Bab 704
Wajah Serena langsung memucat dalam sekejap.
Sofia buru-buru menarik tangan Serena,"Cepat minta maaf sama Nona Nindi sekarang juga."
Raut wajah Serena menunjukkan keengganan.
Sofia segera menoleh ke arah Nindi, "Maaf, ya, Nindi. Adikku memang sangat ceroboh, dia nggak seharusnya menyebar gosip seenaknya. Biar nanti aku minta dia buat jelasin di forum sekolah, biar nama kamu kembali bersih, ya?"
Dia tidak bisa membiarkan Serena terseret masalah lebih jauh.
Sofia jelas tidak rela jika sang adik harus berakhir di balik jeruji besi.
Nindi memandang mereka dengan tatapan tajam, lalu berdiri tanpa banyak bicara, "Permisi."
Tanpa berkata apa-apa lagi, dia langsung turun dari panggung, lalu mendekati pembawa acara untuk berdiskusi mengenai giliran pidatonya.
Serena kemudian berbisik, "Dia benar-benar mau bersiap buat pidato? Jangan-jangan, dia itu perwakilan mahasiswa?"
"Bukan, yang pertama kali naik buat pidato ke panggung itu dari pewakilan perusahaan."
Ekspresi wajah Sofia berubah jauh lebih rumit dari sebelumnya. Mau tak mau, dia harus mengakui bahwa Nindi memang cukup lihai.
Serena begitu terkejut, 'Ternyata, si murahan Nindi itu yang jadi perwakilan perusahaan? Memangnya dia sepantas itukah?' keluh Serena dalam hati.
Sofia hampir kehilangan kendali atas raut wajahnya. Dia kemudian kembali ke kursinya sembari merencanakan sesuatu.
Dia tak boleh membiarkan Nindi terus-menerus menjadi pusat perhatian seperti ini!
Tak lama kemudian, Nindi sudah berdiri di podium dan mulai berbicara, "Halo semuanya, saya Nindi, mahasiswa baru di Fakultas Teknik Informatika Universitas Yasawirya. Tapi, alasan saya berdiri di sini bukan sebagai perwakilan mahasiswa, melainkan perwakilan dari perusahaan."
Begitu kalimat itu meluncur dari mulutnya, seisi ruangan langsung riuh dengan bisik-bisik penuh rasa iri.
Serena langsung menegang karena amarah, "Sombong sekali! Kalau bukan gara-gara pria kaya seperti Pak Cakra yang bantu, mana mungkin dia bisa sampai sini? Dasar tukang pamer!"
Serena benar-benar tidak percaya Nindi punya kemampuan sehebat itu.
Namun, Sofia punya pandangan yang berbeda. Dia bahkan pernah menyuruh orang untuk menyelidiki langsung ke Perusahaan Patera Akasia. Hasilnya, Nindi memang benar-benar kompeten dan menjadi kepala divisi teknis di sana.
Itulah sebabnya, Sofia selalu memandang Nindi sebagai lawan terberatnya.
Dia harus segera cari cara secepatnya.
Setelah mempresentasikan proyek kecerdasan buatannya di atas panggung, Nindi menatap teman-teman di bawah panggung seraya berkata dengan tenang, "Nggak perlu iri pada orang lain. Karena masa depan … adalah milik kita, generasi muda."
Begitu kalimat itu selesai diucapkan, ruangan pun langsung bergemuruh oleh tepuk tangan dan sorak sorai.
Cakra menatap gadis yang kini bersinar terang di atas panggung itu. Dia tak bisa menahan diri untuk ikut bertepuk tangan. Gadis yang dulunya tampak pemalu, kini benar-benar telah berubah dan tumbuh begitu jauh.
Nindi berdiri penuh percaya diri di atas panggung. Sosoknya tersenyum begitu cerah bak bulan purnama, terasa melekat di hati Cakra.
Setelah menyelesaikan pidatonya, Nindi pun turun dari panggung. Tatapannya langsung mencari sosok Cakra. Pria ini seolah-olah selalu berada di sisinya dan berada di mana pun pandangannya tertuju.
Benteng pertahanan yang susah payah hatinya bangun kini kembali sedikit runtuh.
Dia lalu berjalan menuju tempat duduk di samping Cakra. Jarak antara lengan mereka hanya setengah sentimeter, tidak terlalu dekat, tetapi juga tak bisa dibilang jauh.
Cakra sedikit menoleh ke arahnya dan menggoda, "Kamu semangat sekali saat pidato tadi, rasanya kami yang senior seperti mau kamu habisi langsung di tempat."
"Kalau begitu, kalian harus lebih hati-hati."
"Harus sehati-hati apa?"
Cakra tiba-tiba mendekat. Jarak di antara mereka pun menyusut drastis dalam sekejap.
Saat Nindi mendongak, bagian samping wajah pria itu begitu dekat, bahkan nyaris bisa dilihat pori-pori halus di kulitnya.
Dia baru sadar, ternyata kulit pria ini malah lebih mulus dari sebagian besar wanita . Tak ada satu pun jerawat atau bekas luka.
Jantung Nindi langsung kehilangan irama, 'Ngapain sih pria ini dekat-dekat begini?' batinnya.
Sementara itu, pemandangan itu tertangkap Sofia, terasa begitu menusuk matanya.
Sofia langsung berdiri. Begitu Nindi meninggalkan kursinya, dia pun bergegas mengejarnya.