Bab 409
Yunia sangat sadar diri terhadap batas kesungkanannya. Dia tidak akan pernah menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Sandy secara terang-terangan di hadapan keluarga Febrianto.
Sambil tetap memasang senyuman, Yunia beranjak untuk membantu Lidya duduk di kursi samping ranjang bangsal.
"Nggak apa-apa, kok, Nenek Lidya. Gimanapun, sebagai anak perempuan, aku pasti lebih perhatian dan lembut."
Ucapan itu bagai sembilu yang nyaris menikam hati. Lidah tajam Yunia seakan menyindir kalau Sandy tidak punya hati nurani ... jelas, mustahil dia bisa merawat seorang pasien.
Lidya hanya tersenyum sinis, lalu melemparkan tatapan ke arah Lily.
Aduh, cucu menantuku ini, kenapa makin hari tampangnya berubah terus, ya?' pikir wanita tua itu dalam hati.
Hari demi hari, kalau nggak makin kurus, ya makin lesu. Wajahnya selalu kelihatan nggak bertenaga dan tersiksa begitu.'
Padahal, dulu wajahnya masih bulat berisi. Sekarang, malah tirus dan lancip banget.'
"Tanganmu masih sakit, Nak? Coba minta obat paling ma

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda