Bab 22
Ibu terus menghiburku dengan kata-kata lembut sambil berpesan hal-hal yang perlu kuperhatikan. Suaranya penuh perhatian membuat hatiku terasa hangat.
Sudah lama sekali kami tidak memiliki momen sehangat ini. Biasanya, Ibu hanya bersikap seperti ini pada Agita. Namun, sekarang, dia juga peduli padaku.
Aku terus mengangguk, menunjukkan bahwa aku paham.
Tiba-tiba, pintu ruang kerja terbuka, dan Daniel keluar dari sana.
Ibu tersenyum anggun, lalu mengajak kami semua makan malam bersama.
Saat makan, Daniel tidak henti-hentinya menyendokkan makanan ke piringku, sambil berbincang ringan dengan Ayah.
Dulu aku sempat merasa canggung dengan perhatian Daniel, tetapi entah sejak kapan, aku mulai merasa tenang dan terbiasa.
Namun, di bawah meja, tiba-tiba Ibu menyikutku dengan kakinya. Aku meringis kesakitan dan melihat Ibu sedang menatapku dingin.
"Semua hal Daniel yang lakukan, kamu nggak punya tangan sendiri, ya?" tegur Ibu.
Daniel langsung menyela sambil tertawa, "Nggak apa-apa, Bu. Sudah kewaj

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda