Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

Bulu mata Patricia sedikit bergetar. Dia pernah melakukan apa saja demi meninggalkan Robert sebelum ini, tapi pada akhirnya Patricia malah dikurung dalam kamar. Dia hampir saja tidak bisa mengikuti sidang kelulusannya. Waktu itu dia memohon pada Robert untuk mengizinkannya ke universitas. Apa yang dikatakan oleh pria itu waktu itu? Patricia menancapkan kukunya di telapak tangan dengan kuat, lalu mencondongkan tubuhnya sambil memejamkan mata. Bibir yang lembut dan sedikit dingin ditempelkan ke sudut mulut Robert. Ini hanya sebuah kecupan. Jika dibandingkan dengan ciuman Robert, ciuman ini sama sekali tidak ada artinya. Tapi untung saja Robert tidak mempersulitnya lagi dan melajukan mobilnya. Patricia akhirnya bisa bernapas dengan tenang. Keesokan harinya, Patricia bangun pagi-pagi untuk pergi ke rumah sakit. Kebetulan hari ini adalah hari Minggu dan tidak perlu pergi bekerja, kalau tidak dia harus berusaha keras untuk mencari alasan. Patricia menelepon Devi, tapi Devi sedang memiliki pasien, jadi dia meminta Patricia untuk langsung menemuinya di lantai atas. Terdapat banyak orang yang menunggu lift, butuh waktu yang sangat lama agar bisa menaiki lift, jadi Patricia memilih untuk naik tangga. Begitu dia ingin berbelok di tikungan lantai tiga, dia bertemu dengan Fanny. Fanny juga melihatnya, dia berkata dengan ekspresi masam, "Kenapa kamu ada di sini?!" Lantai tiga adalah lantai khusus departemen kebidanan dan ginekologi. Patricia menyadari sesuatu, dia melihat laporan hasil tes kehamilan di tangan wanita itu. Ternyata wanita itu juga hamil. Patricia tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa, tenggorokannya terasa sangat kering. "Kenapa kamu datang ke sini!" Fanny menerjang ke arahnya, lalu mencengkeram kerah baju Patricia. "Aku sudah tahu kalau kamu nggak mungkin menyerah, kamu pasti akan berada dimanapun Tommy berada. Kamu benar-benar nggak tahu malu!" Patricia berusaha untuk menepis tangan Fanny, tapi semuanya sudah terlambat. Bajunya dirobek oleh wanita itu, lalu memperlihatkan bekas ciuman yang masih jelas dan belum menghilang. Adegan ini seperti sedang menyiksa saraf Fanny yang sensitif. Sebelum Patricia bereaksi kembali, wajahnya sudah ditampar oleh wanita itu. "Dasar wanita jalang!" Fanny berteriak dengan keras, "Apakah kamu masih merasa nggak cukup? Kamu sudah rebut identitasku selama 20 tahun lebih, tapi kamu juga mau rebut calon suamiku! Kenapa bisa ada orang sehina dirimu di dunia ini!" Keributan ini menarik perhatian banyak orang, mereka semua mengelilingi Patricia, lalu menatap bajunya yang robek sambil menunjuknya. Wajah Patricia miring ke samping setelah ditampar oleh Fanny. Telinganya berdengung, setengah wajahnya juga mati rasa. Fanny berteriak dengan suara yang melengking, "Kenapa kamu ada di sini? Anak siapa yang sedang kamu kandung!" Dia berkata sambil ingin menyerang Patricia lagi, tapi ditahan oleh seseorang. "Fanny!" Pria yang bergegas datang terlihat sedikit lelah, dia menahan pergelangan tangan Fanny, lalu memarahinya dengan rendah, "Jangan buat masalah lagi!" Tubuh Fanny bergetar begitu melihat orang yang datang. Sikap arogannya sebelum ini sudah menghilang, dia bahkan langsung bersandar di pelukan pria itu. "Tom." Patricia mengangkat tatapannya, lalu kebetulan bertatapan dengan Tommy. Fanny bersandar di pelukan Tommy tanpa memedulikan Patricia. Dia meraih lengan pakaian Tommy dan berkata, "Tom, kita sudah akan bertunangan, tapi nggak disangka dia masih nggak menyerah dan kejar kita sampai ke sini. Dia benar-benar menyebalkan." Tommy memasang ekspresi acuh tak acuh di wajahnya, dia sama sekali tidak menanggapi ucapan Fanny. Tommy hanya menunduk untuk melihat perutnya, lalu berkata, "Bukannya dokter bilang kamu harus berhati-hati saat sedang hamil? Bagaimana kalau kamu keguguran?" Fanny baru teringat dengan hal ini, dia masih belum terbiasa dengan identitasnya sebagai calon ibu. Dia langsung cemas setelah mendengar ucapan Tommy. "Ayo kita kembali lakukan pemeriksaan lagi." Sama sekali tidak pantas untuk mengorbankan anaknya dengan Tommy karena wanita jalang itu. Tommy mengangguk, lalu pergi sambil menggenggam tangannya. Orang-orang di sekitar bubar saat melihat sudah tidak ada hal menarik yang bisa mereka lihat lagi, pada akhirnya hanya tersisa Patricia seorang di sini. Tenggorokan Patricia tercekat, tatapan Tommy saat menatapnya sebelum ini masih terbayang-bayang di dalam benaknya. Patricia memejamkan matanya dengan erat untuk memaksa dirinya melupakan hal ini. Sejak Fanny kembali, dia mengetahui jika sudah tidak ada kemungkinan apa pun antaranya dengan Tommy. Karena sudah mengetahui hal ini, untuk apa Patricia menyakiti dirinya sendiri? Dia berbalik untuk naik ke lantai atas, tapi tiba-tiba melihat sosok di belakangnya. Entah sudah berapa lama Robert berdiri di sana dan melihat pertunjukan tadi. Jari-jari Patricia mati rasa. Pria itu menghampirinya, lalu menatapnya dari ketinggian. "Kenapa datang ke rumah sakit?" Selalu terdapat makna yang tersembunyi di balik ucapan pria ini, misalnya seperti saat ini. Apa yang ingin ditanyakan oleh pria itu bukan kenapa dia datang ke rumah sakit, melainkan kenapa dia bisa berada di departemen kebidanan dan ginekologi. Patricia mengerutkan bibirnya. "Aku datang untuk ambil obat, kebetulan lewat sini." "Kebetulan lewat sini?" Robert mengulangi kata-kata ini dengan tatapan yang dalam. "Benarkah?" Telapak tangan Patricia sudah dibasahi oleh keringat, punggungnya juga menegang. "Benar, bukannya kamu sudah lihat laporannya kemarin? Dokter bilang aku harus minum obat selama beberapa waktu." Setelah mengatakan ini, pintu lift kebetulan terbuka. Devi berjalan sambil meneriaki nama Patricia, tapi dia langsung menghentikan langkahnya begitu melihat Robert. "Pak Robert." Devi menyentuh hidungnya, lalu melirik Patricia dan berkata, "Aku mau bawa Patricia untuk ambil obat, kamu juga tahu kalau kondisinya nggak terlalu baik. Apakah kamu mau pergi bersama kami?" Pria itu berkata dengan datar, "Nggak perlu." Kemudian dia menunduk untuk menatap Patricia. "Aku tunggu kamu di luar." Dia pergi setelah mengatakan ini. Setelah Robert menjauh, Devi baru mendekatinya dan berkata, "Orang itu menakutkan sekali, rahasia kita hampir terbongkar." Patricia hanya bisa tersenyum pahit, mengetahui jika dia tidak bisa melakukan pemeriksaan hari ini. Devi memberinya obat berdasarkan hasil laporan, lalu berbicara sepanjang jalan. "Awalnya aku mau bujuk kamu untuk pertahankan kandunganmu, lagi pula peluangmu untuk hamil sangat kecil. Tapi sekarang sebaiknya kamu gugurkan saja, anggota Keluarga Lusna benar-benar gila." "Nggak peduli apa pun yang terjadi, aku akan gugurkan anak ini." Patricia tenggelam dalam pikirannya. Pria itu mengawasinya dengan ketat, bahkan bisa datang dengan tiba-tiba hari ini. Apakah dia bisa melakukan operasi aborsi dengan lancar? Patricia berjalan keluar dari rumah sakit sambil membawa obat, lalu melihat mobil Robert. Dia membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Robert tidak membawa supir hari ini, jadi hanya dia sendiri di dalam mobil. Pria itu sedang duduk di kursi pengemudi sambil membaca dokumen dengan datar. Dulu Patricia menganggap Robert seperti kakaknya, Robert memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang kakak dengan baik. Dia sangat lembut dan toleran, serta juga memenuhi semua keinginannya. Dulu saat Patricia masih kecil, dia pernah memecahkan vas antik yang dibawa oleh ayah Robert yang bernama Farrel Lusna dari pelelangan di luar negeri. Farrel marah besar saat mengetahui hal ini, tapi Robert membantu Patricia menanggung akibatnya dan dipukul oleh ayahnya. Sampai kejadian itu terjadi pada tiga tahun yang lalu, citra Robert di dalam hatinya langsung hancur. Tidak peduli kapan pun itu, dia sangat sulit menebak isi pikiran pria ini. Sama seperti saat ini. Patricia tidak tahu apakah Robert memercayai ucapannya sebelum ini atau tidak. Dia juga tidak bisa menebak suasana hati pria ini saat ini. Setelah masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman, pria itu tiba-tiba bertanya dengan suara yang berat. "Kamu sangat ingin menikah?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.