Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

Nila menatap pemandangan di depannya, dan hatinya seolah disayat berkeping-keping. Anak-anak yang dia lahirkan dengan susah payah, mendorong Johan ke pelukan wanita lain, dengan tangan mereka sendiri dan di hadapannya sendiri. Sementara itu, Johan menahan ciumannya dengan Selvi cukup lama sebelum melepaskannya, hingga bibirnya meninggalkan jejak hangat yang samar. Selvi menundukkan wajah, pipinya memerah karena malu. "Maaf," ucap Johan dengan suara sedikit serak, "Barusan aku sedikit kehilangan keseimbangan." Setelah itu, Johan menundukkan wajahnya dan menatap Rovan dan Ryan. "Kalian ribut apa sih?" Meski suaranya terdengar tegas, Nila tahu betul tidak ada yang lebih puas dengan ciuman itu selain Johan sendiri. Kemudian Johan menoleh ke Nila, mencoba memberi penjelasan. "Barusan itu cuma nggak sengaja. Anak-anak saja yang ribut, jangan dipikirkan." Nila menggeleng tenang. "Nggak masalah." Dan memang, sekarang dia benar-benar tidak peduli lagi. Dia juga sudah tak menginginkan ayah dan kedua anak itu lagi. Setelah turun dari bianglala, mereka menonton parade kendaraan hias. Malam gemerlap yang dipenuhi tawa dan sorak sorai mengiringi kendaraan hias yang perlahan melintas di hadapan mereka. Tiba-tiba, salah satu kuda yang menarik kereta terkejut dan berlari ke arah kerumunan. "Awas!" Di tengah kekacauan, Nila melihat Johan dan kedua anaknya segera melindungi Selvi, menahan tubuhnya agar aman. Sementara itu, Nila berdiri terpaku dan terseret jatuh oleh kerumunan. "Ah!" Rasa sakit luar biasa menyergapnya saat kuda menginjak rusuknya dan roda kereta menindih kakinya. Dia mendengar jelas suara tulangnya retak. Seketika semuanya menjadi gelap, dan dia pingsan. ... Saat Nila membuka mata, dia berada di kamar rumah sakit yang hening tanpa suara. Dia berusaha bangkit, tapi rasa sakit dari tulang rusuk dan kakinya membuat tubuhnya berkeringat dingin. Dengan susah payah, dia meraih ponsel di samping tempat tidur untuk melihat jam. Begitu layar menyala, muncul pemberitahuan dari laman media sosial. Selvi mengunggah sebuah foto. Johan dan kedua anaknya berada di samping ranjang rumah sakit, satu memegang segelas air hangat, satu lagi memegang obat, sementara Johan dengan lembut menata selimut di tubuh Selvi. Keterangan fotonya berbunyi. [Rasanya enak sekali dicintai.] Nila hanya tersenyum tipis, lalu meletakkan ponselnya. Dokter masuk sambil membawa laporan pemeriksaan. "Nona Nila, tulang rusukmu patah tiga buah, dan tulang kering kaki kirimu retak. Kamu perlu dirawat beberapa hari di rumah sakit." Dokter menoleh ke sekeliling. "Di mana keluargamu? Kami butuh tanda tangan anggota keluarga." Nila menjawab dengan tenang, "Aku nggak punya keluarga." Selama beberapa hari berikutnya, kamar rumah sakit tetap sepi tanpa seorang pun hadir. Para perawat menatap Nila dengan penuh iba, sesekali diam-diam memberinya satu kotak obat pereda nyeri ekstra. Hingga hari kepulangannya, Johan baru datang terlambat. "Selvi sempat ketakutan, dan beberapa hari ini butuh ditemani," katanya datar. "Bagaimana kondisimu? Perlu tinggal beberapa hari lagi? Aku bisa membawa anak-anak untuk menjagamu." Nila menggeleng. "Nggak perlu. Aku nggak mau mengganggu kalian." Johan mengernyitkan alisnya. Dulu, walau hanya diberi sedikit waktu bersamanya, Nila bisa merasa bahagia sepanjang hari. Sekarang, dia malah menolak? Johan tidak terlalu memusingkannya. Dia langsung meminta sopir mengantar mereka ke butik gaun mewah di pusat kota. Di butik yang terang gemerlap itu, Johan mengangkat berbagai gaun, membandingkan dan menatanya di tubuh Nila. Nila mengira Johan ingin memberinya kompensasi, lalu dengan pelan berkata, "Nggak usah, aku nggak suka yang seperti ini ... " "Nggak suka apa?" Johan memotong ucapannya. "Ulang tahun Selvi sebentar lagi. Aku ingin memberinya gaun yang paling sempurna." Matanya menatap tubuh Nila. "Kamu dan dia memiliki postur tubuh yang mirip. Jadi, ikut saja untuk mencobanya." Nila tersenyum tipis. Nila mentertawakan dirinya sendiri, menyadari betapa dia terlalu berharap dan betapa Johan tahu persis di mana harus "menusuk" hatinya paling sakit. Selama tiga jam berikutnya, dia seperti boneka, dicoba berbagai gaun oleh Johan satu per satu. Akhirnya, Johan memilih sebuah gaun ekor ikan yang dipenuhi berlian kecil. "Ini saja." Setibanya di rumah, Johan melemparkan sebuah kantong kertas padanya. "Aku sekalian beli untukmu juga." Nila melirik sebentar. Ternyata isinya hanya gaun hitam biasa, hadiah tambahan dari pembelian gaun mewah sebelumnya, dengan label "bonus" menempel di kainnya. Dia menerima kantong itu dengan anggukan ringan. Kemudian dia masuk ke kamarnya dan langsung membuangnya ke tempat sampah.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.