Webfic
Abra la aplicación Webfix para leer más contenido increíbles

Bab 11

"Tentang masalahku dengan Yasmin, Paman pasti sudah tahu sejak lama. Kamu selalu memiliki pandangan yang tajam, seharusnya kamu bisa melihat wanita-wanita yang berniat jahat, yang ingin memanfaatkan statusmu." Setelah berbicara, Rizky melirik ekspresi Gavin. Setelah memastikan tidak ada bahaya, dia melanjutkan. "Meskipun aku sudah bersama dengan Yasmin selama tujuh tahun, aku sangat memahami semua taktiknya. Dia mendekati Paman hanya untuk mendapatkan keuntungan. Jangan sampai kamu tertipu olehnya!" Setelah hening sejenak, Gavin tiba-tiba tertawa. "Maksudmu, Yasmin sedang menggodaku?" tanya Gavin. Jika kenyataannya memang seperti itu, kenapa Gavin merasa ... bersedia? Rizky mengangguk berulang kali, langsung menyetujuinya, "Dulu Yasmin juga mengejarku dengan gigih. Kalau nggak, mana mungkin aku akan bersama wanita seperti dia selama tujuh tahun." Rizky menunjukkan ekspresi penuh kebencian, seolah-olah Yasmin telah mencuri tujuh tahun hidupnya. Gavin tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangkat cangkir teh sambil menyesapnya. Kemudian, diikuti oleh tendangan dari Sanji, Rizky langsung terjatuh ke lantai sambil memegangi dadanya. Wajahnya tampak penuh dengan kebingungan. "Rizky, kamu sudah dewasa sekarang, kamu perlu bertanggung jawab atas kata-katamu sendiri." Gavin bangkit berdiri, melangkah ke depan Rizky dengan satu tangan di saku. "Paman, aku benar-benar nggak berbohong!" Ketika melihat penampilan Gavin yang begitu murung, Rizky hanya bisa terus bersikeras. Gavin tanpa belas kasihan menginjak dadanya, menekannya dengan kuat. Rizky merasa tulang rusuknya hampir patah. "Aku adalah anggota Keluarga Gunawan. Gavin, kamu ... berani menyakitiku!" Wajah Rizky tampak memerah, tetapi Gavin tidak menunjukkan tanda-tanda akan melepaskan kakinya. Suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Herman muncul dalam pandangan Rizky dengan kedua tangan di belakang punggung. "Ayah ... cepat tolong selamatkan aku!" Rizky merasa dirinya seperti akan mati, tetapi Herman hanya mendengus dingin, lalu berbalik pergi. Yasmin adalah calon menantu yang sudah dia pilih, tetapi Rizky malah menciptakan kekacauan seperti ini. Bagaimana bisa dirinya yang sudah tua ini menghadapi Yasmin di masa depan? Kepala pelayan di samping merasa kasihan. "Pak Herman, kalau ini terus berlanjut, Pak Rizky akan celaka!" "Kamu nggak perlu khawatir! Gavin tahu batasannya!" balas Herman. Tepat ketika Rizky berpikir dia akan segera mati, Gavin menarik kembali kakinya. Sambil berjongkok di depan Rizky, Gavin memeringatkannya dengan nada acuh tak acuh, "Kalau aku mendengar rumor semacam ini lagi, masalahnya nggak akan sesederhana hari ini." Setelah beberapa saat, Rizky akhirnya pulih dari ketakutannya. Dia tidak mengerti, apa sebenarnya maksud Gavin. "Pak Gavin, apakah kamu akan melepaskannya begitu saja? Orang ini sudah menyebar fitnah dengan omong kosongnya. Orang seperti ini sangat menyebalkan." Sanji merasa sedikit menyesal karena dia tidak menggunakan lebih banyak tenaga saat menendang tadi. "Beri dia pelajaran." Tatapan Gavin jatuh pada pemandangan di luar jendela yang melaju cepat. Sanji segera memahami maksudnya. Seiring dengan terbenamnya matahari, malam pun tiba. Yasmin meringkuk di sofa malas yang ada di balkon. Bau aromaterapi tercium samar seiring dengan cahaya lilin yang bergoyang. Jika semua kecelakaan ini tidak terjadi, besok adalah hari pernikahannya dengan Rizky. Hubungan selama tujuh tahun ini akan dikagumi dan diberkati oleh semua orang. Namun, hanya orang yang benar-benar berada dalam hubungan itu yang tahu. Alasan dua orang bisa terus bersama hanya ada dua. Entah kamu yang mengalah, atau pasanganmu yang bersabar. Rizky memanfaatkan rasa cinta Yasmin, selalu menekan Yasmin dalam hubungan mereka. Semua karena utang budi menyelamatkan nyawanya. Yasmin tidak pernah membayangkan bahwa waktu tujuh tahun ini akan dia jalani seperti sebuah lelucon. Untungnya, semuanya berakhir sebelum pernikahan bisa terjadi. Ini belum terlambat. Angin malam membuat ujung hidungnya terasa dingin, menyebabkan Yasmin bersin beberapa kali. Yasmin bergumam pelan, "Siapa yang memikirkanku ...." Angin sepoi-sepoi berembus di pagi hari. "Yasmin, dengarkan aku. Alya ini sedang memberikan tantangan padamu. Kalau kamu nggak pergi, itu berarti kamu menunjukkan kelemahan!" ujar Shifa. Yasmin bermalas-malasan di tempat tidur, tidak ingin bangun. Terlebih lagi, dia tidak ingin mendengar omong kosong yang dikatakan Shifa. Yasmin memang tidak ingin menghadiri acara itu. Dia tidak ingin menjadi bahan tertawaan orang lain. Bukan karena Yasmin merasa takut, tetapi karena dia telah menerima uang 2 miliar itu. Entah kenapa, Yasmin merasa sedikit bersalah. Ditambah lagi, dia benar-benar sudah melupakan segalanya, tidak ingin membuang-buang waktu untuk orang yang tidak penting. "Yasmin, kalau kamu nggak bangun juga, aku akan ...." Sebelum Yasmin sempat berpikir, dia merasakan sensasi geli di telapak kakinya. Kedua orang itu seperti anak kecil, terus bermain-main di atas tempat tidur. "Hahaha, aku akan pergi. Aku akan pergi, oke?" Yasmin akhirnya mengaku kalah. Dia berbaring dengan kelelahan. Di bawah desakan Shifa, Yasmin akhirnya mengenakan gaun barunya. "Cantik sekali, aku jadi merasa sedikit iri!" Ibu Shifa adalah seorang desainer, dia juga sangat menyukai Yasmin. Banyak dari pakaian Yasmin yang adalah karya desainnya. "Aku jadi merepotkan Bibi lagi," kata Yasmin. Yasmin menatap bayangan dirinya di cermin. Sudut bibirnya terangkat sedikit. Ternyata dia masih secantik dulu. "Ini awalnya adalah gaun penyambut tamu yang dibuat ibuku untukmu. Dia merasa nggak bisa memberikan apa-apa padamu selain membuat pakaian." Karena Rizky dulu mencari orang untuk mendesain pernikahan bergaya tradisional, gaun penyambut tamu ini adalah sebuah gaun dengan model bergelembung berwarna putih, dengan gaya yang sangat berbeda. Pada dasarnya, kulit Yasmin memang cukup putih dengan semburat kemerahan. Gaun itu membuatnya tampak lebih lembut. Sesampainya di lantai bawah, Arvin sudah duduk di mobil menunggu mereka berdua. "Apa kalian berdua juga akan ikut?" Yasmin merasa sedikit penasaran. Arvin tertawa, lalu berkata, "Tentu saja! Shifa khawatir kamu akan ditindas kalau pergi sendirian, jadi kami berdua akan ikut untuk melindungimu!" Arvin tentu saja merasa senang. Asalkan bisa bersama dengan Shifa, dia bahkan bersedia jika diminta melakukan pekerjaan kasar. Meskipun Yasmin merasa tidak perlu merepotkan teman-temannya untuk masalah kecil seperti ini, dia benar-benar tidak bisa menolak keduanya. "Mohon maaf, tapi ada peraturan kalau orang yang nggak memiliki undangan nggak diperbolehkan masuk." Pelayan yang menjaga di luar juga merasa menyesal, tetapi peraturan tetap harus dipatuhi. "Aku nggak datang ke sini untuk membuat kekacauan. Bagaimana kalau aku memberikan amplop berisi 20 juta? Bisakah kamu membiarkanku masuk?" Shifa langsung mengeluarkan uang tunai 20 juta. Dia tidak datang untuk menumpang makan gratis di sini. "Mohon maaf ...." Ketika melihat tidak ada jalan lain, Yasmin menarik keduanya kembali ke mobil. "Aku yakin ini adalah perintah dari Alya. Bagaimana kalau kalian menunggu di luar? Kalau ada sesuatu yang nggak beres, aku akan menelepon kalian," kata Yasmin. Selain ini, tidak ada cara lain sekarang. "Ingatlah, jangan bersikeras mengatasinya sendiri kalau ada masalah. Masih ada kami berdua yang akan mendukungmu!" Shifa mengetahui sifat Yasmin dengan sangat baik. Mustahil untuk dia tidak merasa khawatir. Setelah melihat Yasmin melangkah memasuki ruang perjamuan, Shifa menghela napas panjang. "Yasmin sudah nggak seperti dulu lagi. Kita tunggu di sini saja." Arvin bisa merasakan bahwa setelah kejadian ini, Yasmin seakan tumbuh pesat dalam sekejap. "Semoga begitu ...." Di dalam ruang perjamuan, gelas saling berdenting. Dibandingkan dengan perjamuan pernikahan, tempat ini lebih seperti perjamuan bisnis besar. Setiap kali datang ke tempat seperti ini, Yasmin ingin mencari tempat yang tenang untuk duduk. Namun, hari ini tampaknya tidak mungkin.

© Webfic, todos los derechos reservados

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.