Bab 4
Jason terdiam sejenak, sementara aku menatap layar ponsel dengan gugup.
Setelah beberapa saat, pria itu menjulurkan lidah untuk menjilati celah di antara dua gundukan seputih salju itu.
"Besok aku nggak masuk kerja. Rasanya luar biasa, sungguh luar biasa," kata pria itu.
Tiba-tiba terdengar musik yang memekakkan telinga di ruang kerja. Getaran ponsel Stella memecah suasana sensual tadi.
Itu adalah panggilan dariku. Begitu Stella melihat siapa yang menelepon, dia segera mundur dengan panik, buru-buru mencari pakaian untuk menutupi dirinya.
"Stella, di luar akan turun hujan. Jangan lupa untuk mengambil pakaian," kataku.
"Pakaian? Pakaian apa? Kita nggak mencuci pakaian sama sekali," balas Stella.
"Bukankah tadi malam kamu mencuci pakaianmu bersama pakaian kami, lalu kebetulan bertemu Jason yang sedang turun untuk minum air?" tanyaku.
"Ah, aku sudah mengangkatnya tadi pagi." Stella jelas tampak gugup, bahkan bicaranya tidak lancar.
"Benarkah? Di mana kamu menyimpan kebaya sutraku? Ambil fotonya dan tunjukkan padaku," ujarku.
"Halo, sinyal di sini buruk. Aku tutup dulu teleponnya," kata Stella.
Layar menjadi hitam. Ketika aku menelepon lagi, yang aku dengar hanyalah nada sibuk.
Ini artinya, Stella mendengar suara Jason turun tangga, sengaja melepas pakaiannya, lalu membiarkan suamiku melihatnya.
"Aku berencana menginvestasikan 100 miliar untuk mendirikan perusahaan agensi kreator yang berfokus untuk mempromosikan Stella."
Setelah kembali ke rumah, Jason mengumumkan berita ini padaku dengan nada serius.
"Jason, apa kamu sudah gila?" tanyaku.
Pria itu bukannya tidak pernah melihat gadis muda dan cantik di berbagai acara sosial itu. Bagaimana bisa Jason terpengaruh dan menghabiskan begitu banyak uang hanya karena rayuan Stella?
"Kamu nggak perlu menasihatiku. Industri siaran langsung dan media sosial sedang berada di puncaknya, aku memang berniat berinvestasi di sektor ini. Lagi pula, identitas Stella sebagai asisten rumah tangga di keluarga kaya sudah menarik perhatian dengan sendirinya," kata Jason sambil menggosok punggung tangan Stella yang putih dengan lembut.
"Pak ... Pak Jason, ini .... Aku nggak tahu harus mengatakan apa. Terima kasih!" Stella sangat terharu sampai sudut matanya berair. Dia berulang kali mengusap air matanya dengan celemek.
Pada malam pertama aku kembali, Jason tidak naik ke atas untuk tidur.
Setelah makan malam, pria itu beralasan bahwa pekerjaannya sangat sibuk, jadi dia harus mengerjakan dokumen hingga larut malam. Dia menyuruhku segera naik untuk tidur. Namun, hingga pukul dua pagi tidak ada suara sama sekali dari lantai bawah, seolah tidak ada orang di sana.
Aku meraih jaket, ingin turun untuk melihat apakah pria itu membutuhkan camilan malam. Namun, lampu ruang kerjanya mati, tidak ada siapa-siapa di dalam.
Pintu kamar Stella juga terbuka, sementara di dalamnya tampak gelap gulita.
Ketika melihat keluar dari jendela kaca, lampu di garasi vila ternyata menyala terang, tampak sangat mencolok di malam yang gelap.
Aku membuka pintu garasi dengan hati-hati. Barisan mobil mewah di dalamnya tampak tenang, tidak ada yang aneh.
Aku berpikir mungkin Jason lupa mematikan lampu saat pulang tadi. Ketika aku hendak pergi, tiba-tiba terdengar suara erangan seorang wanita di udara.
Aku mengikuti sumber suara, melihat mobil Rolls Royce yang ada di sudut terus bergoyang. Di kursi belakang, ada dua sosok yang saling tumpang tindih dan naik turun.
Aku menahan keterkejutanku sambil melangkah mendekat sedikit. Lampu pijar di tempat parkir bawah tanah menembus kaca jendela mobil. Aku melihat wajah Stella yang memerah penuh gairah, sementara Jason tampak mabuk kepayang karena kenikmatan!
Air mata langsung membanjiri mataku. Aku menggigit bibirku, lalu melarikan diri dari garasi secepat mungkin.