Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

Wulan tidak pernah menyangka Yogi akan mengiriminya bunga. Di tengah keterkejutannya, mendengar kata-kata Sigit justru membuatnya merasa makin geli. Pria ini selalu berpihak pada Tina, menyulitkannya, dan menyalahkannya. Sekarang, dengan hak apa pria ini menanyainya seperti itu. Wulan menepis tangan Sigit dengan kasar, lalu mengejek dengan dingin, "Apa urusannya denganmu?" Dia memeluk buket bunga itu dan hendak pergi, tetapi Sigit dengan cepat melangkah ke depan, hampir menghalangi jalannya. "Jangan begini, Wulan. Aku tahu bunga itu sebenarnya kamu kirim untuk dirimu sendiri, hanya supaya aku cemburu." "Memang kali ini aku yang salah. Tenang saja, aku pasti akan menebusnya." "Bukannya kamu sangat menyukai kalung dari pelelangan waktu itu? Aku akan belikan untukmu, bagaimana?" Nada suara Sigit terdengar lembut dan manja, tetapi bagi Wulan, kedua hal itu sama sekali tidak sebanding. Atau, mungkin di mata Sigit, impian dan kegemaran Wulan tidak pernah dianggap penting. Di hati Wulan, kesedihan sudah bercampur dengan kekecewaan. Kekecewaan pada Sigit, pada tahun-tahun yang telah berlalu, dan pada hubungan mereka. Namun, di mata Tina, semuanya tampak berbeda. Dia juga sangat menyukai kalung itu, dan sudah berulang kali memberi isyarat kepada Sigit, tetapi pria itu selalu pura-pura tidak mengerti. Kini, kalung itu justru akan diberikan pada Wulan begitu saja. Tangan Tina mengepal erat, dan tatapan yang diarahkan pada Wulan penuh dengan kebencian. "Nggak perlu." "Sigit, aku sudah bilang, hubungan kita sudah selesai." Senyum di wajah Sigit perlahan membeku, matanya penuh kebingungan. Namun, Wulan sudah tidak ingin membuang waktu lagi dengan mereka. Dia berjalan melewati Sigit dan pergi. Dari belakang, terdengar teriakannya yang marah. "Wulan, jangan menyesal nanti!" "Kamu pikir aku nggak bisa hidup tanpa kamu? Wulan, kamu terlalu percaya diri!" "Cepat atau lambat, akan ada hari ketika kamu berlutut memohon padaku!" Wulan tidak menoleh, bahkan langkahnya pun tidak melambat. Namun, tidak lama kemudian, dia mengerti mengapa Sigit berkata begitu. Berita tentang Tina yang menjadi penari utama disebarluaskan oleh para wartawan. Dan di hadapan semua kamera, dia juga mengaku pernah mengalami perundungan dari rekan-rekan penarinya di masa lalu. Dalam sekejap, seluruh internet mencari tahu siapa pelaku perundungan itu. Beberapa orang menebak-nebak melalui petunjuk samar yang dia berikan, dan akhirnya menuding Wulan. Wulan menjadi sasaran kebencian semua orang. Melihat hinaan dan tuduhan jahat di dunia maya, Wulan tidak merasa sedih. Fitnah seperti itu tidak akan mampu melukainya. Yang benar-benar membuat hatinya perih adalah kenyataan bahwa dalang di balik semua itu ternyata orang yang dulu paling dia cintai, Sigit. [Wulan, sekarang kamu masih punya kesempatan untuk minta maaf. Kalau nggak, kamu nggak akan suka dengan akibatnya.] Sigit mengirim pesan bernada ancaman, tetapi Wulan tidak menanggapinya. Sigit menunggu lama di seberang sana. Ketika dia mengirim pesan lagi, baru dia sadar bahwa Wulan sudah memblokirnya. Ekspresinya berubah buruk. Lalu, dia melemparkan ponselnya ke lantai hingga hancur berantakan. "Bagus sekali, Wulan, kamu benar-benar hebat!" "Berikan ponselmu padaku!" Sigit melambaikan tangan kepada temannya di samping. Temannya menyerahkan ponsel itu, dan Sigit langsung menelepon pimpinan teater. "Mulai besok, aku nggak ingin melihat Wulan lagi di grup tari itu." "Baik, Pak Sigit." Begitu telepon ditutup, temannya menatapnya dengan cemas. "Itu ... Sigit, bukannya ini terlalu kejam?" "Kamu tahu, menari itu impian Wulan sejak dulu. Lagi pula, teater itu sangat berarti baginya ... " "Lalu, kenapa?" Sigit memotong kalimat temannya, lalu menembakkan bola hitam ke dalam lubang. Di wajahnya muncul senyum penuh keyakinan. "Kalau nggak begini, bagaimana dia tahu bahwa akulah satu-satunya tempat dia bisa bergantung."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.