Bab 695
Nindi menatap Darren yang raut wajahnya tampak sangat suram.
"Nindi, biar aku yang minta maaf ke kamu," ucap Darren.
Hingga saat ini, Darren tidak memiliki pilihan selain menelan kekesalannya.
Nindi melirik ke arah dokumen pembagian aset itu, lalu berkata, "Aku punya satu syarat lagi, vila ini harus diganti atas namaku."
Witan segera menyela. "Hei, apa hakmu? Rumah ini nanti bakal jadi rumah pengantinku dan Sania!"
Tsk, tsk, ... rumah pengantin? Dasar tidak tahu malu!'
Nindi kemudian menatap Darren. "Ini syarat terakhirku. Aku mau vila ini diganti atas namaku, dan peluncuran produk baru Lesmana Grup diundur sebulan setelah Perusahaan Patera Akasia."
"Aku bisa kasih vila ini buat kamu, tapi untuk peluncurannya nggak bisa ditunda selama itu," ucap Darren.
Darren segera mengambil keputusan tanpa keraguan.
Nindi berdiri dari duduknya. "Kalau begitu, nggak ada lagi yang perlu kita bahas."
Setelah selesai berbicara, dia bersiap untuk beranjak tanpa memberikan celah untuk negosiasi.
Darren akhirnya hanya dapat mengalah dan berkata, "Oke, kita lakukan seperti syaratmu."
Menunda peluncuran selama sebulan jauh lebih baik daripada jatuh bangkrut.
Sania tampak sedikit kecewa. Dia menatap Witan dan berkata, "Bukannya kita sudah setuju kalau vila ini bakal jadi rumah pengantin, ya?"
Witan segera berkata, "Kak Darren, aku sudah janji mau kasih vila ini ke Sania. Kamu nggak bisa seenaknya kasih rumah ini ke Nindi!"
Darren berkata dengan nada ketus. "Oke, kamu yang urus masalah ini. Tapi, kalau kamu nggak becus, mending diam saja!"
Witan terdiam sejenak, bagaimana dia dapat mengatasi masalah ini?
Darren segera mengubah isi kontrak, kemudian membubuhkan tanda tangan dan menyerahkannya kepada Nindi. "Sekarang sudah cukup, 'kan?"
"Iya, lumayan lah. Aku masih maklum karena kita keluarga, tapi kalau sampai terjadi lagi, aku nggak bakal sebaik ini!" ucap Nindi.
Nindi menandatangani kontrak itu tanpa ragu. Kali ini dia pun tidak dirugikan.
Lagi pula, Lesmana Grup tidak akan bertahan lama.
Sania mengetahui bahwa vila itu jatuh ke tangan Nindi. Dengan amarah yang meluap, dia menuju lantai atas. Semula dia mengira dapat memperoleh keuntungan sebelum pergi, tetapi ternyata Nindi lebih dulu merebutnya.
Witan menggerutu dengan marah karena tidak sepakat, tetapi Nindi mengabaikannya. Dia segera kembali ke kamar untuk beristirahat.
Dia menatap dokumen yang berada di tangannya, kemudian segera mengirim pesan kepada Cakra: 'Negosiasi beres.'
Sesaat setelah pesan itu terkirim, Cakra segera menghubungi melalui telepon.
Setelah Nindi menjawab panggilan, suara seorang pria dengan nada rendah terdengar di telinganya. "Kamu sudah dapat harta warisan dari orang tuamu?"
"Iya, aku juga berhasil dapat vila di Kota Yunaria. Sania masih berharap dapat vila itu buat rumah pernikahannya, nggak usah mimpi deh!"
Inilah yang membuat Nindi merasa amat bahagia.
Dia masih teringat bagaimana dalam kehidupan sebelumnya, dia diusir dari vila ini. Sania merebut kamar terbesar dan menikmati kehidupan mewah sebagai putri kandung yang sebenarnya.
Dulu, dia hanya dapat merasa iri layaknya seorang pengemis.
Tetapi, sekarang, dia akhirnya berhasil mengubah segalanya.
Dengan suara tenang, Cakra berkata, "Selamat, ya."
Nindi menggenggam ponselnya dengan erat. "Terus, situasi di sana gimana? Kalau aku yang ambil keputusan, kayaknya Nyonya Martha nggak bakalan puas."
"Nggak puas juga percuma, toh dia yang mulai main licik duluan. Kalau bukan karena mereka perlu pertahankan Lesmana Grup, mereka sudah pasti hancur. Keuntungan sebesar ini mana mungkin bisa ditolak, 'kan?"
Bukankah Nyonya Martha juga merasa keberatan, sehingga dengan berani menemui keluarga Julian untuk berunding?
Setelah mendengar itu, senyum pun terlihat di wajah Nindi. "Tujuan mereka cuma cari untung, tapi mereka pintar banget menutupinya."
"Aku perlu kasih tahu sesuatu. Nyonya Belinda juga sempat datang ke Dealer 4S. Jadi, sementara ini kamu harus lebih waspada dan jangan pergi ke tempat yang sepi."
Mendengar perkataan itu, Nindi tampak antusias. "Kamu pikir mereka bisa macam-macam sama aku?"
"Bisa saja, 'kan. Toh, sekarang hubungan kami sudah beneran hancur."
"Pas banget, kita bisa memprovokasi mereka. Aku juga penasaran, sebenarnya Nyonya Belinda itu ada hubungan apa sama teknisi itu."
Keyakinan Nindi semakin menguat bahwa kecelakaan mobil saat itu bukanlah peristiwa yang wajar.
Cakra seketika menolak. "Jangan gegabah, ini bisa bahaya."
"Tenang saja, aku lebih sayang nyawaku daripada orang lain."
Nindi merasa bahwa kematiannya di kehidupan sebelumnya sangat tragis. Keluarga Lesmana membesarkan anak perempuan musuh mereka hingga dewasa, lalu demi anak itu, mereka menyingkirkan adik kandungnya sendiri dan akhirnya mengirimnya ke rumah sakit jiwa.
Keluarga Lesmana diperdaya hingga kehilangan arah, dan berakhir dengan kehancuran.
Setelah percakapan mereka berakhir, kedua ujung telepon menjadi hening.