Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 6

Beberapa hari berikutnya, Nila hampir tidak keluar dari kamarnya, kecuali untuk makan. Dia hanya berharap masa tunggu perceraian segera selesai, sambil memendam rasa tak peduli terhadap semua perhatian Johan serta kedua anaknya kepada Selvi. Tak lama kemudian, hari ulang tahun Selvi pun tiba. Johan awalnya ingin mengadakan pesta meriah, tetapi Selvi menolak dengan lembut. "Rayakan saja di rumah, aku nggak suka terlalu ramai." Rovan langsung setuju. "Betul, aku juga nggak suka orang luar ikut campur. Lebih enak kalau cuma kita sekeluarga saja!" Pada hari ulang tahunnya, vila dihias mewah tapi tetap hangat. Para pelayan sibuk ke sana kemari, sementara Johan sendiri memasangkan topi ulang tahun untuk Selvi. "Buatlah permohonan," katanya dengan tatapan lembut. Selvi menutup mata, menyatukan kedua tangan di depan cahaya lilin. Setelah meniup lilin, Johan dan kedua anaknya memberikan hadiah. Johan memberinya perhiasan antik, Rovan memberikan kunci mobil sport edisi terbatas, dan Ryan menyerahkan sertifikat kepemilikan sebuah pulau pribadi. Mata Selvi memerah karena terharu. "Terima kasih ... " Tiba-tiba dia menoleh ke Nila yang dari tadi diam saja dan tersenyum manis. "Nila, kamu sudah siapkan hadiah apa untukku?" Semua mata tertuju padanya. Nila menatap Selvi dengan tenang, tanpa terpengaruh oleh senyum dan tatapan penuh harap itu, dan berkata, "Aku nggak menyiapkan hadiah." Dia memang tak ingin menyiapkan apa pun, bahkan merasa tak pantas. Ekspresi Rovan langsung berubah. "Mama! Bagaimana bisa begitu? Kan jelas hari ini ulang tahun Selvi!" Ryan juga cemberut. "Keterlaluan sekali!" Kedua anak itu saling bertukar pandang. Tiba-tiba mata Rovan berbinar. "Kak, kan di kamar Mama banyak barang bagus yang Papa kasih? Ayo kita pilih satu untuk hadiah Tante Selvi!" Ryan langsung mengangguk. "Setuju!" Belum sempat Nila bereaksi, kedua anak itu sudah berlari cepat ke lantai atas, menuju kamar Nila. "Tunggu!" Wajah Nila berubah drastis. Tanpa memedulikan cedera kakinya, dia terhuyung-huyung mengejar ke atas. Saat mendorong pintu, dia melihat kedua anak itu sedang mengubrak-abrik kamarnya. Kotak perhiasan terbalik di lantai, laci-laci terbuka dan isinya berserakan. "Ketemu!" Rovan tiba-tiba mengangkat sebuah kalung perak dengan liontin berbentuk bulan kecil. "Yang ini cantik!" Mata Nila melebar. Itu adalah hadiah terakhir yang Kevin berikan padanya sebelum meninggal. "Nggak boleh!" Dia berlari dan mencoba meraihnya. "Itu hadiah dari almarhum paman kalian untukku!" Rovan dengan gesit menghindar. "Ini kan cuma kalung, nanti juga bisa diganti." Nila gemetar. "Dia sudah meninggal!" Ryan cemberut. "Mama bohong lagi! Yang terakhir itu kan cuma boneka, Paman Kevin lagi liburan! Dia bilang akan membawakan hadiah untukku!" Lalu dia mencondongkan tubuh ke pagar tangga dan berteriak ke bawah, "Tante Selvi! Kami sudah menemukan hadiah dari Mama untukmu! Kamu pasti suka!" Nila meraih kalung itu, tapi Rovan tiba-tiba mendorongnya. "Kenapa Mama pelit sekali!" "Ah!" Nila tergelincir dan terjatuh dari tangga. "Duk!" Bagian belakang kepala Nila terbentur tangga dengan keras, dan darah segar langsung mengalir. Dia terbaring di genangan darah, pandangannya kabur, dan telinganya berdengung. "Mama!" Rovan dan Ryan panik, lalu segera berlari turun tangga. Rovan gemetar. "A ... aku nggak sengaja ... semua gara-gara Mama mau merebut kalung itu ... " Ryan langsung menangis. "Mama berdarah ... " Mendengar keributan itu, Johan cepat-cepat datang. Melihat pemandangan itu, wajahnya langsung berubah drastis. "Apa yang terjadi?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.