Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Lyvia berjalan terhuyung ke dalam lift. Saat dia tersadar, lift sudah berhenti di lantai B1. Seorang staf magang mendekatinya dengan ramah, "Kamu datang untuk melihat pameran seni Bu Yanny, 'kan? Ikutlah denganku." Lyvia baru tersadar, dia lupa menekan tombol lantai. Dia entah kenapa melangkah masuk ke ruang pameran. Staf magang itu mengikuti di belakangnya. Dia memperkenalkan dengan antusias, "Pameran seni kali ini disponsori oleh Pak Steve. Selanjutnya, akan ada tur keliling nasional." Pandangan Lyvia tertuju pada salah satu lukisan itu. Lukisan itu adalah sosok seorang pria tanpa baju. Otot punggungnya tampak tegas. Bekas luka unik di pinggangnya tampak sangat mencolok. Dia pernah berkali-kali menelusuri bekas luka itu dalam kegelapan. Tentu saja, dia tahu siapa pria dalam lukisan itu. Yanny melukis banyak potret Steve. Tanggal di sudut kanan bawah yang tertulis jelas itu begitu mencolok. 20 Juni, Steve sibuk di dapur. Sosok punggungnya tampak diselimuti cahaya hangat. Hari itu adalah hari ketiga dia dikurung. Lyvia mogok makan hingga pingsan karena sakit perut. Sementara Steve justru memasak bubur untuk Yanny. 1 Juli, sepasang tangan melipat gaun tidur sutra yang disulam bunga iris. Cincin kawin di jari manisnya memantulkan cahaya dingin. Hari Itu adalah hari ketiga belas dia dikurung. Dia memotong pergelangan tangannya dengan pisau sebagai protes, hingga darah merembes setengah seprai. Sebaliknya, pria itu merapikan pakaian Yanny dengan teliti. 15 Juli, Steve berjalan di jalanan berbaris pohon sambil memegang payung. Di tepi bingkai lukisan, samar-samar terlihat tangannya saling menggenggam dengan orang lain. Hari Itu adalah hari kedua puluh delapan Lyvia dikurung. Dia dikurung di ranjang dengan rantai besi oleh ayahnya untuk memaksanya menyerah. Tubuhnya yang demam tinggi menggeliat di seprai basah oleh keringat dingin. Sementara Steve justru menggenggam tangan Yanny, sambil berjalan santai di bawah cahaya pagi. Setiap lukisan di hadapannya seperti jarum yang menusuk hati Lyvia dengan keras. Ternyata selama sebulan gelap tanpa cahaya itu, Steve bukan sedang berjuang, tetapi dia selalu menemani Yanny! Steve melempar cangkir di depan ayahnya, memamerkan cinta secara terang-terangan. Dia membatalkan kerja sama dengan keluarga Lovanka, tetapi itu semua hanya untuk menutupi kenyataan. Lyvia mengepalkan tangan hingga kukunya menembus telapaknya. Namun, dia tidak merasakan sakit sama sekali. Dia tidak sanggup melihat lebih lama. Lyvia berbalik dan meninggalkan pameran seni. ... Lyvia membuat janji untuk operasi aborsi seminggu kemudian. Kemudian, dia menuju rumah lama. Dia hendak mengambil barang-barang peninggalan ibunya. Siapa sangka, begitu tiba di rumah, ayahnya melemparkan selembar tiket pesawat kepadanya. "Aku sudah bicara dengan ibumu. Kami ingin Yanny tinggal bersama Steve sampai dia pergi." "Ini tiket pesawat untuk sepuluh hari lagi. Kamu pergilah sebentar, anggap saja untuk melepas penat." Lyvia memegang tiket pesawat itu sambil mencebikkan bibirnya. Dia tahu ayahnya ingin dia memberi ruang bagi Steve dan Yanny. Lagi pula, jika dia pergi, mereka bisa bersama tanpa rasa sungkan. "Lyvia, jangan salah paham. Kami hanya ingin Yanny melalui hari terakhirnya dengan baik ...." Ibu tirinya menatap dengan mata memerah. Kata-kata basi itu sudah membuat telinga Lyvia terasa kebal. Dia menyela dengan tenang, "Aku tahu, aku akan pergi." Dia tidak menginginkan Steve lagi. Keluarga ini, dia juga tidak menginginkannya lagi. Ayahnya agak terkejut. Dia tidak menyangka Lyvia begitu cepat menyetujuinya. Dia mengira akhirnya Lyvia telah menyerah. Suaranya sedikit melunak. "Kami mengadakan upacara perpisahan untuk Yanny. Tiga hari lagi, jangan lupa datang." "Oke." ... Lyvia pulang ke rumah. Dia mengangkat sebuah kotak kardus, lalu mulai merapikan barang-barang yang berkaitan dengan Steve. Ada gelas pasangan yang dia beri untuk Steve di hari ulang tahunnya. Tiket bekas dari kali pertama mereka menonton film bersama. Masih ada stiker foto yang dia paksa untuk berfoto bersama. Saat barang-barang hampir selesai dirapikan, terdengar suara dari pintu masuk. Steve kembali. Melihat kotak yang penuh dengan barang-barang, jantungnya berdegap kencang. Dia segera mendekat dengan cepat. "Lyvia, apa-apaan kamu?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.