Bab 3
"Kamu bisa nggak tenang dulu, kamu seorang pasien." Sharleen berbaik hati dan maju untuk memapahnya.
Aditya menepis tangannya dengan marah, "Minggir! Besok aku suruh orang kirim berkas perceraian ke rumah Keluarga Thio, kamu sebaiknya tanda tangan dengan patuh."
"Ya sudah, aku pergi dulu. Tapi jangan lupa, sebelum aku tanda tangan, uangnya harus sudah masuk ke rekeningku."
Sharleen malas melihat wajah yang selalu marah padanya. Meski tampan, tapi orang tampan juga bisa dilihat di TV atau di ponsel.
"Tenang saja, sepeser pun nggak akan kurang."
Tatapan Aditya penuh sindiran. Dia benar-benar tidak habis pikir, Keluarga Thio tidak kekurangan uang, kenapa bisa punya anak yang gila uang seperti ini.
"Jangan lihat aku seperti itu. Intinya hubungan kita ini transaksi. Aku nggak mungkin menikah secara gratis denganmu, lalu menjadi janda tanpa dapat apa-apa. Aku bukan dewi penyelamat yang akan menikah dengan siapa saja yang membutuhkan pernikahan penolak bala."
Setelah berkata begitu, Sharleen langsung pergi tanpa memedulikan Aditya yang wajahnya sudah terlihat sangat jelek itu.
Tentu saja, setelah dia pergi, barang-barang di dalam kamar pecah berserakan di lantai.
Asisten Aditya, Dony, masuk dan terpana melihat lantai yang berantakan. Ini pertama kalinya dia melihat Tuan Muda Aditya yang biasanya dingin dan tenang dibuat kesal sampai seperti ini.
Apa sebenarnya yang dikatakan nyonya baru itu?
"Siapkan surat cerai. Aku mau cerai dengan wanita itu." Suara Aditya terdengar menakutkan.
"Eh ... baik."
Dony mengusap keringat di dahinya.
Dia tidak menyangka, hari itu juga Tito langsung tahu masalah ini.
Tito yang sudah berusia enam puluh tahun lebih pergi ke rumah sakit, "Kamu nggak boleh cerai sama Sharleen."
"Aku membencinya." Aditya tidak menutupi rasa jijik di matanya. "Kalau mau nikah, kamu saja yang nikah."
Tito nyaris menghantamnya dengan tongkat, "Master Raka bilang wanita ini bisa membawa hoki untukmu, juga Keluarga Wirawan, bahkan bisa membuat hidupmu lancar seumur hidup."
Aditya mendengus, "Kalau Anda begitu percaya takhayul, kenapa nggak sekalian jadikan aku biksu saja? Menurutku kemungkinan besar Keluarga Thio menyuap orang yang disebut master itu. Sebaiknya kamu periksa dulu."
"Tapi kenyataannya waktu itu kamu hampir mati. Dokter bilang nggak ada harapan lagi. Setelah menikah, kamu justru sadar kembali. Kata master memang benar. Kalau berani cerai, aku suruh kakakmu berhenti mengobati wanita itu." Tito berkata dengan marah.
Mata Aditya menyipit dan wajahnya langsung menjadi dingin, "Ayah ...."
"Aku nggak bercanda. Kamu tahu kemampuan medis kakakmu. Kalau dia berhenti mengobatinya, wanita itu nggak akan pernah bisa sembuh lagi." Tatapan Aditya yang penuh amarah tidak membuat Tito goyah.
Keduanya saling menatap dalam diam.
Aditya mengepalkan tangan, lalu menunduk, "Baik, aku nggak akan cerai. Tapi aku juga nggak akan menerima atau menyukainya."
"Bagus. Semoga kamu tepati kata-katamu."
Tito mendengus, lalu pergi dengan tongkatnya.
Mau melawannya? Dia bahkan tidak melihat dulu siapa yang lebih senior.
...
Keluarga Thio.
Sharleen sudah melepas gaun pengantin tradisional yang dipakainya, berganti dengan pakaian rumah yang sederhana dan nyaman.
Menjelang sore.
Charles pulang dari kantor. Setelah melepas jas dan memberikannya pada Emma, dia terlihat heran, "Kenapa kamu pulang secepat ini? Apa jangan-jangan tuan muda Keluarga Wirawan ...."
"Paman Charles, Tuan Muda Aditya sudah siuman semalam dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kondisinya sudah stabil sekarang." Sharleen mengangkat bahunya. "Pagi ini dia melihatku lalu ribut mau cerai denganku. Aku pikir kalau terus bersamanya, akan repot kalau nanti ketahuan aku bukan putri kandung Keluarga Thio. Jadi aku setuju cerai. Besok pagi dia akan mengirimkan surat perceraian."
Charles melongo lama, baru menghela napas, "Aku benar-benar nggak menyangka. Padahal kabar yang kudengar, dokter sudah menyuruh Keluarga Wirawan menyiapkan urusan pemakaman."
Emma berkata pelan, "Itu artinya keberuntungan berpihak pada Sharleen."
"Benar, memang beruntung. Kalau bukan bertemu denganku, entah dia akan berakhir seperti apa dengan ayahnya yang pemabuk itu." Charles melirik Emma dengan sinis.
Emma langsung menunduk tanpa berani bicara lagi.
Sharleen membela ibunya, "Paman Charles, memang benar Anda yang kasih aku dan ibu rumah. Tapi selama ini, ibuku juga sudah mengurus Anda dan rumah dengan baik. Dia juga capek."
"Capek?" Charles tertawa seolah mendengar lelucon. "Dia nggak perlu ke mana-mana, hanya membersihkan rumah dan masak. Siapa lagi yang hidupnya lebih enak darinya?"
Sharleen ingin membantah, tapi Emma sudah menariknya sambil memohon lewat tatapan, jangan diteruskan.
Charles mendengus, "Bagus juga kalau Aditya memutuskan bercerai denganmu. Keluarga Wirawan mau menjadikan Adeline sebagai menantu karena mantan istriku. Kalau sampai ketahuan mereka dapat menantu anak seorang pemabuk, Keluarga Thio yang repot."
"Paman, mahar empat ratus miliar itu ...."
Sharleen menatap Charles dengan ragu, seolah ingin mengatakan sesuatu.
Sebelumnya, ketika mahar dari Keluarga Wirawan dikirim, semuanya masuk ke kantong Charles.
Kilatan serakah melintas di mata Charles, lalu berkata, "Aku sudah diskusi sama ibumu. Kamu masih muda, kami nggak tenang kalau uang sebanyak itu kalau dipegang olehmu. Jadi biar aku yang simpan dulu. Begini saja, bukankah kamu bilang mau pergi jalan-jalan? Aku kasih kamu enam puluh juta, cukup dipakai setelah cerai nanti."
Empat ratus miliar jadi enam puluh juta.
Sharleen tertawa dalam hati.
Charles benar-benar serakah sampai membuatnya tercengang.
"Paman, terima kasih atas kebaikannya. Tapi sekarang aku sudah berumur 22 tahun dan sudah terbiasa mengatur uang sejak kecil. Lagi pula, aku bukan orang yang boros. Kalau bukan karena Paman, aku juga nggak mungkin dapat empat ratus miliar ini. Anggap saja itu uang kerja sama kita. Paman yang paling diuntungkan, kasih aku seratus miliar saja, sisanya aku nggak mau."
Sharleen memang merasa sayang, tapi kadang harus melepaskan dulu untuk bisa mendapatkan sesuatu.
Dia sudah menghitung, kalau bisa mendapatkan seratus miliar dari sini, ditambah seratus miliar dari Aditya besok, dirinya bisa mengumpulkan dua ratus miliar.
"Seratus miliar?" Charles tertawa karena marah. "Umur masih muda, tapi mimpimu lumayan besar."
Sharleen berkata, "Bukannya Anda sering bilang, orang harus punya mimpi besar?"
Charles sudah hampir meledak karena emosi. Matanya menyipit tajam saat melihatnya tidak tahu diuntung, "Sharleen, orang harus tahu diri. Kalau bukan karena Keluarga Thio, kamu kira dirimu punya kualifikasi masuk ke Keluarga Wirawan?"
Sharleen sama sekali tidak marah. Wajah polosnya tetap tersenyum, "Paman, kalau bukan karena mengingat budi baikmu membesarkanku dan uang ini, aku nggak akan mau menjadi pengantin penolak bala. Setelah menjadi janda, hargaku akan turun. Makanya aku harus punya uang supaya punya pegangan. Kalau Anda nggak setuju, siapa tahu saat pengacara Aditya datang besok, aku nggak sengaja keceplosan kalau aku sebenarnya bukan putri kandung Keluarga Thio ...."
Wajah Charles langsung berubah dan melampiaskan amarah pada Emma, "Ajari anakmu ini!"
Emma panik sampai wajahnya pucat.
Sharleen terkekeh, "Ibuku nggak bisa mengaturku."
"Kamu berani mengancamku?" Tatapan dingin Charles seakan mau melahapnya hidup-hidup.