semalam.