Bab 10
Darren tiba-tiba berhenti dan berbalik dengan wajah dingin.
Vinnia mengangkat ponsel dan berkata sambil tersenyum, "Para wartawan ini nggak akan pergi tanpa perintahku. Kalau kamu berani keluar dari pintu itu, aku akan langsung memberi tahu semua orang melalui media global betapa hina dan kejinya Pak Darren yang memasukkan sesuatu ke dalam minuman aktris."
Senyum sinis muncul di bibir Darren. "Kamu mengancamku?"
Vinnia tersenyum dan berjalan mendekat, tangan yang lembut membelai wajahnya.
"Kalau Pak Darren nggak memberiku kesempatan ini, aku mana bisa mengancamnya? Kecuali Pak Darren menyetujui satu syarat."
Darren menyentuh wajah mungil wanita itu tanpa ekspresi. "Kamu pikir bisa mengancamku?"
Selama ini tidak pernah ada seorang wanita di sisinya, dia menjaga diri dengan sangat baik.
Kecuali Valenna.
Dalam lima tahun sejak kematian Valenna, dia belum menyentuh seorang wanita pun, bahkan Judy.
Judy adalah wanita dari keluarga terpandang dengan didikan yang ketat, dia tetap menjaga kesucian sebelum menikah.
Namun semalam dia mengingkari janjinya.
Ternyata wanita ini akan membuat orang kecanduan.
Pantas saja mereka menyebut Vinnia sebagai racun hidup di industri hiburan, tidak ada pria yang bisa menolaknya.
"Pak Darren, aku nggak minta banyak," kata Vinnia, "Kamu bisa melakukannya."
"Mau apa kamu?"
"Aku mau kamu menjadi kekasihku."
Mata dingin Darren memancarkan kilatan tajam.
Vinnia terkekeh. "Aku nggak mau gelar apa pun. Kita bisa saling menguntungkan. Aku tahu siapa pun bisa menjadi berkuasa dengan bergantung pada Pak Darren, tapi aku nggak mau itu. Aku cuma mau sumber daya."
Darren berkata, "Aku nggak pernah peduli dengan perebutan ketenaran dan kekayaan di industri hiburan."
"Benar, itu karena Pak Darren meremehkannya, tapi sumber daya di industri hiburan adalah sesuatu yang bisa kamu dapatkan dengan sangat mudah."
"Ini syaratmu?"
Wanita ini hanya mengejar keuntungan.
Vinnia berkata, "Bagaimana? Bukankah ini masalah kecil bagi Pak Darren? Mulai sekarang aku akan menjadi kekasih Pak Darren. Pertama, aku mau kamu menjagaku. Kamu harus memanjakanku dan memberiku apa pun yang kumau. Kalau aku mau bintang di langit, kamu juga harus memetiknya untukku."
Darren menyipitkan mata.
"Kedua, kamu adalah kekasihku. Kelak apa pun yang terjadi, kamu harus selalu ada untukku kapan pun aku membutuhkanmu."
"Ketiga?"
"Ketiga, nggak boleh bilang "nggak" padaku dan nggak boleh menolak permintaanku."
Darren berkata dengan sinis, "Inikah 'permainan' yang ingin kamu mainkan denganku?"
"Kenapa, Pak Darren, nggak sanggup?" kata Vinnia. "Kamu berutang ini padaku."
Darren, inilah utangmu padaku.
"Oke," cibir Darren, "Kalau kamu mau main, aku akan main bersamamu."
Ponsel di dalam pakaian tiba-tiba berdering.
Darren menyalakan ponsel, ternyata Judy yang menelepon.
Dia melirik Vinnia dan hendak mengakhiri panggilan.
"Kenapa? Nggak mau jawab?" Vinnia mengangkat alis, "Nggak mau jawab atau takut?"
Nama "Judy" yang terus muncul di layar tiba-tiba membangkitkan rasa ingin tahu Vinnia.
Dia selalu ingin tahu apakah Darren akan menyimpan nomornya di ponsel.
Nama apa yang akan dia pakai?
Vinnia berkata, "Tenang saja, aku akan diam."
Dia berkata sambil membuat gerakan seolah sedang membungkam mulut.
Darren pun menjawab panggilan.
"Halo."
"Kak Darren ...." Judy bertanya dengan ragu, "Sudah bangun?"
"Iya."
Terjadi keheningan sejenak.
Setelah beberapa saat, Judy tiba-tiba tersenyum dan berkata, "Besok malam ada perjamuan Grup Universal. Kamu nggak lupa kalau kamu sudah janji akan datang bersamaku, 'kan?"
"Iya, aku ingat."
"Ikut aku ke Butik Vaganza untuk mencoba gaun besok sore jam dua siang, lalu kita akan pergi ke perjamuan bersama."
"Oke, aku akan tiba tepat waktu."
"Oke," kata Judy, "Kalau begitu ... aku akan tidur dulu."
"Kamu belum tidur?"
Darren mengernyitkan dahi.
Vinnia tiba-tiba menyadari kekhawatiran dalam suara Darren.
Dia tidak pernah menerima perlakuan seperti ini.
"Ya, aku sangat khawatir dan menunggu kabarmu semalaman. Pagi ini aku harus tampil, jadi aku cuma tidur tiga jam sebelum harus bangun."
"Istirahatlah."
"Iya, belakangan ini aku sangat sibuk. Setelah selesai, aku akan menemani Flinton beberapa hari."
"Iya."
Darren mengakhiri panggilan.
Vinnia melirik ponsel yang Darren pegang dan berkata dengan santai, "Besok aku juga diundang ke perjamuan Grup Universal."
Darren menatapnya dengan dingin.
Vinnia berkata, "Kalau aku memintamu untuk menjadi pendampingku dan menghadiri acara ini bersamaku, kamu nggak akan menolak, 'kan?"
"Kamu sengaja?"
"Kenapa? Nggak setuju?" Vinnia terkekeh, "Pak Darren juga akan menolak permintaan sesederhana ini?"
"Kamu mengincar Judy cuma karena dia mencuri kontrak filmmu?"
"Mana ada?" tanya Vinnia dengan tenang, "Aku nggak sepicik itu sampai menyimpan dendam karena kontrak film. Aku cuma merasa ...."
Dia mengangkat alis dan mengamati pria itu. "Karena ini acara publik pertamaku di Negara Kartan dan begitu banyak media yang hadir, pendamping priaku haruslah pria paling terhormat di Negara Kartan."
Melihat Darren diam saja, Vinnia memegang lengannya dan berkata, "Kalau begitu sepakat."
"Aku belum setuju."
"Kamu nggak boleh menolakku, kita baru saja membuat perjanjian tiga poin. Apa pun syaratnya, kamu harus menyetujui permintaanku ."
Darren menatapnya dengan tajam, lalu tiba-tiba berbalik dan maju perlahan hingga menyudutkannya ke dinding tanpa sempat untuk mundur.
"Nggak mudah untuk bisa menjadi kekasihku."
Pria itu berbisik di telinganya, "Aku bisa menyetujui semua syaratmu dan nggak akan mengingkari janjiku sebisa mungkin, jadi kamu ...."
"Hm?"
"Kamu harus memberikan apa pun yang bisa kamu berikan dan semua yang kumau, aku nggak menerima penolakan."
Darren pergi setelah mengatakan itu.
Tatapan Vinnia perlahan menjadi dingin.
Di dalam kamar yang luas itu, sosok ramping Vinnia terlihat agak kesepian.
Vinnia berbaring di atas kasur dengan lengan terentang dan mata terpejam, hanya untuk melihat tatapan dingin Darren.
Pria yang begitu kejam ....
Pria yang tidak berperasaan dan sombong ....
Vinnia ingin pria seperti itu menjadi pengikut setia dan jatuh cinta padanya.
Mungkinkah itu?
Hati pria itu begitu keras, akankah ada hari nanti di mana hati itu akan luluh untuk seseorang?
...
Kediaman Keluarga Sinor.
Mobil diparkir di pintu masuk.
Darren mengunci mobil dan berjalan ke pintu, di mana kepala pelayan menyambutnya dengan hormat.
"Pak Darren, kamu sudah kembali."
Dia menyerahkan jaket dengan wajah datar dan naik ke lantai tiga vila.
Kemudian, Darren mendorong pintu kamar di ujung lantai tiga perlahan dan menyalakan lampu.
Dulu kamar tidur yang nyaman ini adalah kamar Valenna.
Sejak kejadian lima tahun yang lalu, kamar ini tetap kosong, tetapi selalu dijaga kebersihannya seolah Valenna masih ada di sana.
Darren duduk di kasur sebentar, alisnya berkerut.
Setelah beberapa saat, sebuah kalimat dilontarkan.
"Kukira kamu sudah kembali."
Sekarang dia sadar betapa konyol tebakannya.
Mana mungkin orang yang sudah mati bisa hidup kembali?
Darren-lah yang meninggalkan Valenna.
Wanita itu sudah mati, mustahil akan kembali.