Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Dua Istri KembarkuDua Istri Kembarku
Oleh: Webfic

Bab 7

Berkas pertama merupakan laporan yang menyatakan bahwa Tama tidak bisa punya anak lagi karena kesalahan prosedur vasektomi. Berkas kedua merupakan surat cerai yang sudah Tama tanda tangani. Pria itu tanda tangan tanpa membacanya dengan teliti karena ingin buru-buru bertemu Nadia. Sementara berkas ketiga merupakan foto syur Nadia yang tidur dengan pria lain. Nabila menghabiskan miliaran demi membungkam orang-orang yang tahu soal foto tersebut. Awalnya Nabila mau menghilang dengan berkelas tanpa drama. Dia akan membiarkan semua rahasia ini terkubur selamanya. Tapi Tama sudah keterlaluan dan berat sebelah ... Bahkan mengabaikan semua kenangan mereka di masa lalu. Keesokan paginya, Nabila menyerahkan tiga berkas yang sudah digabungkan jadi satu itu ke kurir. Dia juga memberikan segepok uang tunai untuk kurir itu. "Aku mau kamu mengantarkannya ke tangan Tama tepat jam dua belas malam nanti. Pastikan dia sendiri yang menerimanya." Kurir itu mengangguk berulang kali dan menerima uang dengan ekspresi serakah. Di saat yang sama, Nabila menerima pesan dari maskapai penerbangan. [Ibu Nabila yang terhormat, tiket Anda ke Armila sudah berhasil dipesan. Penerbangan CA981 dijadwalkan berangkat pukul 14.20. Nomor kursi Anda adalah 17A. Mohon tiba dua jam lebih awal untuk menghindari keterlambatan.] Usai mengunci kembali layar ponselnya, senyum samar penuh makna terukir di sudut bibir Nabila. Dalam kesunyian dia bergumam, "Tama, kuharap kamu menyukai hadiah ulang tahun dariku. Aku benar-benar kecewa padamu. Kamu nggak akan pernah bisa menggapaiku lagi seumur hidup." Dia mengucapkan selamat tinggal pada Tama, sekaligus pada dirinya yang dulu. ... Tama sendiri sedang menemani Nadia menyiapkan pesta ulang tahunnya malam ini. "Kak Tama, bagaimana kalau di slide PPT ini kita pasang foto kita?" tanya Nadia sambil menyandarkan kepala di bahu Tama dan menggoyang-goyangkan lengan pria itu dengan manja. Tama baru mau menjawab, tapi tiba-tiba saja Nadia yang di depannya terasa seperti Nabila. Wajah dua orang itu memenuhi benaknya silih berganti. Entah kenapa Tama jadi merasa seolah ada sesuatu yang hilang dari dalam hatinya. Rasanya seperti ada celah yang tidak lagi bisa ditambal. Dia menggeleng pelan, menahan perasaan tidak nyaman di dadanya. Baru setelah itu menjawab dengan datar, "Terserah kamu saja. Mau dihias seperti apa juga nggak masalah. Aku keluar sebentar cari udara segar." Usai bicara begitu, dia berjalan ke balkon. Jarinya membuka kontak di ponsel, tatapannya tertuju pada nama Nabila cukup lama. Dulu, mau sesibuk apa pun dirinya, dia pasti akan selalu mengabari Nabila. Apalagi saat masih pacaran dulu, dia selalu menelepon wanita itu seharian. Entah sejak kapan hubungannya dengan Nabila jadi renggang dan makin berjarak. Tama menyalakan rokok, lalu menghela napas panjang, membuat asap mengepul di depan wajahnya. Jarinya lalu mengetuk layar ponsel untuk mengirimkan pesan singkat ke Nabila. Tama: [Malam ini ulang tahunku. Jangan marah soal yang terjadi sebelumnya. Jangan lupa, aku akan mengajakmu berdansa Waltz.] Tarian itu seharusnya jadi pembuka yang istimewa. Ini sudah menjadi janji antara Tama dan Nabila. Bahkan saat sedang marah atau berselisih, mereka tidak pernah melewatkannya. Tama yakin kalau malam ini pun akan sama. Dia sudah membayangkan Nabila akan tampil anggun dengan gaun indah. Wanita itu mungkin akan menangis saat berdansa dengannya. Tidak lama kemudian, pesta ulang tahun pun dimulai. Para tamu mulai berdatangan, musik mengalun lembut dan berpadu dengan gemerlap lampu serta dentingan gelas. Suasana pesta terasa mewah dan megah. Bahkan Pak Vero yang selama ini jarang ikut pesta macam ini pun ikut hadir malam ini. Dia menatap ke sekeliling dan bertanya, "Mana cucu menantuku? Kenapa istri Tama nggak datang di pesta ulang tahun suaminya sendiri?" Semua orang saling pandang usai mendengar pertanyaan barusan. Suasana perlahan berubah jadi tegang. Semua orang tahu, selain Tama, Nabila merupakan orang yang paling Vero pedulikan. Tidak ada orang yang berani menceritakan padanya soal apa yang sudah terjadi selama beberapa waktu belakangan. Nadia tahu betul soal ini. Dulu, dia juga tidak berani di depan Vero. Tapi sekarang berbeda, dia sudah punya kartu as di tangannya. Dia tersenyum kecil. Sambil menggendong bayi kecil yang tertidur dalam gendongannya, dia maju dan berkata, "Kakek, Kak Nabila barusan tiba-tiba bilang kalau nggak bisa datang. Lihat, ini anak Kak Tama yang kulahirkan. Dia cicit Kakek." Dia mengatakannya dan mulai berharap bisa mendapatkan hadiah dari Vero. Asal tahu saja, dulu Vero pernah bilang kalau Nabila bisa melahirkan seorang bayi, wanita itu akan mendapatkan hadiah 200 miliar. Kalau bisa melahirkan dua anak malah akan dapat saham. Kini, semua hadiah itu seharusnya diberikan pada Nadia. Sebab dialah ibu kandung dari cicit Keluarga Aldeno. Dalam hati dia merasa puas sekaligus bangga. Dia sama sekali tidak sadar dengan ekspresi Vero yang perlahan berubah kelam. "Keterlaluan! Kamu itu adiknya Nabila! Bisa-bisanya berhubungan sama Tama! Keterlaluan sekali!" Vero berseru keras sambil memegangi dada. Dia terlihat marah besar. "Cepat panggilkan Nabila, suruh dia ke sini!" Vero mengentakkan tongkatnya dengan keras. "Kalian sengaja melarangnya datang, ya? Apa yang sudah kalian lakukan padanya?" Tadinya dia mau memberikan beberapa nasihat pada pasangan muda ini selagi masih ada umur. Tapi malah tiba-tiba muncul cicit yang entah dari mana asalnya. Vero tidak bodoh. Bisa dilihat kalau dia satu-satunya yang tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Tama terdiam cukup lama, seperti sedang mencari alasan. Pintu tiba-tiba terbuka dari luar. Seorang kurir datang menyerahkan berkas ke tangannya. Setelah Tama menandatangani surat penerimaan, kurir itu berkata, "Nona Nabila bilang ini hadiah ulang tahun untukmu. Semoga kamu suka." Tama agak bingung. Begitu membuka berkas tersebut, setumpuk foto syur berhamburan jatuh ke lantai dan berserakan ke mana-mana. Sebelum sempat bereaksi, Nadia malah sudah berteriak panik, "Jangan lihat! Tutup mata kalian semua! Jangan lihat!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.