Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

"Kenapa?" tanya Talita. "Kenapa? Tentu saja karena kamu nggak sadar diri. Sudah berapa lama ibumu meninggal, tapi kamu masih saja menguasai barang-barang Keluarga Wijaya?" "Barang-barang itu seharusnya jadi milikku. Kamu itu cuma anak selingkuhan, apa hakmu menikmati kemewahan milik Keluarga Wijaya!" Talita bisa menoleransi yang lain, kecuali hinaan terhadap ibunya. Dia segera berlari ke depan Kania, suaranya terdengar geram. "Ibuku bukan selingkuhan. Dia sama sekali nggak tahu soal keberadaanmu dan ibumu saat menikah dengan ayah." "Kalian yang menekannya sampai bunuh diri!" Kania tidak menyangka kalau Talita berani membantah. Tangannya sudah terangkat, hendak memukul Talita. Di saat itu juga, pintu ruangan istirahat tiba-tiba terbuka dari luar. Melihat Raka yang datang, Kania jadi punya ide. Dia segera memasukkan kue kacang di atas meja ke dalam mulutnya dengan paksa. Detik berikutnya, tubuhnya terjatuh lemas. Dia mulai mengoceh tidak jelas. "Talita, kenapa kamu memaksaku makan ini, aku alergi kacang ... " Raka segera bergegas menghampiri Kania. Dia bahkan mendorong tubuh Talita ke samping. Talita sampai terhuyung dan jatuh ke belakang. Punggungnya menghantam meja di sampingnya dengan keras. Pyar! Cangkir teh di meja pun pecah, pecahannya melukai tangan Talita hingga berdarah. Namun, Raka sama sekali tidak meliriknya. Dia berjongkok dan memeluk Kania dalam dekapannya. "Kamu kenapa, Kania?" Kania menangis, dia menggenggam lengan Raka tanpa daya. "Aku cuma mau mengobrol dengan Talita. Tapi entah apakah aku sudah menyinggungnya, dia tiba-tiba memaksaku makan kue itu ... " "Coba periksa, apakah sudah mulai muncul ruam di tubuhku?" Raka menunduk dan memang sudah ada ruam merah yang muncul di tubuh Kania. Ruam itu bahkan bisa dilihat dengan mata telanjang. "Bagaimana ini? Acaranya masih belum selesai, aku nggak mau mempermalukanmu. Pakai riasan ... ya, aku harus menutupi ruamnya pakai riasan." Raka memegang erat pergelangan tangan Kania. "Sudah seperti ini, masih saja memikirkan hal nggak penting begitu? Ayo, biar aku antar ke rumah sakit." Raka mengangkat Kania. Sebelum pergi, dia melirik Talita dengan sinis. Talita menahan rasa sakit sambil berusaha berdiri. Darah terus mengalir dari tangannya, roknya juga sudah terkena noda merah darah. Namun, dia tidak lagi merasakan perihnya luka itu. Dia seperti terjatuh dalam jurang yang dalam, dan semua indranya mati rasa. Dia memanggil pelayan agar membawakan kotak pertolongan pertama. Dia kesulitan membalut lukanya karena tangannya gemetar. Setelah berusaha keras, Talita pun lelah dan hendak pergi dengan langkah yang berat. Baru saja berjalan di koridor, beberapa orang terlihat muncul dan langsung menyeretnya ke ruang penyimpanan di samping. Sebuah tangan besar pun mencengkeram keras dagunya, memaksanya mendongak. Dia kemudian dicekoki dengan air cabai. Talita kaget, kedua matanya sudah melotot ketakutan. Sama seperti Kania, Talita juga punya alergi. Dia alergi pada cabai. Air cabai sebanyak ini jelas mampu membuatnya kehilangan nyawa! "Hm ... lepaskan ... " Talita meronta dengan sekuat tenaga. Tapi orang-orang itu tidak memberinya kesempatan untuk melawan. Dia terus dicekoki air cabai gelas demi gelas. Dia tersedak sampai wajah hingga telinganya memerah, tubuhnya juga gemetar hebat. Tangannya yang sudah terluka, menggaruk tanah hingga terdengar suara yang menyayat hati. Bukannya berhenti, orang-orang itu malah makin menghina Talita saat melihat kondisinya begitu mengenaskan. "Kania itu perempuan yang Kak Raka suka. Beraninya kamu melukainya! Kamu nggak tahu diri, ya?" "Kudengar, kamu sering ditindas di kampus. Kamu juga sepertinya sudah tidur dengan banyak pria. Mana mungkin Kak Raka yang punya selera tinggi, mau dengan perempuan kotor yang sudah dipakai banyak orang sepertimu?" "Habiskan semua air cabai ini. Anggap ini permintaan maafmu pada Kania. Kalau nggak, kamu sendiri tahu apa akibatnya!" Tatapan Talita sudah makin kabur. Kesadarannya juga makin berkurang. Dia mengerahkan tenaga terakhirnya, dan nyaris memanggil nama pria itu tanpa sadar. "Rak ... " Usai mendengarnya, orang-orang itu langsung tertawa mengejek dari atas kepalanya. "Hahaha! Kamu berharap Kak Raka mau datang menyelamatkanmu?" "Padahal dia yang menyuruh kami mencekokimu air cabai ini. Kamu sudah melukai Kania, Kak Raka pasti senang kalau melihatmu mati!" "Ayo, kita sobek-sobek bajunya, lalu foto dan kirimkan ke Kak Raka. Supaya Kak Raka juga bisa meluapkan amarahnya!" Beberapa pria datang menyerbu, dan langsung merobek pakaian Talita dalam sekejap. Mereka memfoto Talita secara gila-gilaan. Talita sedang sekarat dalam keadaan pakaian compang-camping. Dia sudah tidak sanggup lagi dan berakhir jatuh pingsan.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.