Bab 10
Tiba-tiba turun gerimis pada saat ini. Tetesan air hujan awalnya hanya sedikit, tapi segera berubah menjadi hujan lebat. Para murid segera memungut sampah dan bersiap untuk pergi, tapi mereka tiba-tiba mendengar suara teriakan dari tepi sungai.
"Tolong! Ada orang yang jatuh ke dalam sungai!"
"Orang itu adalah Nessy! Siapa yang bisa menolongnya!"
"Cepat tolong dia!"
Saat mendengar ada orang yang terjatuh ke dalam sungai, semua orang langsung merasa panik.
Felix segera berlari ke tepi sungai, lalu melihat riak di atas permukaan air sungai, samar-samar terlihat sebuah tangan yang muncul di atas air. Saat tangan itu hampir menghilang ke dalam sungai ....
Nyawanya sedang dipertaruhkan!
Felix segera melepaskan pakaiannya tanpa ragu-ragu dan hendak melompat ke dalam sungai untuk menolongnya.
"Felix, apakah kamu gila? Itu adalah air sungai!"
Aldo berteriak dengan keras.
Apalagi saat ini sedang memasuki masa air pasang, air sungai menjadi sangat deras dan berbahaya. Melompat ke dalam sungai untuk menyelamatkan orang itu sama saja dengan mencari kematian.
Felix mengabaikan teriakan Aldo dan langsung melompat ke dalam sungai yang deras, dia berenang dengan lincah bagaikan seekor ikan di dalam air menuju tempat Nessy berada.
Hujan turun semakin deras, ombak sungai yang besar membuat Felix kesulitan untuk menentukan arahnya.
Felix berenang dengan sekuat tenaga berdasarkan pengalaman masa kecilnya di tepi sungai dan kekuatannya yang meningkat selama beberapa waktu ini.
Dia menatap ke arah tempat Nessy menghilang lekat-lekat, lalu melihat sebuah tangan diulurkan dari tengah sungai.
Meskipun sungai ini gelap, Felix bisa melihatnya dengan jelas.
Dia segera berenang ke arah tangan itu dengan cepat.
Pada saat ini, Nessy telah meminum banyak air sungai, kesadarannya mulai mengabur, kondisinya juga kritis.
Nessy tumbuh besar di bawah didikan orang tuanya yang ketat, jadi dia sama sekali tidak pandai berenang. Dia hanya mencoba untuk memungut sampah di tepi sungai, tapi ombak langsung menyeretnya ke dalam sungai.
Suasana di sekitar sangat kacau, Nessy mengira riwayatnya akan tamat pada saat ini.
Tiba-tiba sebuah lengan yang kuat mencengkeramnya dengan erat, setelah itu sebuah kekuatan yang besar mengangkat Nessy dari tengah air. Sebuah suara yang familiar tapi samar-samar bergema di telinganya.
"Pegang tanganku erat-erat. Jangan takut, aku akan menolongmu."
Nessy tidak bisa melihat wajah orang ini dengan jelas, tapi dia mengenali suaranya. Nessy sangat bersemangat sampai ingin meneriaki namanya, tapi begitu membuka mulut, air sungai langsung mengalir dengan deras hampir menenggelamkannya lagi.
Felix memegang Nessy erat-erat untuk berusaha menjaga keseimbangan mereka sambil berenang dengan gaya telentang untuk menghemat energi.
Suara rendahnya kembali terdengar di telinga Nessy.
"Jangan bergerak. Pegang tubuhku pelan-pelan dengan tanganmu, lalu kita akan mengapung ke tepi sungai. Ada oasis di bawah sana."
Nessy mematuhi ucapan Felix. Di bawah bantuan Felix, dia berhenti meronta dan memegang tubuh Felix dengan erat, jadi Felix bisa menjaga keseimbangannya dengan lebih mudah.
Saat ini, Felix bagaikan sepotong kayu mengapung yang tidak bisa tenggelam. Nessy berbaring dengan lembut di atas tubuh Felix sambil menyandarkan kepalanya di dadanya. Nessy bahkan bisa mendengar suara detak jantung Felix yang kuat.
Permukaan sungai masih beriak, tapi Nessy sudah tidak takut lagi, seolah-olah Felix telah memberinya keberanian yang sangat besar.
Entah sudah berapa lama mereka mengapung, hujan akhirnya mereda, permukaan sungai akhirnya menjadi lebih tenang.
"Lihat, itu ada oasis!"
Suara Felix menyadarkan Nessy dari lamunannya.
Saat Nessy mendongak, dia melihat oasis hijau di tengah sungai yang memancarkan tanda-tanda kehidupan.
Nessy mengetahui jika dia tidak akan mati, perasaan ini membuatnya berlinangan air mata.
Felix menopang tubuh Nessy dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain bergerak di dalam air dengan kuat.
Pada akhirnya mereka tiba di pantai. Felix terengah-engah, tapi Nessy terjatuh di atas pasir.
"Apakah kamu bisa jalan?" tanya Felix dengan penuh perhatian.
Nessy menggelengkan kepalanya, kedua kakinya masih terasa lemas karena rasa takut.
Felix ragu-ragu sejenak, lalu menggendong tubuh Nessy yang lembut dengan berani dan berjalan menuju tengah pantai. Saat dia hendak menurunkan Nessy, seluruh tubuh Nessy menggigil kedinginan.
"Aku kedinginan ...."
Felix memeluk Nessy dengan erat, berusaha untuk menghangat tubuh Nessy dengan suhu tubuhnya.
Meskipun Nessy merasa sedikit malu, dia bisa merasakan kehangatan di dalam pelukan Felix. Wajahnya yang cantik memerah, rasa takut di dalam hatinya perlahan-lahan menghilang.
Akhirnya hujan berhenti dan memperlihatkan langit malam yang berbintang. Nessy tidak ingin berlama-lama di dalam pelukan Felix, jadi dia berkata dengan suara yang lembut, "Felix, tolong ... turunkan aku!"
"Baik." Felix menurunkan Nessy dengan enggan. Meskipun tubuh Nessy sudah tidak lagi berada di dalam pelukannya, Felix masih bisa mencium aromanya. Dia merasa sedikit kecewa di dalam hatinya.
Pada saat ini, entah dari mana Felix mengeluarkan korek api. Meskipun sudah terendam di dalam sungai untuk waktu yang begitu lama, tidak disangka korek api itu masih bisa menyala. Setelah itu Felix berlari ke dalam oasis sambil meraba-raba, lalu menemukan kayu bakar yang relatif kering, kemudian dia bakar dengan korek api.
Felix melepas pakaian atasnya, lalu menyerahkannya pada Nessy. "Sebaiknya kamu ganti pakaianmu!"
Ucapannya membuat wajah Nessy tersipu.
Pada dasarnya seorang perempuan dan laki-laki terasa sangat canggung saat berduaan, apalagi dia harus berganti pakaian di depan Felix. Nessy merasa sangat malu dengan hal ini.
Felix juga menyadari jika ucapannya terdengar sedikit tidak pantas, jadi Felix kembali menjelaskan sambil menggaruk kepalanya.
"Aku nggak punya maksud lain, aku cuma takut kamu kedinginan."
Nessy melirik Felix dengan tatapan lembutnya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia memutuskan untuk pergi ke sudut yang gelap. Tidak lama kemudian, Nessy sudah berganti pakaian dan berjalan ke samping perapian.
Pada saat ini, Nessy sudah berganti pakaian. Meskipun semua gadis di masa SMA selalu mengenakan pakaian yang tertutup, hal ini sama sekali tidak bisa menyembunyikan bentuk tubuh Nessy yang indah. Kulitnya terlihat semakin terang di bawah cahaya api unggun, ini benar-benar adalah sebuah pemandangan yang menakjubkan. Felix tidak bisa menahan diri untuk menatap Nessy beberapa kali, tapi segera menyadari perbuatannya dan memalingkan wajahnya. Dia bertanya, "Apakah kamu masih kedinginan?"
Pipi Nessy sedikit memerah, dia mengetahui Felix tidak mungkin memiliki niat buruk padanya, jadi Nessy berjalan ke arah perapian dan berkata, "Aku sudah nggak kedinginan lagi sekarang, terima kasih."
Suasana diselimuti oleh keheningan, masing-masing dari mereka berfokus untuk mengeringkan pakaian mereka.
Setelah hujan lebat berlalu, bulan dan bintang bersinar dengan terang. Oasis itu bahkan dipenuhi dengan rerumputan yang segar, hal ini membuat orang-orang merasa damai dan nyaman.
"Felix, terima kasih sudah menolongku," ujar Nessy untuk memecah keheningan.
Nada bicaranya penuh dengan ucapan terima kasih.
Nessy sangat terkesan dengan keberanian Felix di tengah adegan yang menegangkan di dalam sungai. Dia tidak tahu bagaimana harus membayar utang budi pada Felix karena sudah menyelamatkan nyawanya.
Felix mendongak, dia tersenyum saat melihat tatapan terima kasih di mata Nessy. "Sama-sama, siapa pun yang berada di posisi itu pasti akan bantu kamu."
Hanya saja Nessy menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Kamu sudah menolongku, jadi aku harus balas budi padamu."
Felix menyela ucapannya. "Kamu sama sekali nggak perlu balas budi. Kalau kamu benar-benar mau berterima kasih padaku, kamu bisa ...."
Nessy mengerjapkan matanya dengan bingung, lalu bertanya, "Bisa apa?"