Bab 21
Melihat ekspresi Ibu yang dipenuhi kekhawatiran, aku mencoba menenangkannya, "Bu, Agita sudah dua puluhan, dia juga orang dewasa. Pasti bisa mengambil keputusan sendiri."
Dulu waktu aku kuliah di luar negeri, bertahun-tahun aku tidak pulang. Sebab khawatir aku terpengaruh pergaulan buruk, Ayah dan Ibu memberiku uang bulanan yang sangat sedikit. Namun, aku tetap bisa menyelesaikan kuliah dengan bekerja sambil belajar.
Tak kusangka, mendengar ucapanku, bukannya merasa lega, Ibu malah makin marah.
"Dasar anak nggak tahu diri! Kakakmu susah payah hidup di luar sana, kamu bukan kasihan padanya, malah bicara seakan-akan dia nggak penting. Jangan lupa ya, kalau bukan karena kakakmu, kamu pikir kamu bisa masuk ke Keluarga Frans dan jadi nyonya muda Keluarga Frans?" bentak Ibu.
Aku mengepalkan tangan, berusaha menekan emosi dalam hati.
"Tapi, Bu, aku juga nggak pernah mau menikah dengan Daniel. Kalau bukan demi ribuan karyawan Grup Winston, aku nggak akan setuju menikah," ucapku.
Ibu makin mara

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda