Bab 2573
"Aku nggak membicarakan tentang hal itu. Penduduk Desa Morin, desa nelayan kecil, Desa Bornia, lalu sekarang penduduk Kota Girnan. Mereka nggak hanya menjadi korban karena kamu, tapi juga mati karena kamu. Apakah nyawamu lebih berharga sehingga nyawa mereka nggak dianggap?"
"Aku ...."
Surya tertegun di tempatnya, terdiam sejenak, lalu membalas dengan suara pelan, "Tetua Tanpa Malam, kata-katamu memang benar. Nggak peduli itu di Desa Morin, desa nelayan kecil, Desa Bornia ataupun penduduk Kota Girnan, mereka semua mati karena aku. Aku, Surya, meminta maaf pada mereka."
Meskipun penduduk dari keempat tempat tersebut tidak mati oleh tangan Surya, melainkan oleh manusia ular dan Penguasa Kegelapan, tapi kematian mereka masih terkait erat dengan Surya.
Sekarang, Tetua Tanpa Malam datang untuk meminta pertanggungjawabannya. Surya menatap punggung Tetua Tanpa Malam sambil menghela napas. Keputusasaan dan penyesalannya lenyap dalam sekejap.
Surya berkata, "Tetua Tanpa Malam, kamu benar. Nggak peduli itu di Desa Morin, desa nelayan kecil, Desa Bornia ataupun penduduk Kota Girnan, mereka semua mati karena aku. Aku, Surya, berutang pada mereka."
"Seorang pria sejati harus bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan. Mereka semua mati karenaku, jadi sekarang aku harus mengembalikan nyawaku pada mereka."
Tiba-tiba, kekuatan cahaya meningkat secara tiba-tiba, menyelimuti tubuh Surya. Pada saat yang sama, aura naga muncul, perlahan-lahan membentuk seekor naga putih yang mengelilingi tubuh Surya, berputar-putar di sekitarnya. Pada saat ini, Penguasa Kegelapan berujar, "Surya, apa yang mau kamu lakukan? Aku nggak mau kamu mati!"
"Aku nggak mau mati. Tenangkan dirimu. Membunuh beberapa orang penduduk desa itu nggak ada artinya. Tetua Tanpa Malam ini hanya ingin menipumu agar kamu membunuh dirimu. Apa kamu nggak bisa melihatnya?"
Aura energi Penguasa Kegelapan mulai meningkat secara bertahap, membuat segel di dada kirinya mulai terasa sakit. Surya menggertakkan giginya, lalu berkata, "Nggak, kali ini aku nggak mau kamu membuat keputusan untukku."
Tekad kuat Surya mengalir ke tanda kepala naga berwarna merah di punggungnya. Kemudian, seekor naga api yang merah menyala muncul, mengelilingi di sekitar tubuh Surya beberapa kali, lalu masuk ke dada kiri Surya.
Dengan kekuatan besar dari naga api itu, segel di dadanya menguat, menekan energi gelap yang dimiliki Penguasa Kegelapan. Dalam sekejap, naga putih yang terbang di udara mengeluarkan raungan keras, mengguncang seluruh kuil gunung dengan setiap gerakannya.
Surya menatap punggung Tetua Tanpa Malam sembari berujar, "Tetua Tanpa Malam, kalau ada kesempatan, tolong sampaikan permohonan maafku pada para penduduk desa nggak bersalah yang sudah meninggal. Sekarang, aku akan mengakhiri hidupku sendiri!"
Setelah berkata demikian, Surya mengucapkan mantranya. Sekejap kemudian, naga putih mengeluarkan raungan yang menggemparkan. Naga putih meluncur menuju Surya, lalu menusuk ke arah dadanya. Sebuah bayangan hitam terlempar keluar, meledak di udara, lalu berubah menjadi aura hitam yang perlahan menghilang.
Kemudian, kedua mata Surya membelalak, sebelum akhirnya dia jatuh pingsan.
Tetua Tanpa Malam memutar tubuhnya. Dia melemparkan sekilas pandang pada Surya, berjalan ke samping pintu, lalu menengadahkan kepala melihat ke langit. Langit yang tadinya penuh dengan awan hitam mulai menghilang, digantikan dengan langit biru serta awan putih yang kembali terlihat.
Seberkas sinar matahari keemasan menerangi ambang pintu kuil gunung. Tetua Tanpa Malam mengusap janggutnya, lalu bergumam, "Bagus, bagus. Tampaknya anak ini memang seorang kultivator dengan hati yang adil. Kali ini, Klan Naga memiliki harapan untuk kembali pulih, mendapatkan kembali nama baiknya."
Setelah berkata demikian, Tetua Tanpa Malam berubah menjadi seberkas sinar putih yang menghilang tanpa jejak.
Di dalam keadaan pingsan, luka segel di dada kiri Surya yang terbuka mulai pulih secara perlahan, hingga akhirnya sembuh dengan sendirinya. Di dalam mimpinya, Surya kembali ke Desa Bornia, ke desa nelayan kecil, ke Desa Morin, hingga akhirnya kembali ke Kota Girnan. Dia menemukan semua penduduk tersenyum padanya dengan gembira. Sebuah perasaan penuh kehangatan mulai muncul di dalam hatinya.
"Silakan manisannya!"
"Silakan manisannya!"
...
Tidak tahu sudah berapa lama Surya tertidur. Saat dia terbangun kembali, dia melihat seorang pria yang membawa manisan lewat di depan pintu kuil gunung. Surya menggosok-gosok matanya, lalu bangkit duduk dari tanah. Pada saat itu, Surya tidak lagi merasakan rasa sakit di dada kirinya. Ketika menundukkan kepala, Surya melihat segel di dada kirinya sudah kembali pulih seperti semula tanpa disadari.