Bab 3
Cakra muncul di pintu masuk kafe dengan setelan jas rapi. Dengan aura bangsawan dan postur tegap layaknya model, kehadirannya langsung mencuri perhatian. Banyak pengunjung kafe diam-diam melirik ke arahnya, dan tatapan mereka penuh kekaguman yang tak bisa disembunyikan.
Di sisi Cakra, berdiri seorang pria berwajah bersih dan tenang, sekitar awal usia tiga puluhan, sama-sama berwibawa.
Yasmin langsung mengenalinya.
Dia Yohan Daruta, profesor Ilmu Komputer di Universitas Adipura. Yasmin pernah membaca tentangnya saat menjelajah forum. Saat ini, Yohan sedang meneliti kestabilan sistem AI berbasis data.
Di belakang mereka, berdiri asisten Cakra, Luki Subrata, sambil memeluk setumpuk dokumen.
Grup Jiwanto adalah pemimpin industri teknologi di Kota Lohari, dan pertemuan dengan Yohan kemungkinan besar berkaitan dengan urusan bisnis.
Yasmin sama sekali tidak ingin bertemu Cakra hari ini.
Namun jika Yasmin berdiri dan pergi sekarang, justru akan lebih menarik perhatian. Dia hanya bisa berharap mereka tidak melihatnya.
Sayangnya, harapan tak selalu sesuai kenyataan.
Detik berikutnya, pandangan Cakra langsung terkunci padanya, tanpa meleset sedikit pun.
Tatapan mereka saling bertemu.
Namun Cakra melihatnya seolah-olah dia adalah orang asing. Pandangannya dingin tanpa emosi, dan dalam sekejap, dia mengalihkan pandangan kembali.
Dia sama sekali tak peduli dengan kehadiran Yasmin.
Luki, yang mengikuti arah pandangannya, juga melihat Yasmin, tetapi sama sekali tidak menunjukkan reaksi. Dia segera berkata, "Ruang VIP-nya ke arah sini. Profesor Yohan, Pak Cakra, silakan."
Yasmin sedikit menghela napas lega.
Namun langkah mereka justru terhenti.
Tiba-tiba Yohan bertanya, "Pak Cakra, apa kamu mengenal wanita yang duduk di dekat jendela itu? Maaf kalau aku lancang, tadi kamu dan Pak Luki sempat melirik ke arahnya, jadi aku memperhatikannya juga."
Cakra memang sempat memperkirakan Yasmin akan muncul di kantor. Tapi dia tak pernah menyangka kalau Yasmin akan mengikuti sampai ke tempat ini.
Meski begitu, dia tetap tidak terlalu terkejut.
Namun itu tidak berarti Cakra senang melihat Yasmin.
Dengan nada acuh tak acuh dan dingin, Cakra berkata, "Pembantu di rumahku."
Yohan sempat tertegun.
Bukan karena Cakra memperhatikan seseorang, tapi karena dia merasa pernah melihat wanita itu di laboratorium Universitas Adipura.
Namun Universitas Adipura adalah kampus top di negeri ini. Seburuk-buruknya nasib mahasiswa yang lulus dari sana, tidak akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Apalagi mahasiswi itu adalah salah satu yang paling cemerlang dan benar-benar seorang genius. Laboratorium milik Yohan saat ini sedang mengalami kebuntuan teknis, dan jika talenta seperti itu bisa bergabung, mereka mungkin bisa menyelesaikan masalah tersebut dalam waktu singkat.
Anehnya, beberapa tahun lalu, wanita itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.
Yohan bahkan pernah secara khusus menelusuri semua arsip lulusan, namun tak satu pun yang cocok dengan sosok genius yang pernah dia lihat itu.
Yohan pernah menilai, dengan bakat yang dimiliki oleh mahasiswa genius itu, dia cukup menerbitkan beberapa makalah ilmiah saja untuk menggemparkan seluruh dunia akademik. Menjadi profesor termuda dalam sejarah Universitas Adipura bukan hal yang mustahil, bahkan masuk ke Galeri Tokoh Terkenal di Institut Riset Ilmu Komputer juga sangat mungkin.
Masa depannya sungguh tak terbatas.
Yohan menghela napas kecil. Ternyata dia salah orang, jadi tak ada lagi yang perlu dibahas. "Ayo, Pak Cakra."
Cakra tidak lagi melirik Yasmin dan langsung melangkah masuk ke ruang VIP.
Yasmin mengeratkan cengkeraman jarinya pada cangkir kopi.
Hingga suaranya berdecit, menyakitkan telinga.
Dulu, saat Joni pernah berkunjung ke rumah dan mencicipi masakannya, dia begitu terkesan sampai-sampai berseru bahwa dia ingin menikahi wanita yang jago masak seperti Yasmin.
Saat itu, Cakra hanya berkomentar dingin, "Kalau cuma butuh makan enak, nikah saja sama koki perempuan."
Mencintai seseorang mungkin memang bisa membuat seseorang menjadi bodoh.
Saat itu Yasmin tidak merasa ada yang salah.
Tapi sekarang jika dipikirkan kembali, semua itu terasa begitu konyol dan menyedihkan.
Tiga tahun pengorbanan, dan yang dia dapat hanyalah identitas sebagai juru masak dan pembantu rumah tangga. Apa itu yang disebut cinta?
Tiba-tiba perasaan sesak menyelimuti Yasmin. Karena semuanya baru terasa sekarang, rasa sakit itu seperti ribuan jarum halus menusuk jantungnya, terus-menerus dan tanpa henti.
"Tok, tok!"
Saat Cakra sudah masuk ke ruang VIP, Luki berjalan mendekat dan mengetuk meja Yasmin.
Lamunannya langsung buyar, dan dia pun mengangkat kepala.
Dengan nada dingin penuh ketidakpuasan, Luki bertanya, "Kamu ngapain ke sini? Bukankah Pak Cakra sudah memperingatkan untuk nggak lagi mengikuti jejaknya?"
Beberapa waktu lalu, saat Surya jatuh sakit, Yasmin tidak bisa menghubungi Cakra, jadi dia mengontak sekretarisnya. Akhirnya dia menemukan Cakra di sebuah bar.
Cakra mabuk berat waktu itu. Saat Yasmin mencoba membantunya berdiri, dia malah menariknya ke sofa dan mencium Yasmin dengan penuh hasrat.
Itu membuat Yasmin terkejut, dan saat itu juga, dia diam-diam merasa bahagia.
Cakra selalu bersikap dingin padanya. Itulah satu-satunya momen dia mencium Yasmin dengan inisiatif sendiri.
Namun, pada detik berikutnya, dari mulut Cakra terdengar nama "Shayna".
Sekejap, tubuh Yasmin terasa membeku dari kepala sampai kaki, dan dia meronta sekuat tenaga. Begitu Cakra sadar, dia marah besar. Untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, selain tidak pulang selama sebulan penuh, bahkan mengancam bahwa jika hal itu terulang lagi, Cakra akan menceraikannya. Meski kakeknya Cakra sendiri turun tangan, keputusan itu tak akan berubah.
Yasmin tentu tak berani mengulangi kesalahan.
Sejak itu, apa pun yang terjadi, dia tidak pernah lagi berani menanyakan keberadaan Cakra.
Sebagai asisten, Luki tahu betul betapa dalam perasaan Yasmin pada Cakra.
Setelah mengucapkan pertanyaan tadi, dia jadi ragu sendiri, mungkin Yasmin sebenarnya tidak berani bertindak sejauh itu.
Bagaimanapun juga, Yasmin tidak akan berani lagi merusak kesan Cakra terhadap dirinya.
Namun, keberaniannya hari ini jelas bukan tanpa alasan. Mungkinkah karena terpukul?
Luki segera menyadari. "Kalau kamu nekat begini cuma karena Bu Shayna kembali ke negara ini, kamu harus pikirkan baik-baik. Bu Shayna menempati posisi yang sangat penting di hati Pak Cakra. Jadi, kalau kamu lakukan hal begini ... bukankah justru kelihatan menyedihkan dan sia-sia?"
Shayna kembali ke negara ini dengan gelar doktor, dan berhasil lolos seleksi untuk bergabung di laboratorium milik Profesor Yohan.
Profesor Yohan adalah tokoh besar di industri. Semua peneliti di bawahnya adalah para ahli di garis depan teknologi, dan riset yang mereka lakukan berfokus pada aplikasi paling mutakhir dalam bidang kecerdasan buatan.
Dunia milik Shayna adalah sesuatu yang bahkan tak bisa dijangkau oleh Yasmin.
Seandainya Luki berada di posisi Yasmin, dia pasti tahu diri. Karena begitu melihat langsung Shayna, menyaksikan perbedaan mencolok di antara keduanya, dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri dengan memperlihatkan kelemahan.
Namun jelas, Yasmin tidak memiliki kesadaran semacam itu.
Hubungan Yasmin dengan Luki memang sejak awal tidak pernah akur.
Bukan karena alasan khusus, tapi hanya karena Luki adalah asisten pribadi Cakra. Sikap sang atasan seperti apa, ya dia hanya meniru saja. Karena itu, Yasmin sering menerima sindiran dan ucapan dingin darinya.
Dulu, seluruh perhatian Yasmin hanya tertuju pada Cakra, jadi terhadap Luki pun dia selalu bersikap sopan. Meskipun Luki bersikap dingin dan bicaranya tajam menyindir, Yasmin tidak pernah benar-benar membalas atau mempermasalahkan.
Tapi sekarang, dia tidak perlu lagi menahan diri.
Yasmin balik bertanya dengan tenang, "Lalu, menurut kamu yang 'masuk akal' itu seperti apa? Kalau aku benar-benar berniat mengganggunya, kenapa nggak dari tadi pagi saja aku mengikuti dia ke mana-mana? Bukankah cara itu lebih langsung dan bahkan lebih cocok dengan tuduhan kamu tadi, seorang penguntit gila karena cemburu?"
Luki menatapnya dengan kaget.
Yasmin yang biasanya selalu bersikap lembut dan mengalah, kenapa tiba-tiba sikapnya jadi begitu tajam dan galak?
Tapi Luki segera bisa menebak situasinya.
Yasmin baru saja mengalami keguguran kemarin, sementara Pak Cakra malah terus bersama Shayna.
Untuk seorang ibu yang baru kehilangan anak, sekalipun biasanya lembut, sikapnya pasti akan berubah. Mungkin itulah sebabnya Yasmin tampak berbeda hari ini.
Meski begitu, Luki yakin, Yasmin tak akan bisa bersikap tegas seperti ini lama-lama.
Dengan ekspresi datar, dia berkata, "Aku nggak mau ribut. Pak Cakra nggak mau melihat kamu, jadi lebih baik kamu pergi sekarang."
Sikap keras Yasmin hanya akan membuatnya tetap berada di sini dan mengganggu pandangan Pak Cakra.
Tapi apa untungnya untuk dia?
Semua ini hanya tindakan kekanak-kanakan.
Yasmin menjawab dengan tenang, "Aku sudah cerai dari Cakra. Jadi ke depannya, apa yang aku lakukan nggak ada hubungannya lagi dengan kalian. Tolong berhenti ikut campur."
Tanpa menunggu tanggapan, Yasmin langsung berbalik dan pergi.
Luki menatap punggungnya, nyaris ingin tertawa karena tak habis pikir.
Dia benar-benar tak paham jalan pikiran Yasmin.
Pak Cakra sudah berkali-kali mengajukan cerai, tapi kapan Yasmin benar-benar menceraikannya?
Marah-marah kepadanya pun tidak akan mengubah apa pun.
Lagi pula, jika ingin terlihat tegas, setidaknya lepas dulu cincin kawin yang masih melingkar di jari manis. Wanita itu berkata seolah sudah benar-benar putus, tapi buktinya masih memegang erat simbol pernikahan. Bukankah itu justru terlihat konyol?
...
Setelah meninggalkan tempat itu, Yasmin langsung menghubungi Yani. "Kita ganti lokasi ketemu, ya."
Tadinya, Yasmin berniat menyelesaikan urusan itu setelah bertemu dengan Yani.
Tapi kini dia merasa tidak bisa menunggu lagi.
Dia pergi ke toko perhiasan.
Petugas toko menggunakan penjepit khusus untuk memotong cincin kawin yang masih menempel di jari manis Yasmin.
Selama bertahun-tahun, Yasmin sulit hamil. Ibu mertuanya pun kerap memberinya berbagai jenis ramuan yang membuat tubuhnya perlahan-lahan membengkak. Tanpa sadar, cincinnya jadi terlalu sempit untuk dilepas secara normal.
Setelah terpotong, cincin itu menjadi barang tak bernilai dan hanya bisa dijual sebagai logam mulia.
Karena cincin itu sederhana, hanya terbuat dari platinum dengan serpihan berlian kecil, nilainya pun tak seberapa. Bahkan harga jual kembalinya tak sampai empat juta.
Mendengar harga itu, Yani tak bisa menahan tawa karena terlalu heran. "Sampai cincin kawin pun kamu jual? Wah, drama cerai kamu kali ini kelihatannya serius juga, ya."
Dengan melihat bagaimana Yasmin bersikap selama tiga tahun terakhir, Yani sebenarnya tidak pernah benar-benar yakin kalau Yasmin akan sungguh-sungguh berpisah dari Cakra.