Bab 20
Dalam temaram malam, Yasmin berdiri terbungkus bayangan tinggi besar Zicho. Begitu dekat dan rapat seakan menelan seluruh ruang di sekelilingnya.
Detik berikutnya, sebuah jaket hangat disampirkan ke bahunya.
Dia mencium aroma dari jaket itu.
Wangi kayu dingin dan bersih, mengingatkan pada pohon cemara yang tegak di tengah salju musim dingin.
Karena telah memberinya mantel, pria itu kini hanya mengenakan kemeja hitam tipis. Kancing manset berlian di lengannya memantulkan cahaya tajam, seperti dirinya, dingin dan tajam, membuat orang secara naluriah ingin menjauh.
Yasmin tak pernah menangis di hadapan Yani, namun hari ini, justru Zicho yang melihatnya dalam keadaan rapuh ini.
Rasa malu dan tak berdaya membuatnya ingin menghilang dari dunia.
Namun, dia tidak buru-buru menghapus air matanya. Dia hanya menatap pria itu tanpa ekspresi, sementara bekas air mata di wajahnya tampak berkilau seperti embun yang membeku di bawah cahaya lampu redup.
Bagi Yasmin, Zicho hanyalah orang asing yang pern

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda