Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Saat kembali sadar, Viandina sudah terbaring di ranjang rumah sakit. Mervis berdiri di samping tempat tidur, wajahnya kelam. Begitu melihat Viandina membuka mata, bukannya menunjukkan kekhawatiran, pria itu justru segera menghardik, "Viandina! Kamu jelas bisa berenang, kenapa nggak bisa segera menyelamatkan Kak Rilia? Bahkan hampir menyeretnya ikut tenggelam!" Viandina membuka mulut, ingin menjelaskan bahwa saat itu betisnya kram, tetapi Mervis sama sekali tidak memberinya kesempatan. "Aku tahu belakangan ini karena Kak Rilia, kamu sering kuabaikan, dan kamu menyimpan rasa kesal!" Nada suara Mervis terdengar dingin, mengandung vonis yang tak bisa dibantah. "Tapi bagaimana bisa kamu main-main dengan keselamatan nyawanya?" Viandina menatapnya, semua kata yang ingin diucapkan tersangkut di tenggorokan, akhirnya berubah menjadi keheningan mutlak. Pria itu sudah menjatuhkan vonisnya di hati. Apa pun yang Viandina katakan, hanya akan dianggap sebagai pembelaan kosong. Melihatnya diam, Mervis mengira Viandina merasa bersalah dan mengakui kesalahannya. Dia mengusap pelipis dengan gelisah. "Jaga dirimu sendiri. Kak Rilia masih syok, aku harus menemaninya." Setelah itu, dia berbalik pergi tanpa sedikit pun menoleh. Viandina berbaring menatap langit-langit yang berwarna putih pucat, hatinya sudah mati rasa hingga tak lagi mampu merasakan sakit. Pada hari dirinya keluar dari rumah sakit, di depan pintu, dirinya berpapasan dengan Mervis yang datang menjemput Yurilia. Yurilia menggandeng lengan Mervis dengan akrab. Saat melihat Viandina, wanita itu tersenyum dan berterima kasih, "Dina, terima kasih untuk hari itu. Kalau bukan karena kamu, mungkin aku sudah tenggelam dan mati." Mervis di sampingnya mendengarnya dan tampak tak senang. "Kamu cuma berterima kasih padanya, nggak padaku?" Yurilia terkekeh, memandang Mervis dengan lembut dan manja, lalu mengusap rambutnya. "Baiklah, aku juga berterima kasih padamu, penyelamatku." Sambil berkata begitu, Yurilia berjinjit dan mengecup lembut pipi Mervis. Seluruh tubuh Mervis segera menegang, telinganya memerah dalam sekejap, matanya penuh keterkejutan dan kebahagiaan tersembunyi. Yurilia melihat wajah polosnya itu, tersenyum makin lembut. "Kenapa? Bukankah kamu yang memintaku berterima kasih? Waktu kecil, kalau kamu berbuat baik, bukankah aku selalu memberimu hadiah seperti ini?" Jakun Mervis bergerak naik turun, tetapi dirinya tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Rona merah di telinganya makin pekat. Mervis mengalihkan pandangan dengan canggung, menatap Viandina yang diam di samping, suaranya kembali datar seperti biasa, seolah ingin menutupi kekakuannya yang tadi, "Hari ini Keluarga Purma mengadakan jamuan keluarga. Kamu ikut saja denganku." Viandina secara otomatis ingin menolaknya, tetapi kata-kata itu akhirnya dirinya telan kembali. Karena tiba-tiba dirinya teringat, hari ini adalah hari munculnya fenomena langit tujuh bintang sejajar! Dan dulu, saat dirinya pertama kali menyeberang waktu, tempat dirinya jatuh adalah di taman tersembunyi dekat rumah tua Keluarga Purma, tempat di mana Mervis kebetulan menemukannya saat datang ke jamuan keluarga. Kalau ingin kembali, kemungkinan besar Viandina harus kembali ke titik asal itu. Maka dirinya menekan rasa enggan di hatinya dan mengangguk pelan. Begitu sampai di rumah tua bergaya klasik itu, Mervis membawa Viandina untuk menemui kedua orang tuanya terlebih dahulu. Pak Fardian dan Bu Gina sama-sama menyukai Viandina, terutama Bu Gina. Wanita itu menggenggam tangan Viandina dengan penuh kehangatan, bahkan segera melepas gelang giok warisan keluarga dari pergelangan tangannya yang sangat berharga, dan hendak memakaikannya ke tangan Viandina. "Bibi, ini terlalu berharga, aku nggak bisa menerimanya." Viandina buru-buru menolaknya. Karena sudah memutuskan untuk pergi, dirinya tak mungkin menerima hadiah yang melambangkan pengakuan dan warisan keluarga itu. "Ambil saja, Nak. Ini hanya sedikit tanda hati dari Bibi." Bu Gina bersikeras, dan kebetulan saat itu ada tamu datang, Bu Gina bergegas pergi menyambut. Viandina menggenggam gelang giok berat itu, terasa panas di telapak tangannya. Dirinya berencana mencari kesempatan setelah jamuan selesai untuk mengembalikannya pada Mervis. Saat suasana pesta sedang ramai, Viandina diam-diam meninggalkan tempat duduk, lalu berjalan ke halaman belakang rumah tua yang luas untuk mencari sumur tua yang ada dalam ingatannya. Akan tetapi, sumur itu tak juga ditemukan, malah tanpa sengaja dia berpapasan dengan Yurilia. Viandina tidak ingin menimbulkan masalah, dirinya hanya menunduk sopan dan hendak berjalan memutar pergi. "Berhenti." Yurilia memanggilnya. Langkah Viandina terhenti, dirinya menoleh menatapnya. Tatapan Yurilia jatuh pada gelang giok hijau zamrud di pergelangan tangan Viandina. Senyum lembut di wajahnya segera lenyap, berganti dengan tatapan sinis dan dingin, sama sekali berbeda dengan sosok lembutnya selama ini. Wanita itu tertawa kecil dengan nada mengejek. "Viandina, jangan kira hanya karena kamu memakai pusaka Keluarga Purma, kamu benar-benar akan jadi nyonya masa depan keluarga itu. Kamu tahu 'kan, siapa yang sebenarnya disukai Mervis? Gelang itu, cepat atau lambat, dia akan mengambilnya kembali untukku." Hati Viandina terasa seperti ditusuk jarum, tetapi lebih dari itu, dirinya merasa semua ini menggelikan. Dengan tenang Viandina bertanya tanpa perubahan nada, "Kamu tahu kalau dia menyukaimu?" "Tentu saja aku tahu." Tatapan Yurilia merendahkannya, suaranya penuh kesombongan. "Perasaan si bocah itu padaku begitu jelas, tak bisa disembunyikan. Sejak aku kembali dari luar negeri, setiap tatapan, setiap kata, setiap hal yang dia lakukan ... semua mengatakan bahwa dia mencintaiku. Cinta yang gila, cinta yang rendah diri." Hati Viandina seperti direndam dalam air pahit, nyerinya menyesakkan dada. Dia memaksa diri untuk tetap tenang, dan bertanya dengan suara lembut, "Kalau kamu tahu, kenapa nggak menerima cintanya?" Yurilia seperti mendengar pertanyaan konyol, merapikan rambutnya dengan santai, suaranya mengandung nada tinggi penuh perhitungan, "Kami terpaut sepuluh tahun, dan aku adalah kakak yang dia lihat tumbuh dewasa. Kalau dia mendapatkanku terlalu mudah, bagaimana mungkin dia akan menghargai? Lelaki seperti Mervis, yang berdiri di puncak segalanya, selalu menginginkan hal yang tak bisa dirinya miliki. Jadi tentu saja aku harus membiarkannya menunggu, membuatnya bergantung padaku. Nanti, kalau waktunya tepat, aku akan menerimanya." Yurilia berhenti sejenak, lalu memandang Viandina dengan senyum mengejek. "Sedangkan kamu? Jangan mengira dia benar-benar menyukaimu. Selama tiga tahun aku di luar negeri, setiap kali kami melakukan panggilan video, bukankah dia selalu diam-diam melakukannya di belakangmu? Saat ulang tahunku, hadiah yang dia kirim selalu dipilih dengan hati-hati, bahkan rela membatalkan janji denganmu untuk mengunjungi aku. Setiap kali dia melihatku berbicara dengan pria lain, bukankah dia selalu cemburu sampai marah, lalu melampiaskannya padamu? Viandina, kamu hanyalah alat pelampiasan untuk menenangkan hasratnya padaku!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.