Bab 476
"Oh, begitu ya?" Alice mengambil ponselnya dengan ekspresi penuh arti dan melanjutkan, "Kalau begitu, aku akan memberimu paket hadiah pemula. Sungguh malang nasib Gagak punya penggemar yang menjijikkan sepertimu."
Rowen bingung ketika mendengarnya, sementara Yofie diam-diam menyalakan lilin untuknya.
"Kamu ... "
Yofie takut kalau Rowen berbicara lagi, Alice benar-benar akan pergi dengan marah. Jadi, Yofie pun segera menyelanya, "Ceritakan apa yang ingin kamu katakan."
Rowen menatap Alice dengan marah sehingga membuatnya hampir melewatkan urusan penting.
Dia menahan amarahnya dan mengabaikan Alice, kemudian tersenyum kepada Yofie.
Lalu, Rowen berkata, "Grup Cavali bersedia membayar enam triliun ditambah pembagian keuntungan sebesar dua persen untuk mempekerjakan Gagak demi mengembangkan cip Grup Cavali."
"Gagak punya beberapa konflik dengan Amrida. Apa keluarga Cavali nggak takut?" tanya Yofie dengan sopan.
"Masalah penangkapan?" tanya Rowen. Lalu, dia dengan santai berkata, "Ah, masalah kecil saja, kok. Keluarga Cavali bisa membantu Gagak menanganinya."
Alice sedang mengutak-atik ponselnya. Setelah mendengar hal ini, dia langsung bertatapan dengan Yofie.
Keluarga Cavali pasti sudah melakukan investigasi terlebih dahulu jika mereka ingin bekerja sama dengan Gagak. Keluarga Cavali sangat menghargai reputasi keluarga, tetapi mereka berani mencari Gagak ketika mengetahuinya. Apakah ada sesuatu yang mencurigakan dalam hal ini?
"Bagaimana menanganinya?" tanya Yofie.
Untuk mengekspresikan ketulusannya, Rowen mengucapkan kata-kata yang sama, yang digunakan ayahnya untuk meyakinkan Anis.
Surat perintah penangkapan itu adalah cara penindasan yang sengaja digunakan Amrida untuk menekan Gagak dan memaksanya untuk tunduk.
Setelah mendengarnya, Alice terdiam.
"Wah, gila! Bisa gitu, ya?" seru Yofie dengan kaget.
Bos sangat kuat sampai bisa membuat Amrida menjadi segila itu!
"Jadi, kalau Dewa Gagak bekerja sama dengan keluarga Cavali, keluarga Cavali akan memanfaatkan kekuasaannya di Amrida untuk membantunya mencabut surat perintah penangkapan ini," kata Rowen dengan yakin.
Yofie tidak sabar untuk mencabut surat perintah penangkapan itu sekarang juga. Karena surat penangkapan itu, dia bahkan tidak berani terhubung dalam jaringan. Dia takut diculik dan dipaksa untuk mengungkap keberadaan Gagak.
Dia pun menatap Alice untuk meminta pendapatnya.
"Hanya enam triliun saja?" ujar Alice sambil menunduk dan bermain ponsel.
Nada bicaranya penuh dengan ketidakpuasan.
Yofie hanya bisa terdiam.
Sementara Rowen menggertakkan giginya sambil mengingatkan, "Masih ada pembagian keuntungan sebesar dua persen!"
Enam triliun itu sudah cukup tinggi tahu!
Ada juga pembagian keuntungan jangka panjang sebesar dua persen!
Tidak mungkin hanya mengandalkan Gagak saja untuk mengembangkan cip. Dana penelitian awal yang mencapai ratusan triliun harus diinvestasikan oleh keluarga Cavali. Gagak hanya mengandalkan kemampuan di bidangnya untuk menghasilkan sesuatu yang bisa digunakan dalam jangka panjang!
"Itu saja? Oh, ya, sikapmu itu terlalu menjijikkan, aku nggak ingin menerimanya."
Alice menyimpan ponselnya, lalu mengambil bukunya dan tiba-tiba berdiri. Beberapa saat kemudian, dia berkata kepada Yofie, "Ayo, kita pergi ke Grup XS dan lihat berapa yang akan mereka tawarkan."
"Kamu pikir siapa kamu? Memangnya ini giliranmu untuk membuat keputusan atas nama Dewa Gagak?" tanya Rowen. Dahinya tampak berdenyut.
Lalu, Rowen mengalihkan pandangannya ke arah Yofie sembari berkata, "Tolong Pak Yofie bantu sampaikan hal ini kepada Dewa Gagak."
"Aku dengar katanya saja," kata Yofie sambil berdiri dan mengikuti Alice pergi.
Mendengar kata Alice?
Seorang atasan mendengarkan kata bawahannya?
Apakah dia masih mempunyai pendirian?
Rowen sangat marah. Jika dia tahu akan begini, seharusnya dia langsung meminta kontak Gagak dan berbicara dengannya daripada membuang-buang waktu untuk berbicara dengan dua asisten mereka!
"Oh, ya, jangan lupa cek paket kecilnya," kata Alice sebelum berjalan keluar dari pintu ruangan.
Sementara Rowen meninggalkan ruangan itu dengan marah.
Sepanjang jalan, Rowen melihat ada banyak pelayan yang menatap dirinya dengan tatapan aneh. Ketika dia turun ke lantai dasar, orang yang menatapnya dengan tatapan aneh makin banyak. Bahkan ada yang berbisik-bisik sambil memegang ponsel.
Ekspresi Rowen langsung menjadi muram, kemudian dia bertanya kepada asisten di sebelahnya apa yang sebenarnya terjadi.
Asisten itu pun pergi menyelidikinya. Setelah kembali, ekspresinya tampak canggung. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia ragu untuk mengatakannya.