Bab 11
Sampai upacara pernikahan dimulai, seluruh lampu di ruangan perlahan meredup.
Sigit berdiri di atas panggung, membelakangi pintu utama aula pernikahan.
Cahaya lampu sorot jatuh di tubuhnya, membuat jantungnya berdetak begitu cepat seolah-olah hendak melompat keluar dari dadanya.
Musik mulai mengalun, sebuah komposisi piano yang sudah lama dipilih olehnya dan Wulan bersama-sama.
Mereka tidak ingin memakai lagu pernikahan, karena terlalu biasa dan membosankan.
Jadi, selama beberapa hari itu, dia dan Wulan mendengarkan hampir semua musik piano yang ada di pasaran hanya untuk memilih satu.
Sigit bahkan sampai mual mendengarnya.
Dia masih ingat bagaimana Wulan, dengan wajah pucat dan rasa bersalah, memeluknya dan menyalahkan dirinya karena terlalu rewel.
Namun, waktu itu, Sigit hanya merangkul pinggang Wulan, dan mengusap lembut kepala gadis itu.
"Bodoh, bisa menikah denganmu adalah impian seumur hidupku. Mana mungkin aku menganggapmu rewel."
"Pernikahan kita tentu harus sempurna."
Dan kini

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda