Bab 9
Tiga hari berikutnya benar-benar terasa seperti neraka bagi Mega.
Pukulan, tendangan, pentungan, makian ... semua itu menghujani tubuhnya yang sudah dipenuhi luka.
Mega bagai sebuah samsak yang tak berakal, menanggung semua kemarahan dan kekerasan yang seharusnya diterima oleh Sandra.
Darah mengaburkan pandangan Mega. Rasa sakit yang dahsyat menggerogoti kesadarannya. Hanya amarah membara di dalam hati yang menopangnya agar tidak ambruk.
Pada hari ketiga, ketika dia dibuang seperti onggokan sampah dan dalam keadaan berlumuran darah, Mega menatap langit kelabu dan justru terkekeh pelan. Makin lama, air mata bercampur darah mengalir deras.
John, tega sekali pria itu ....
Ketika tersadar kembali, Mega masih berada di rumah sakit.
Asisten John berdiri di sisi tempat tidur dengan ekspresi maaf yang formal. "Nyonya, Pak John sudah berpesan, sebagai permintaan maaf atas penganiayaan yang Nyonya terima kali ini, dia sudah memesan banyak hadiah kompensasi untukmu. Harap Nyonya jangan marah lagi. Pak John ... karena Nona Sandra kali ini juga mengalami trauma, Pak John menemaninya berlibur ke pulau untuk menenangkan diri. Diperkirakan akan pulang seminggu lagi."
Mega mendengarkan dengan mati rasa. Matanya menatap bengong ke langit-langit, tidak memberi respons apa pun.
Melihat keadaannya, asisten itu tampak ragu sejenak, lalu tak kuasa berbisik memberi nasihat, "Nyonya, sebenarnya ... dari sudut pandang kami, masih ada tempat untukmu di hati Pak John. Mungkin perasaannya terhadap Nona Sandra hanya sekadar kesenangan sesaat. Setelah bosan, pasti Pak John akan tersadar ...."
Mega tetap diam, seolah-olah tak mendengar sepatah kata pun.
Hatinya sudah mati. Tak ada lagi kata-kata yang bisa membangkitkan gelombang perasaan dalam dirinya.
Asisten itu menghela napas, lalu pergi dengan perasaan tak berdaya.
Kemudian, Mega menjalani pemulihan di rumah sakit sendirian, mengikuti pengobatan dengan penuh kepatuhan, serta dalam keheningan yang tak biasa.
Di tengah masa penyembuhannya, pengacara menghubungi Mega untuk memberitahukan bahwa masa tunggu perceraian mereka telah berakhir dan mereka bisa secara resmi mengambil akta cerai.
Di hari yang sama saat menerima panggilan tersebut, Mega segera mengurus proses keluar dari rumah sakit.
Mega langsung pergi ke kantor catatan sipil untuk mendapatkan lembaran akta cerai berlapis map merah yang melambangkan pembebasannya.
Kemudian, sekembalinya ke vila, Mega dengan tenang meletakkan akta cerai milik John ke meja teh di ruang tamu. Dia membawa koper yang sudah lama dipersiapkannya dan pergi tanpa menengok ke belakang.
Mega menjemput ibunya yang kondisi kesehatannya makin membaik. Tanpa sedikit pun rasa berat hati, mereka bergegas menuju bandara dan naik pesawat menuju negara yang jauh. Segala sesuatu tentang Kota Jinberon, bersama pria yang pernah dicintainya tetapi kemudian begitu dibencinya, sepenuhnya dia tinggalkan di belakang.
Seminggu kemudian, di pulau yang cerah.
Setelah menemani Sandra menghilangkan stres selama seminggu dan melihatnya akhirnya kembali ceria, John memutuskan untuk pulang.
Saat mobil berhenti di depan vila, Sandra menatap pintu gerbang yang megah itu dan bertanya dengan khawatir, "John, kamu menyuruh Bu Mega menggantikanku menerima siksaan yang begitu berat ... apa dia akan sangat marah padaku? Apa dia akan balas dendam padaku nanti?"
John mengusap kepala Sandra, lalu berkata dengan nada meyakinkan dan penuh kasih sayang, "Tenang, ada aku. Kalau dia berani merundungmu, aku nggak akan membiarkannya."
Setelah itu, John menggandeng tangan Sandra dan perlahan mendorong pintu vila terbuka.
Namun, sosok yang biasanya selalu menunggu dengan patuh di dalam meski terluka parah itu tidak terlihat.
Ruang tamu yang luas terasa lengang dan sunyi, tanpa jejak kehidupan.
Semua barang milik Mega, fotonya, bantal kesayangannya, buku-buku profesional yang biasa dia taruh di meja ... semua itu raib tanpa bekas.
Hanya terdapat sebuah map baru berwarna merah menyala di atas meja tengah ruang tamu.
John melepaskan tangan Sandra, lalu berjalan pelan mendekat untuk mengambil map itu.
Dua kata bercetak tebal di map itu bagai besi membara yang menghujam dalam di hatinya ....
Akta Cerai.