Webfic
Abra la aplicación Webfix para leer más contenido increíbles

Bab 10

Di dalam mobil, Sanji baru saja melepaskan sabuk pengamannya. Ketika mengangkat kepala, dia melihat seseorang berlari keluar untuk membantu. Baru pada saat itulah dia merasa lega. "Pak Gavin, kamu memang bijaksana, tapi sepertinya Nona Yasmin nggak kekurangan orang yang melindunginya." Sanji tidak bisa menahan decakan kagumnya setelah mengatakan ini. Dia sama sekali tidak melihat wajah Gavin yang muram. Yasmin bukanlah orang yang mudah menunjukkan kelemahannya. Setelah memasuki pintu kompleks perumahan, dia berbalik sambil memberi isyarat terima kasih kepada pria itu, lalu pergi dengan anggun. "Arvin, lepaskan aku. Ini urusan antara aku dan Yasmin. Apa hubungannya denganmu?" ujar Rizky. Rizky mendorong Arvin. Dua pria dewasa yang berpelukan seperti itu sungguh memuakkan. "Pak Rizky, dengan pernikahan yang sudah di depan mata, kamu nggak ingin ada berita tentangmu yang masih nggak bisa melupakan mantan kekasihmu, 'kan? Dengarkan nasihatku, cepat pergi dari sini," balas Arvin. Arvin melihat ke sudut-sudut tersembunyi di sekitar. Tak peduli betapa bodohnya Rizky, dia mengerti bahwa ini adalah peringatan untuknya. Saat keduanya bersiap pergi, Alya mengeluarkan sebuah undangan berwarna merah dari tasnya. "Ini undangan pernikahanku dengan Kak Rizky. Tolong sampaikan untuknya." Setelah Alya mengatakan ini, dia berbalik, berlenggak-lenggok kembali ke mobil. Arvin hanya melihat undangan itu sekali, lalu menggelengkan kepala, merasa kasihan pada Yasmin. Nasibnya terlalu menyedihkan. Putri tertua Keluarga Quiny yang baik disakiti sampai seperti ini. "Kenapa kamu tiba-tiba datang mencariku?" Yasmin bertanya sambil menuangkan segelas air untuk Arvin. Jika bukan karena dia, hari ini mungkin Yasmin akan diganggu oleh dua orang itu untuk waktu yang lama. "Bukankah tahun ajaran baru akan segera dimulai? Aku datang lebih awal ke Kota Cavaria untuk membiasakan diri," balas Arvin. Arvin berada satu angkatan di bawah Yasmin. Saat itu, keluarganya mengalami beberapa masalah, hingga membuatnya mengambil cuti kuliah selama setahun. Jadi, setelah Yasmin lulus, Arvin masih membutuhkan dua tahun lagi untuk menyelesaikan kuliahnya. Selain itu, dia mengalami kesulitan untuk topik penelitian kelulusannya, sehingga harus menunda kelulusan selama setahun lagi. "Menurutku kamu cukup gigih untuk mengambil pascasarjana. Berdasarkan pandanganku tentang perjalanan akademismu, itu sama sekali nggak cocok denganmu." Yasmin baru pertama kali melihat seseorang yang masih memilih untuk melanjutkan kuliah, meski sebelumnya dia berhasil lulus dengan begitu banyak kesulitan. Arvin berkata, "Itu bagus. Kalau nggak, aku nggak mungkin datang ke Kota Cavaria. Aku juga nggak akan bisa bertemu Shifa." Ketika membicarakan Shifa, mata Arvin seperti mengeluarkan gelembung merah muda. "Tapi kedatanganku kali ini juga karena ada urusan lain. Ini tentang petunjuk baru mengenai insiden kamu jatuh ke danau tujuh tahun lalu," lanjut Arvin. Pada saat itu, Yasmin baru saja menerima surat penerimaan kampus. Selain bahagia, dia juga memikirkan bagaimana caranya meninggalkan Keluarga Quiny. Ketika sedang berjalan di tepi danau, sepasang tangan mendorongnya. Pagar mengelilingi di sekitar tepi danau, sementara Yasmin terjatuh ke dalam danau bersamaan dengan surat penerimaannya. Meskipun saat itu sedang musim kemarau, suhu air di dalam danau memiliki perbedaan yang cukup besar dengan suhu udara di luar. Yasmin tidak peduli siapa yang mendorongnya. Dia hanya ingin mengambil kembali surat penerimaannya. Yasmin yang tidak bisa berenang, terus berjuang di dalam danau. Air dingin mengepungnya dari segala arah, seolah ingin menariknya ke dalam jurang. Kemudian, cuaca tiba-tiba berubah. Tetesan hujan sebesar kacang polong seolah ingin menghancurkan Yasmin. Sampai akhirnya tubuhnya kehabisan tenaga. Pemandangan di depannya mulai tumpang tindih dan kabur. Gerakan ayunan tangan Yasmin pun makin mengecil. "Surat ... penerimaan ...." Air hujan yang menghantam permukaan danau membuatnya kesulitan melihat. Yasmin tidak lagi bisa melihat, hanya bisa mengingat wajah samping yang kabur itu, serta tangan yang dengan kuat mengangkatnya. "Yasmin?" Arvin melambaikan tangan di depan matanya, membuat Yasmin kembali tersadar. "Apa ada petunjuk baru?" tanya Yasmin. Kemudian, Arvin meletakkan lebih dari sepuluh foto di atas meja. "Taman itu baru saja dikembangkan saat itu, nggak banyak rekaman di kamera pengawas. Tapi kamera pengawas masih berhasil menangkap bayangan punggung dan wajah sampingnya." Yasmin ingat bahwa saat penyelidikan, rekaman kamera pengawas ini telah dirusak dengan sengaja. "Dengan kecerdasan dan bakatku, memulihkan rekaman kamera pengawas hanyalah masalah waktu." Setelah mengatakan ini, Arvin menunggu pujian dari Yasmin. Namun, satu menit berlalu tanpa suara apa pun. Kemudian, Yasmin pun bertanya, "Bagaimana dengan bagian di mana aku diselamatkan?" "Masih dalam proses pemulihan. Karena sudah lama berlalu, rekaman yang tersisa terbagi menjadi beberapa bagian. Aku harus mengerjakannya satu per satu." Arvin merasa sedikit kecewa, tetapi hanya sesaat. "Terima kasih, aku kenal dengan orang ini." Nada suara Yasmin sangat tenang. Gadis dengan rambut dikepang dalam rekaman kamera pengawas itu adalah putri pelayan Keluarga Quiny. Pada saat itu, dia diam-diam tinggal di kamar pelayan. Setelah ketahuan oleh Alya, dia bersiap untuk memberitahu Wilson. Gadis ini cukup pandai mengambil hati orang lain. Dia langsung berlutut di hadapan Alya, hingga masalah itu tidak lagi dibahas. Karena keluwesannya dalam menjalin hubungan, dia membuat Alya menyukainya. Hubungan keduanya pun cukup baik. Yasmin ingat bahwa gadis ini diterima di universitas yang sama dengannya. "Jadi, kemungkinan besar dia merasa iri padamu. Mungkin juga dia dihasut oleh Alya." Analisis Arvin adalah sesuatu yang sudah Yasmin pikirkan. "Tapi bagaimana sebenarnya kebenarannya, kita harus menunggu dia sendiri yang mengatakannya secara langsung." Mencari orang bukanlah keahlian Arvin, jadi Yasmin hanya bisa meminta orang lain untuk melakukan pekerjaan ini, memberikan mereka informasi sederhana. Bagaimanapun juga, ini adalah orang dari tujuh tahun yang lalu. Kemungkinan untuk bisa menemukannya tidaklah besar. Meskipun Yasmin sudah punya tersangka dalam hatinya untuk kecelakaan itu, dia tetap tidak punya bukti. Selain itu, yang lebih Yasmin pedulikan bukanlah pelakunya, melainkan orang yang menyelamatkannya. "Aku mohon bantuanmu untuk rekaman kamera pengawas selanjutnya." Nada suara Yasmin terdengar sangat tenang. Arvin juga tahu bahwa wanita ini sangat serius tentang masalah ini. "Kita adalah teman, hal kecil seperti ini bukan apa-apa bagiku," balas Arvin. Pada saat yang sama, Rizky mengantar Alya ke depan kediaman Keluarga Quiny. "Alya, besok kita bisa berdiri bersama secara terbuka." Rizky telah menantikan hari ini untuk waktu yang lama. Namun, ketika hari itu benar-benar tiba, kegembiraan di hatinya seakan menghilang. Menurut Yasmin, pria seperti ini hanyalah seorang idiot. Karena bagi mereka, hal yang terbaik adalah apa yang tidak bisa mereka dapatkan. "Kak Rizky, kamu nggak perlu terlalu marah tentang masalah kakakku. Pak Gavin memiliki pandangan yang tajam, dia pasti bisa melihat siapa yang mendekati dengan niat jahat." Kata-kata Alya ini seakan memberi Rizky sebuah ide. Setelah melihat wanita itu masuk ke rumah, Rizky pun segera kembali. Dia mengira Gavin yang biasanya sibuk dengan urusan perusahaan tidak ada di rumah. Namun, dia tidak menyangka akan langsung melihatnya begitu memasuki ruang utama. "Paman, aku nggak menyangka kamu ada di rumah. Kebetulan aku juga punya sesuatu untuk dibicarakan denganmu," ujar Rizky. Sanji yang berdiri di samping tampak agak terkejut. Dia tidak menyangka bocah ini masih akan mengatakan sesuatu. Mobil mereka berada agak jauh pada saat itu. Jadi, Sanji hanya melihat Rizky terus mengganggu Yasmin, tanpa mengetahui isi percakapan keduanya. Gavin mengangkat alisnya, meletakkan koran di tangannya, lalu menyilangkan kakinya dengan santai. "Oh? Ada urusan apa?" Biasanya Rizky jarang berinteraksi dengan Gavin, dia hanya tahu bahwa pamannya ini selalu bertindak dengan tegas, tidak pernah bicara omong kosong. Pamannya ini juga tidak pernah membawa perasaan pribadi ke dalam pekerjaan. Namun, Rizky berpikir bahwa bagaimanapun juga, mereka berdua adalah keluarga. Jadi, pamannya ini pasti akan lebih memercayai dirinya daripada orang luar.

© Webfic, todos los derechos reservados

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.