Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 14

"Jangan menangis lagi." Dia mengambil dua lembar tisu dan menyodorkannya. Henny tidak mengambil, hanya mendongak dengan wajah penuh air mata sambil terus menangis. "Aditya, kalau aku tahu kamu kecelakaan, aku pasti kembali tanpa peduli apa pun untuk menikah denganmu. Meskipun menikah denganmu harus menjadi janda, aku juga rela. Tapi kenapa ... kenapa begitu aku pulang, kamu sudah bukan milikku lagi." Aditya ingin bilang, dia tidak pernah jadi milik siapa pun. Tapi saat melihat kondisi Henny yang seperti itu, akhirnya dia berkata, "Itu artinya kita memang nggak berjodoh, yang sudah biarlah berlalu, nanti kamu pasti akan ketemu yang lebih baik." "Aku nggak mau." Henny mencengkeram lengan bajunya erat-erat, "Aditya, aku hanya mencintaimu. Selain kamu, aku nggak bisa mencinta orang lain lagi. Aku tahu kamu menikah hanya untuk menolak bala, kamu sama sekali nggak mencintai wanita dari Keluarga Thio itu. Kalau nggak, kamu dulu juga nggak akan pacaran sama aku. Karena kamu sudah sadar, kamu cerai saja dengannya." "Kamu kira pernikahan hanya permainan? Aku mau cerai langsung bisa begitu?" Kesabaran Aditya habis oleh tangisan itu, "Dony, antar Nona Henny pulang istirahat." Dony masuk, melihat Henny yang wajahnya berlinang air mata, memegang Aditya dan sama sekali tidak mau lepas. "Jangan, jangan, Aditya, aku nggak mau pisah denganmu. Tanpa kamu, hidupku nggak akan berarti lagi." Dony sampai tidak tega mendengarnya Tapi saat melihat alis bosnya yang berkerut, dia hanya bisa membawa Henny keluar dengan paksa. Akhirnya telinga bisa kembali tenang. Aditya tanpa sadar menghela napas lega. Dulu waktu pacaran dengan Henny, dia itu gadis yang anggun. Baru kali ini melihatnya kehilangan kontrol seperti ini. Tapi dia tidak merasa sakit hati. Awalnya dia pacaran dengan Henny juga hanya karena sudah sampai umur menikah. Ditambah lagi Keluarga Sarlam cukup terpandang, Henny sendiri juga wanita berbakat, bahkan jadi sosialita nomor satu di Kota Sunther. Wanita seperti ini memang cocok dijadikan istri. Sedangkan calon istri dari Keluarga Thio yang sama sekali tidak terkenal itu, Aditya bahkan tidak pernah memasukkannya dalam rencana. Namun, takdir mempermainkan, pada akhirnya dia tetap menikah dengan Sharleen. Meski kelak dia akan menceraikan Sharleen, sekarang dia tidak perlu terjerat dengan Henny lagi. Aditya melirik berkas di meja kerja dan segera menyingkirkan urusan pribadi. Wanita? Mana mungkin lebih penting dari kariernya. ... Di lantai bawah. Henny sama sekali tidak menyangka Aditya akan mengusirnya sekejam itu. "Nona Henny, silakan naik mobil." Dony membukakan pintu. "Dony, beri tahu aku, bagaimana hubungan Aditya dengan putri Keluarga Thio itu?" Henny menolak naik mobil dan ingin mengorek sedikit informasi. "Maaf, Nona Henny, aku nggak bisa membocorkan urusan pribadi Pak Aditya." Dony menggeleng. Henny menggertakkan gigi, Dony benar-benar tidak memberinya muka. Kalau tidak bisa mendapatkan informasi darinya, berarti harus cari orang lain, "Sudahlah, nggak perlu antar aku. Suasana hatiku sedang nggak bagus, mau jalan sendiri." Dony yang melihatnya, juga tidak memaksa, "Kalau begitu hati-hati." Begitu meninggalkan Grup Wirawan, Henny langsung mengendarai mobil ke rumah besar Keluarga Wirawan. ... Kebetulan Sandra sedang di rumah, dia sendiri yang menyambutnya. "Kak Sandra, ini kalung yang kubeli waktu tur di Aeropa, kebetulan aku berkunjung ke rumah seorang bangsawan dan membelinya." Henny mengeluarkan hadiah yang sudah disiapkan dari tas, "Kudengar ini hasil desain tangan perhiasan terkenal James. Aku tahu Kak Sandra suka mengoleksi kalung, jadi aku khusus membelinya dari nyonya bangsawan itu." "Ah, kamu benar-benar perhatian." Mata Sandra langsung berbinar. Seumur hidup, hobinya memang hanya itu, "Berapa harganya, biar aku bayar." "Nggak perlu, yang penting Kak Sandra suka. Ini juga ada jam tangan yang kubeli khusus buat Bibi Leoni dari luar negeri. Kudengar dia paling suka koleksi jam tangan." Henny mengeluarkan semua hadiah sekaligus, hanya saja matanya sudah memerah dan air mata membasahi punggung tangannya. "Aduh, kamu ini ...." Sandra merasa kasihan, buru-buru mengeluarkan sapu tangan untuk menghapus air matanya. "Aku merasa sedih." Henny terisak dan berkata, "Baru pulang, tapi malah mendengar Aditya kecelakaan, terus menikah buat menolak bala." Sandra terkejut, "Kamu nggak tahu?" Henny menjelaskan, "Mana aku tahu, beberapa waktu ini sibuk tur keliling, keliling tujuh negara dalam dua puluh hari. Aku baru kembali kemarin, orang tuaku baru cerita soal Aditya kecelakaan. Awalnya mau cari aku buat menikah mengusir bala, tapi saat mendengar Aditya nggak akan selamat, mereka nggak berani menyuruhku kawin lalu menjadi janda. Kalau aku tahu, aku pasti akan segera pulang. Saat hidup aku miliknya, setelah mati pun tetap miliknya." "Pantas saja." Sandra mengangguk, "Waktu itu kami memang pergi mencari orang tuamu, tapi mereka langsung menolak. Sebenarnya bisa dimaklumi, aku pun waktu itu berpikir Aditya nggak akan selamat. Siapa yang mau menikahkan putrinya, hanya Keluarga Thio yang mata duitan itu." "Kak Sandra ...." Henny menarik napas, menahan suara, "Katakan padaku, Aditya dan wanita itu ...." "Aditya sama sekali nggak menyukainya." Begitu menyinggung Sharleen, Sandra langsung emosi, "Kemarin saja Aditya mengusirnya keluar." "Benarkah?" Mata Henny berbinar. "Henny, memang kamu yang terbaik." Sandra menghela napas. "Sharleen itu sama sekali nggak pantas dengan Aditya. Dia berasal dari keluarga kecil, hanya bisa membuat orang kesal. Sejak datang ke sini, nggak ada hari tenang." Hati Henny jadi girang, dia tidak menyangka Keluarga Wirawan begitu tidak suka pada Sharleen. "Kak Sandra, jangan begitu, aku dengar Keluarga Thio juga punya usaha bahan bangunan di Kota Sunther. Ayahku pernah bilang, Charles sering keliling minta kerja sama dengan pengembang properti." Saat mendengar itu, Sandra semakin meremehkan, "Punya kerabat seperti Keluarga Thio, benar-benar memalukan." Saat ini. Terdengar langkah kaki dari lantai atas. Sharleen sebenarnya hanya mau turun ambil air, tapi kebetulan mendengar ucapan Sandra barusan. Suaranya tidak keras, tidak pelan juga. Usianya masih muda, jadi pendengarannya masih tajam, pura-pura tuli juga tidak mungkin. "Kakak Ipar, memangnya Keluarga Thio pernah membuatmu malu?" Sambil bicara, Sharleen menatap wanita yang duduk di samping Sandra. Wanita itu kelihatan lebih tua beberapa tahun darinya, cantik, anggun, berwibawa, dan wajahnya penuh air mata. Wanita yang akan langsung meluluhkan hati pria kalau menangis. Henny juga mengamati Sharleen yang hanya mengenakan baju rumahan. Rambut hitam polos, wajah oval berisi, meski terlihat manis dan polos, tapi kelihatannya masih berusia delapan belas tahun, benar-benar masih muda. Begitu melihatnya, Henny langsung merasa lega. Dengan penampilan begini, Aditya jelas tidak akan menyukainya. "Dari kepala sampai ujung kaki membuat Keluarga Wirawan malu." Sandra berkata ketus, "Bagaimanapun juga, Keluarga Thio besan kami, waktu ayahmu minta kerja sama bisnis, paling nggak harus memikirkan muka Keluarga Wirawan. Kalau tersebar keluar, benar-benar membuat malu." Sharleen langsung membalas, "Kalau Kakak Ipar merasa malu, kenapa nggak kenalkan beberapa bisnis pada Keluarga Thio. Jadi kami nggak perlu minta sama orang lain?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.