Bab 8
Carla jelas marah dan berteriak, "Bimo, kamu sudah gila, ya? Aku ini sedang hamil, apalagi aku punya anemia parah!"
Perawat di samping mereka kaget setengah mati mendengarnya, "Tuan Bimo, penderita anemia nggak boleh donor darah, apalagi dia sedang hamil ... "
Bimo mengerutkan kening. "Apa yang terjadi kalau tetap donor darah?"
"Nyawanya bisa terancam."
Bimo sempat ragu saat mendengarnya. Tapi di saat yang sama, Sissy yang terbaring di meja operasi tiba-tiba membuka mata. "Kak Bimo, mana mungkin kamu tega membiarkan Kak Carla donor darah untukku? Dia sedang hamil, bagaimana kalau sampai membahayakan bayi yang dikandungnya?"
Sorot mata Carla tiba-tiba berubah dingin. Dia gemetar saking marahnya, "Sissy, kamu sebenarnya nggak apa-apa, 'kan? Kamu sengaja mempersulitku, ya?"
Sissy seharusnya dari awal tahu kalau Anton ayah mereka juga punya golongan darah RH negatif. Kalaupun Sissy memang kritis, bukannya harus Carla yang mendonorkan darah.
Carla sudah mau bangkit berdiri, tapi Bimo mencegahnya.
"Carla, Sissy itu adikmu sendiri, kamu nggak boleh membiarkannya sampai mati."
Usai bicara begitu, Bimo menatap ke arah perawat. "Cepat ambil darahnya, kalau sampai pasien kenapa-kenapa, akan kuminta nyawamu jadi gantinya."
Bimo adalah sosok berkuasa di Kota Sigara. Namanya ditakuti semua orang. Perawat mana berani menentangnya? Perawat itu langsung mengambil jarum, lalu menusukkannya ke pembuluh darah Carla.
Carla berjuang menolak, dia menggertakkan gigi sambil memaki, "Bimo! Dasar berengsek!"
Bimo mengerjapkan mata, cengkeraman tangannya pada Carla sedikit melonggar.
Kemudian, suara isakan Sissy terdengar, "Kak Bimo, lepaskan Kak Carla, biarkan saja aku yang mati ... "
Bimo lalu ingat, kalau bukan karena Sissy, dia mungkin sudah mati sekarang.
Mengingat hal itu, dia pun berbisik ke telinga Carla, "Jangan bergerak kalau kamu nggak mau sesuatu menimpa nenekmu."
Carla menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Dia juga perlahan berhenti melawan.
"Bimo, aku bersumpah akan membuat hidupmu menderita!" Batin Carla.
Sepuluh menit kemudian, perawat sudah selesai mengambil darah. Begitu jarum dicabut, Carla langsung jatuh pingsan.
Saat sudah siuman lagi, dirinya sudah berada di ranjang rumah sakit.
Perawat memberi tahu Carla kalau dia sudah pingsan sehari semalam.
Seluruh tubuh Carla terasa lemas tanpa tenaga. Bahkan untuk bicara pun nyaris tidak sanggup.
Melihat kondisinya, perawat segera membelikan sedikit makanan.
"Terima kasih," kata Carla dengan suara lemah.
"Sama-sama." Perawat itu bergumam pelan. Dia lalu dengan kesal berkata, "Entah apa yang Tuan Bimo pikirkan ... Istrinya sedang hamil malah ditinggal begitu saja, dia sendiri malah menemani wanita lain ... "
Carla pura-pura tidak dengar. Dia menunduk dan fokus menyantap makanannya dengan lahap.
Dia tahu Bimo pasti sedang menemani Sissy.
Tapi dia juga sudah tidak merasakan apa-apa lagi.
Bagaimanapun juga, hidupnya memang tidak pernah ada artinya bagi Bimo.
Carla jadi sedikit bertenaga setelah makan. Dia juga sudah boleh pulang dari rumah sakit. Dia naik taksi untuk pulang ke rumah.
Carla mengemasi semua barang-barangnya dan mengirimkannya ke apartemen yang sudah atas namanya.
Setelah itu, dia membawa semua barang pasangan yang dia dan Bimo beli selama lima tahun bersama. Dia membawa semua itu ke halaman dan membakarnya.
Saat sedang membakar semua barang itu, Bimo pulang.
"Carla, kamu lagi bakar apa?"
Carla menjawab dengan nada dingin tanpa menoleh. "Sampah."
Bimo mengerutkan kening dan berkata, "Buang saja, kenapa pakai dibakar segala?"
Karena baru akan benar-benar lenyap kalau dibakar.
Tapi Carla hanya diam dan tidak menjawab.
Bimo kira Carla tidak dengar, makanya mau tanya lagi. Tapi kemudian ingat sesuatu. "Sissy sudah baikan. Dia memintaku berterima kasih padamu ... Omong-omong, apa kamu juga sudah baikan? Kenapa kamu buru-buru pulang dari rumah sakit?"
Carla sudah tidak tahan lagi, dia bangkit dan beranjak pergi.
Bimo segera mengejarnya dan mencengkeram pergelangan tangannya. "Aku tahu kamu marah, tapi waktu itu kondisinya benar-benar gawat. Aku juga terpaksa membuatmu donor darah untuk Sissy."
Usai bicara begitu, dia mengeluarkan sebuah kalung berlian dari saku. "Ini untuk menebus kesalahanku. Kamu suka, 'kan?"
Pria ini memberinya hadiah setelah menyakitinya.
Rupanya begini cara Bimo menyelesaikan masalah.
Carla menerima kalung itu dan langsung melemparkannya ke tanah.
Bimo menggertakkan gigi karena marah, "Kalung itu kubeli langsung di acara lelang, harganya mencapai 400 miliar. Kenapa malah kamu buang?"
"Ternyata darahku lumayan mahal, ya. Tapi mau semahal apa pun itu, nggak akan bisa menandingi posisi Sissy di hatimu."
Carla bergegas naik ke lantai atas usai berkata demikian.
Bimo mau mengejarnya, tapi ponselnya berdering, ada telepon dari Sissy. [Kak Bimo, kapan mau ke rumah sakit? Aku kangen.]
"Aku akan segera ke sana."
Tidak lama setelah Bimo pergi, Carla mendapat telepon dari Rasyid.
[Aku sudah sampai, kamu sudah siap?]
Carla berjalan ke jendela dan melihat Rasyid bersandar di mobil Bugatti Veyron sambil merokok.
Sinar mentari menembus sela-sela dedaunan, membuat bayangan daun-daun ibarat serpihan emas yang menyinari pria itu.
"Hm." Carla balik badan dan berjalan keluar. "Aku turun sekarang, tunggu aku."
Setelah menutup telepon, dia melangkah pergi tanpa ragu sama sekali.