Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

Aruna digendong dan didudukkan ke dalam mobil oleh Julian. Dia mengecup lembut puncak kepala Aruna dan berkata penuh iba, "Runa, ini semua kakak yang menyuruh orang melakukannya. Dia nggak puas karena kamu menyebarkan video pribadi Aurora dan membuatnya melompat ke laut." "Aku sudah bertengkar dengannya. Dia bilang mulai sekarang urusan ini dianggap selesai dan nggak akan menargetkanmu lagi." Aruna seperti burung yang terkejut oleh dentuman busur, giginya gemeretak tanpa henti. Baru setelah mendengar ucapan Julian, Aruna seakan tersadar dari mimpi, menatapnya dengan penuh ketakutan. Dada Julian tiba-tiba menegang tanpa alasan. "Runa, aku tahu kamu sudah menderita, tapi kakak juga nggak benar-benar menyuruh orang berbuat macam-macam padamu. Kalau kamu terus mempermasalahkannya, itu berarti kamu berhati sempit." Hati Aruna yang telah tersakiti sampai batasnya justru menjadi tenang. "Baik, aku mengerti." Dia tidak akan mempermasalahkannya lagi. Dia tidak mampu melawan Julian, maka dia memilih untuk meninggalkannya. Malam itu, Aruna terserang demam tinggi. Tubuhnya bergantian menggigil dingin dan memanas, sementara keringat yang mengucur membasahi selimut. Adegan-adegan penindasan yang dialami di siang hari terus berulang dalam mimpinya, membuatnya seakan terjerumus langsung ke dalam neraka. Setelah kembali terbangun karena mimpi buruk, Aruna dengan susah payah bangkit untuk turun mengambil air. Namun dia mendengar percakapan antara Julian dan Aurora dari kamar sebelah. "Kak Julian, memang kamu yang paling baik padaku. Kamu tahu aku kesal karena urusan video itu, jadi kamu sengaja menyuruh orang mengambil foto telanjang kakak untuk membalaskan dendamku. Hanya saja kalau Kak Aruna sampai tahu kebenarannya, apakah dia akan sedih?" "Kesedihannya nggak ada hubungannya denganku." Suara Julian dipenuhi ejekan. "Lagi pula, siapa suruh dia begitu nggak tahu diri. Dengan sengaja menghancurkan mahkota phoenix, membuatmu sedih." Kelopak mata Aruna terasa panas seperti terbakar. Dia berbalik kembali ke kamar, tapi air matanya sudah membasahi seluruh wajah. Dia mengira ucapan Julian di dalam mobil adalah benar, semua yang dia alami dilakukan atas perintah Lucian. Tidak pernah dia sangka Julian menipunya lagi. Keesokan harinya, Julian berinisiatif untuk mengajaknya menghadiri sebuah acara lelang. "Mahkota phoenix sudah kusuruh orang perbaiki dan berikan pada Aurora. Jadi, akan kubelikan beberapa barang lagi untukmu sebagai ganti rugi." Aruna tidak ingin pergi. Dia saja sudah tidak menginginkan Julian lagi, bagaimana mungkin masih menginginkan barang-barang pemberiannya. Namun Julian tidak memberinya kesempatan untuk menolak. Dia menarik Aruna dengan paksa masuk ke dalam mobil dan membawanya ke acara lelang. ... Acara lelang itu diadakan di hotel paling bergengsi di Kota Jingapura, para tamu yang berlalu-lalang adalah tokoh dari kalangan kelas atas. Aurora mengenakan gaun adibusana rancangan khusus, dengan rambut hitam terurai di bahu, tampak luar biasa anggun dan memikat. Melihat Aruna, seberkas ejekan tersembunyi melintas di mata Aurora, namun dia membuka mulut dengan patuh. "Kak Aruna, nanti kalau kamu menginginkan sesuatu, ingatlah untuk memberitahuku. Akan kubelikan semuanya untukmu sebagai ganti rugi." Mendengar itu, orang-orang yang mengenal mereka pun bertanya-tanya. "Aurora, memangnya apa yang terjadi pada kakakmu sampai kamu perlu menggantinya?" "Aurora benar-benar murah hati sekali. Aku juga ingin punya adik seperti itu." "Semuanya? Aurora, kamu mau kami hidup atau nggak?" Aurora tertawa bening bak gemerincing lonceng perak. "Kakakku itu benar-benar kasihan. Kemarin dia ditangkap beberapa pria dan dibawa ke sebuah klub ...." Saat berbicara sampai di sana, Aurora pura-pura menutup mulutnya. "Aduh, apakah aku salah bicara? Kalian jangan menebak macam-macam, barusan itu hanya omonganku saja." Namun penjelasan itu justru seperti upaya menutup-nutupi yang semakin memperjelas. Tatapan semua orang yang mengarah pada Aruna berubah menjadi aneh. Aruna tak sanggup bertahan lagi. Dia buru-buru berbalik dan melangkah pergi dengan cepat. Langkahnya semakin lama semakin cepat, hingga hampir berubah menjadi lari. Namun tiba-tiba bahunya dicengkeram seseorang dan ditarik kembali. Itu adalah Julian. Melihat wajah pucat dan hancur di hadapannya itu, hati Julian tak kuasa melunak. Namun begitu teringat Aurora yang menangis tak terkendali, kelembutan itu seketika berubah menjadi abu. "Runa, Aurora tadi hanya keceplosan tanpa sengaja. Kamu pasang wajah seperti itu mau ditunjukkan pada siapa? Lagi pula, kalau kamu pergi begitu saja, pernahkah kamu memikirkan bagaimana orang lain akan memandang Aurora?" Aruna tertawa getir karena amarah, dadanya mencengkeram sakit. "Lalu aku bagaimana? Memangnya aku pantas dipandangi dengan tatapan aneh dan menjadi bahan gunjingan semua orang?" Julian terdiam sesaat. "Mereka juga nggak tahu kebenarannya dan nggak pernah melihat fotonya. Dilihat oleh mereka, memangnya kenapa? Aruna, bisakah kamu jangan bersikap begitu sempit hati?" Aruna hampir tertawa sampai berlinang air mata. "Aku yang berhati sempit? Julian, bisakah hatimu jangan seberat itu memihak?" Wajah Julian mendadak mendingin, raut tampan itu seketika tampak gelap. "Kamu boleh pergi, aku nggak akan menghalangimu. Tapi kamu tahu betul sifat kakak yang membalas dendam atas hal sekecil apa pun. Jika kamu berani membuat Aurora menangis, dia juga berani menyebarkan foto telanjangmu dan mempermalukanmu di depan semua orang. Pikirkan baik-baik sendiri." Menatap mata Julian yang sedingin es, air mata dan rasa terhina serempak menyeruak. Aruna hanya bisa kembali ke ruang acara.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.