Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Sebelum Wulan sempat mengatakan sesuatu, tubuhnya langsung dibalik dan ditekan ke dinding. Dia ingin melawan, tetapi tangan besar pria itu menahan kedua tangan di atas kepalanya, dan suara berbahaya dan memesona pria itu terdengar di telinganya. "Wulan, kamu selapar itu ya? Di depan umum, beraninya kamu menggodaku secara terang-terangan?" Sambil berbicara, tangan besar Steven yang satunya dengan terampil menyusup dan meraba bagian dalam baju Wulan, kemudian meraba ke bagian bawah Wulan. Ketika meraba ke bawah, tiba-tiba dia menyentuh pembalut. Steven terkejut dan mengumpat. "Hampir aku lupa." Dia menarik Wulan ke depan pintu ruang VIP. Setelah itu, Steven memanggil seorang wanita cantik. Wanita itu berlari menghampirinya dengan wajah malu-malu. Saat pintu ditutup, wajah Wulan seketika berubah menjadi pucat pasi. Wulan berjalan dengan langkah kaku, tiba-tiba pintu dibuka lagi, Steven mengatakan dengan nada santai. "Bajumu sudah robek, belilah baju baru." Begitu pintu ditutup lagi, terdengar suara manja dan tawa genit dari dalam ruangan. Setelah melihat kejadian itu, orang-orang mulai mentertawakan Wulan. Ada seseorang yang mau menghampiri Wulan, tetapi dicegah orang di sebelahnya. "Kamu lupa aturan Pak Steven? Wanita yang pernah dia dekati, kecuali sudah dia campakkan, nggak ada yang boleh menyentuh wanita itu." Wajah Wulan masih pucat. Meskipun dia sudah mempersiapkan hati sejak awal, dia juga sudah tahu tabiat buruk Steven sejak awal, hatinya masih tidak terima setelah mendengar ucapan orang itu barusan. Telepon tiba-tiba berbunyi. Suara Bu Mia yang marah terdengar dari telepon. "Wulan, kita baru sepakat untuk menunggu tiga bulan, kamu sudah mendorong ayahmu untuk mengundurkan diri. Kenapa? Kamu takut dapat perlakuan buruk dari Keluarga Lesmana? Kuberi tahu, ya. Kalau Steven nggak mau melepasmu, kamu akan selamanya tinggal di rumah Keluarga Lesmana." "Kalau kamu sampai membuat Steven marah, aku akan pindahkan ayahmu ke Negara Andara. Bukankah ayahmu punya penyakit jantung? Coba saja lihat, apakah ayahmu sanggup bertahan dalam waktu tiga bulan di sana!" Bu Mia menutup telepon dengan keras. Seketika itu juga, citra lembut Bu Mia dan Steven menjadi hancur. Wulan berbalik arah dan berjalan menuju toko pakaian. Setelah Wulan membeli pakaian, Steven sudah bersandar di samping pintu dengan santai. Begitu melihat Wulan kembali, pria itu mengambil pakaian dari tangan Wulan, kemudian melemparkannya kepada wanita di dalam ruangan. Beberapa saat kemudian, terdengar suara bahagia wanita itu. "Pak Steven, ukuran bajunya pas sekali." Steven mengembuskan asap rokok. "Tentu, ukuran baju kalian sama. Aku mengenal tubuhnya dengan baik." Steven mengatakannya tanpa memedulikan perasaan Wulan. Tentu saja, dia juga tidak melihat Wulan mengepalkan tangan kuat-kuat hingga kukunya menusuk kulit lembutnya. Wanita bar keluar dari ruangan, kemudian tersenyum dengan penuh makna kepada Wulan. "Nona Wulan beruntung sekali, bisa tinggal bersama Pak Steven sekian lama." Setelah itu, wanita itu memutar pinggulnya kembali ke tempat duduk. Seketika itu, semua orang tertawa. Steven yang suasana hatinya lagi senang, menginjak puntung rokok, kemudian memanggil Wulan dengan gerakan jarinya. "Ayo, pulang. Suasana hatiku sedang bagus sekarang, jadi aku mau pulang bersamamu." Wulan menundukkan kepala dan melangkah maju. Setelah kehujanan dan sedang haid, kepalanya terasa berat dan kakinya lemas. Ketika pria itu memegang bahunya, seketika Wulan hampir terjatuh. Tiba-tiba, ada embusan panas terasa di telinganya. "Hanya memegang bahumu saja, kamu sudah nggak kuat? Dulu di ranjang, aku nggak pernah melihatmu selemah ini." Wulan menggigit lidah, rasa darah di lidah memaksanya untuk sadar. Kemudian, Wulan menegakkan tubuh, berjalan keluar sambil memapah Steven yang bergaya seperti orang mabuk. Melihat Wulan berusaha untuk tetap tenang, Steven merasa ingin menjahilinya. Jadi, dia sengaja menumpukan seluruh tubuhnya pada Wulan. Wulan tidak kuat lagi, sehingga kakinya terkilir, dan langsung menabrak orang di sampingnya. Steven juga terjatuh ke lantai. Pelayan bar yang kebetulan lewat juga terhantam, seketika minuman di nampan tumpah ke arah badan mereka berdua. Sambil menyipitkan matanya, Steven memarahinya, "Siapa yang nggak tahu diri menabrakku?" Ketika Steven membuka matanya dan melihat pria yang berdiri di sampingnya, tiba-tiba Steven marah, lalu melompat dan meraih kerah pakaian orang itu, menekannya ke tanah, kemudian menghajarnya. Wulan baru menyadari bahwa orang yang dipukul itu adalah salah satu teman Steven. Mereka berdua janjian balapan mobil bersama, tetapi mobil orang itu kehilangan kendali dan menabrak mobil Steven. Akibatnya, orang itu tidak mengalami cedera serius, sementara Steven pingsan selama dua minggu. Setelah sadarkan diri, Steven menjadi buta. Orang itu tahu sifat Steven, jadi dia sama sekali tidak berani datang untuk meminta maaf. Baru-baru ini, orang itu mendengar bahwa mata Steven sudah pulih, jadi dia berencana untuk melarikan diri. Namun, siapa sangka ternyata mereka bertemu di sini secara tidak sengaja. Steven merasa puas setelah menghajarnya, baru kemudian berdiri dengan ditarik paksa oleh temannya. Ketika melihat Wulan yang berdiam diri di pojokan dan tidak mengatakan sepatah kata pun, Steven menyipitkan mata dengan perasaan marah. "Melihat pacarmu berkelahi, tapi nggak mau membantu. Kamu berharap pacarmu mati dihajar lalu cari pria lain?" Sudut bibir Wulan bergerak sedikit. Dia menoleh untuk melihat pria yang tergeletak di tanah dengan wajah penuh luka. Saat hendak mengalihkan pandangannya, tiba-tiba melihat pria itu meraba-raba dan menemukan botol alkohol di sampingnya. Wulan ingin menghindar, tetapi tiba-tiba kakinya tergelincir, dan seluruh tubuhnya terjatuh di punggung Steven. Pada saat yang sama, dia terkena hantaman botol menggantikan Steven. Botol itu menghantam belakang kepala Wulan, seketika Wulan jatuh pingsan.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.