Bab 88
Hati Arvin terasa lembut.
Dia berdiri di tepi tempat tidur, lalu perlahan berjongkok, menatap Nadine seolah sedang memandangi harta langka yang tidak ternilai.
Dia mengangkat pergelangan tangan Nadine, mencium punggung tangannya, lalu menunduk memberi ciuman lembut di sudut bibirnya. Setelah itu, dia mengeluarkan salep penghilang bekas luka dan dengan hati-hati mengoleskannya di kulit wanita itu.
"Uh."
Nadine bergumam pelan dalam tidurnya, tampak terganggu, alis kecilnya berkerut sedikit.
Arvin menghentikan gerakannya, menunggu sampai napasnya kembali stabil, baru melanjutkan mengoleskan obat.
Sepanjang waktu itu, ekspresinya tetap tenang. Saat Nadine menunjukkan sedikit gerakan, dia hanya diam menatapnya dan menunggu.
Dia bahkan sedikit berharap Nadine akan terbangun.
Dia penasaran bagaimana reaksinya kalau tahu dia berhasil masuk kamar yang sudah dikunci rapat itu. Dia sedikit berharap Nadine bersikap sinis bahkan marah.
Karena dalam momen seperti itu, matanya hanya akan ada dirinya.

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda