Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9

Tania tercengang. Melihat Ethan yang hendak naik ke mobil, dia dengan marah berlari menghampiri pria itu dan merentangkan kedua tangannya untuk menghalangi. "Kamu jelaskan dulu. Kalau kamu nggak mau makan masakanku ya sudah, tapi kenapa kamu masih harus mengatakan hal seperti itu?" "Pergi sana!" Ethan tidak ingin menghiraukan Tania. Tania merasa gelisah. Dia menarik pakaian pria itu, tetapi pria itu dengan cepat menepis tangannya. Tania yang kaget pun jatuh ke tanah, luka yang baru saja dibalut kembali terbuka. Ethan tidak meliriknya sedikit pun, pria itu langsung naik ke mobil asistennya dan pergi. Dengan wajah tanpa ekspresi, dia mengelap tangannya dengan tisu disinfektan. Wanita itu sejak awal mengandalkan obat-obatan dari klub malam untuk naik ke tempat tidurnya. Sudah berapa banyak pria yang ditiduri wanita itu dengan cara seperti ini? Begitu memikirkan bagaimana dia membalut luka wanita itu sendiri, dan bahkan memiliki perasaan terhadap wanita itu, Ethan merasa sangat jijik ... Di halaman vila. Tania perlahan-lahan bangkit dari tanah. Dia tidak menangis, dia hanya menahan rasa pilu di dalam hatinya dan kembali ke ruang makan. Melihat meja penuh dengan hidangan yang telah disiapkannya dengan hati-hati, Tania menarik napas dan berkata pelan, "Kalau kamu nggak mau makan, aku saja yang makan sendiri!" Dia masih ingin mengikuti rencana awalnya untuk membuat Ethan marah setengah mati, dan tidak akan pernah lagi memasak untuk pria itu. Memberi makan anjing jauh lebih baik daripada memberi makan pria gila sepertinya! Tania mengubah kesedihan dan kemarahannya menjadi nafsu makan, dia menghabiskan semua hidangan di atas meja sendiri. Akibatnya, dia jadi kekenyangan dan ingin muntah. Tania memeluk toilet dan muntah hingga pusing. Ketika matahari di luar bersinar masuk, barulah dia menyadari bahwa dia telah menyiksa dirinya semalam suntuk. Tania menyeret tubuhnya yang lelah. Dia baru saja ingin kembali ke tempat tidur untuk beristirahat, tetapi pintu kamarnya tiba-tiba dibuka oleh seseorang. Terdengar nada bicara yang tajam, Erina muncul di pintu. "Hari sudah siang, kenapa kamu masih tiduran di kamar?" "Aku nggak enak badan," jawab Tania dengan wajah pucat. "Jangan cari alasan." Erina mencemooh, "Cepat turun, kalau nggak aku akan mengusirmu dari sini!" Tania menarik napas dalam-dalam, dia sekarang masih harus tinggal di Keluarga Sahir. Kalau tidak, jangankan menghancurkan Keluarga Alins, satu Pak Iwan saja sudah bisa membuatnya mati tanpa tempat bersemayam ... Dia tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi, jadi dia terpaksa mengikuti Erina turun ke bawah. Melihat Tania yang patuh, Erina sedikit merasa puas. Dia duduk di sofa dan berkata, "Kenapa kamu belum menyeduh teh? Apa kamu nggak tahu etika dasar? Seperti yang diharapkan dari seorang anak haram." Tania berdeham. "Aku khawatir kalau aku menyeduhnya sendiri, kamu nggak akan berani meminumnya." "Benar juga, orang sepertimu kotor." Erina dengan tatapan jijik langsung berkata, "Kemarin Ethan datang, kenapa dia pergi lagi?" "Nggak tahu." Begitu mengingat kejadian kemarin, Tania merasa mual lagi. Erina merasa sangat gelisah. Menantu kesayangannya, Rachel, akan segera pulang dari luar negeri. Jika Ethan masih belum bisa dekat dengan wanita, maka harapannya akan sia-sia lagi! "Sampah nggak berguna, kamu bahkan nggak bisa mendapatkan hati seorang pria?" omel Erina. Tania berkata pelan, "Apa gunanya aku mendapatkan hatinya, itu juga nggak akan membuatku menjadi Nyonya Muda Sahir ... " "Apa katamu?" "Aku bilang, kamu benar, mohon bimbing aku!" DI bawah atap ini, Tania tidak punya pilihan selain menundukkan kepalanya. Tania sudah tinggal dengan Keluarga Alins selama 10 tahun, jadi dia masih mengerti prinsip ini. "Aku masih harus membimbingmu?" Erina mengejek dengan dingin, "Bukannya kamu sudah jago? Kamu bisa naik ke ranjang anakku, tapi masih perlu aku bimbing? Aku berasal dari keluarga kaya, mana mungkin aku mengerti cara-cara kotor wanita rendahan sepertimu!" "Biar kuberi tahu kamu, aku akan memberimu 1 bulan lagi. Kalau nggak ada kemajuan, kamu aku usir!" "Baik, aku mengerti." Tania menundukkan kepalanya, tampak sangat patuh. Namun Erina belum selesai, dia berkata, "Jangan berpikir bahwa kamu datang untuk menikmati hidup sebagai nyonya muda. Vila ini berantakan, kamu harus membereskannya pagi ini, kalau nggak, pergi kamu dari sini!" Tania tidak punya pilihan. Di bawah jari Erina yang menunjuk-nunjuk, dia membersihkan vila dari dalam hingga luar. Setelah Erina puas mengganggunya, barulah dia pergi. "Ingat, 1 bulan! Aku ingin melihat kemajuan!" Setelah mengantar Erina keluar, Tania yang belum sempat sarapan tidak memiliki tenaga lagi untuk makan. Dia memegang perutnya, keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya. Jangan-jangan, dia terkena radang lambung? Tidak, dia harus tetap ke rumah sakit untuk memeriksanya ... Tania menyeret tubuhnya yang lelah pergi ke rumah sakit. Kartu Tania dibekukan oleh Keluarga Alins, dan seluruh beasiswa yang telah diperolehnya selama bertahun-tahun pun jadi sia-sia. Dia hanya memiliki sedikit uang tunai, yang hanya cukup untuk membayar biaya pemeriksaan. Dia meraba saku kosongnya, merasa putus asa dan getir. Sepertinya dia harus mencari cara untuk bekerja dan mendapatkan uang ... Tania sudah mengantre cukup lama, akhirnya pemeriksaan pun selesai. Dia masih harus menunggu laporannya keluar selama setengah atau lebih dari satu jam. Dia merasa mual dengan bau disinfektan rumah sakit, jadi dia pergi ke taman belakang untuk mencari udara segar. Dari kejauhan, dia melihat seorang nenek yang mengenakan pakaian rumah sakit. Satu tangannya memegang tongkat, dan tangan lainnya dengan susah payah mengangkat sebuah keranjang sayuran. Tania yang sedang tidak melakukan apa-apa, maju dan berkata, "Nenek, biar aku bantu." Melihat penampilan gadis yang cantik dan rapi ini, nenek bernama Sandra itu dengan senang hati mengangguk. "Baik, terima kasih ya Nak." Tania mengikuti Nenek Sandra ke kamar rawat kelas satu, di dalamnya terdapat dapur khusus. Hari ini kokinya mengambil cuti untuk pulang ke kampung halaman. Nenek Sandra sudah bosan dengan makanan bergizi, jadi dia berencana untuk memasak sendiri hidangan kesukaannya. Tania membantu mencuci dan memotong sayuran. Dia menanyakan selera Nenek Sandra yang sudah lanjut usia, lalu dengan cepat memasaknya. Nenek Sandra makin menyukai gadis kecil ini. "Andai saja cucuku berbakti sepertimu. Dia hanya meninggalkanku di kamar ini dan nggak peduli lagi ... " "Betapa senangnya aku kalau kamu adalah istri cucuku. Menurutku, seorang pria harus berbuat baik di kehidupan sebelumnya agar bisa menikahi istri yang baik sepertimu!" Tania tersipu malu mendengar pujian Nenek Sandra. Setelah makan masakan yang dibuat oleh Tania, Nenek Sandra makin terharu dan tidak melepaskan tangan Tania. Wanita tua itu pun mulai menanyakan latar belakang keluarganya. Tania memberi tahu Nenek Sandra bahwa dia yatim piatu. Nenek Sandra tidak hanya tidak jijik, tetapi juga menepuk-nepuk tangan Tania. "Anak yang sebaik dan sesopan kamu nggak banyak, memangnya kenapa kalau kamu yatim piatu? Kalau kamu nggak keberatan, sebentar lagi cucuku akan datang untuk mengunjungiku. Apa kalian ingin bertemu ... " Tania merasa lucu dan terharu, dia bisa merasakan kasih sayang dan niat baik Nenek Sandra. Dia tidak ingin menyakiti hati wanita tua ini, jadi dia dengan asal menjawab, "Boleh, lain kali kalau ada kesempatan kita bisa mencobanya ... " Saat Nenek Sandra berencana untuk memberikan nomor teleponnya, Tania tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh ya, Nenek, aku masih belum mengambil hasil pemeriksaanku. Setelah aku ambil, aku akan kembali untuk ngobrol denganmu!" "Baik, Nenek akan menunggumu kembali." Nenek Sandra mengangguk. Tania meninggalkan kamar rawat tersebut, tetapi dia tidak menyangka dirinya akan menabrak dada pria yang dingin dan keras. Sebelum dia sempat bereaksi, pergelangan tangannya sudah dicengkeram erat. Nada bicara yang dingin dan tajam terdengar di telinganya. "Bagaimana kamu bisa ada di sini?!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.