Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 12

Keduanya sedang mengobrol ketika Merry datang. "Nek, ada apa memanggilku ke sini?" Nyonya Besar Nera duduk di kursi, menatap Merry dengan tegas dan penuh kebencian. Kalau bukan karena wanita sialan ini, cucu sulungnya pasti akan menikahi putri Keluarga Lumanto. Sepertinya wanita ini telah banyak berubah belakangan ini. Rambut yang dulu begitu polos telah dikeriting dan diwarnai dengan warna merah. Pakaiannya juga tidak lagi kolot, melainkan mengenakan gaun berwarna cerah. Warna yang mencolok itu sama sekali tidak menghilangkan pesona Merry, malah membuatnya terlihat lebih cantik dan menawan bak peri. Nyonya Besar Nera adalah orang yang kaku dan kolot. Dia membenci wanita yang berdandan norak dan bertingkah genit. Nyonya Besar Nera berteriak, "Beraninya kamu sebagai istri Shayne berpakaian begitu norak! Benar-benar mencoreng nama baik Keluarga Wilson! Sudah menikah tiga tahun tapi belum kunjung punya anak! Keluarga kami nggak menerima wanita mandul!" "Ayo cepat berlutut dan minta ampun di hadapan leluhur kita!" Franciska yang berdiri di samping langsung terlihat senang. Dia berkata, "Merry, wanita sepertimu pasti sudah lama dimasukkan ke kandang sapi. Nenek sudah sangat baik padamu dengan menyuruhmu berlutut." Merry melirik Franciska dan tersenyum. "Nenek, hamil itu bukan cuma urusanku. Sebelum menikah, aku sudah periksa kesehatan dan aku baik-baik saja. Bukan salahku kalau aku sudah lama nggak hamil." Nyonya Besar Nera sangat marah. "Maksudmu cucuku yang bermasalah!?" Merry tergagap. "Bukan karena Shayne bermasalah, tapi karena dia ... impoten." Jangankan Nyonya Besar Nera, bahkan Franciska yang berdiri di sampingnya pun tercengang. "Omong kosong!" Franciska langsung sadar, "Kak Shayne yang nggak mau menyentuhmu, mana mungkin dia impoten!?" "Nona Franciska, aku sudah menikah dengan Shayne selama tiga tahun. Aku tahu lebih baik daripada siapa pun dia impoten atau nggak, toh Nona Sofie sudah kembali selama lebih dari setengah tahun. Mereka bepergian bersama setiap hari dan bahkan pulang larut malam, tapi perutnya nggak ada tanda-tanda kehamilan ...." Merry menggelengkan kepalanya dengan sedih, "Bukankah sudah jelas Shayne impoten atau nggak?" Mery berkata sambil menatap Nyonya Besar Nera. "Nenek, daripada mengacau di sini, lebih baik cepat panggil dokter untuk periksa. Kalau terus menunda, mungkin Keluarga Wilson nggak akan punya keturunan." Nyonya Besar Nera juga tahu hubungan Shayne dengan Sofie. Meskipun merasa status Sofie tidak layak untuk menikah dengan Keluarga Wilson, tidak masalah kalau menjadikannya kekasih di luar. Soal apakah Shayne impoten atau tidak, itu masih harus diperiksa. Namun Merry yang bilang Keluarga Wilson akan punah nyaris membuat Nyonya Besar Nera pingsan karena marah. Orang tua paling tidak tahan mendengar kalimat "tidak akan punya keturunan". Dada Nyonya Besar Nera naik turun dengan hebat karena marah. "Beraninya kamu mengutuk Keluarga Wilson nggak punya keturunan!? Pelayan, hukum dia sesuai peraturan keluarga! Ada lagi, lepaskan pakaian nggak layak yang dia kenakan!" Dua pelayan mendekat dengan agresif. Melihat ini, Franciska begitu gembira hingga tangannya gemetar. Dia buru-buru mengambil ponsel dan bersiap mengambil foto Merry yang tengah berlutut sambil memohon ampun untuk dikirimkan ke Sofie. Dua pelayan itu mengangkat tangan mereka tanpa ragu dan menampar wajah Merry dengan kuat. Para pelayan di rumah lama Keluarga Wilson tahu Nyonya Besar Nera tidak menyukainya. Dia telah difitnah dan kalau mencoba menjelaskan, itu dianggap sebagai membangkang. Kapan pun Nyonya Besar Nera merasa marah, dia akan menyuruh para pelayan untuk menerapkan hukum keluarga. Sayangnya, Nyonya Besar Nera adalah orang tua dan Merry tidak bisa melawan. Kalau melawan, dia akan dicap tidak berbakti. Shayne tidak peduli pada Merry, sementara para pelayan ini lebih suka memihak yang berkuasa selalu menindasnya dengan segala cara. Saat menerapkan "peraturan keluarga", mereka bahkan diam-diam mencubitnya. Setiap kali pulang, tubuh Merry pasti penuh memar. Melihat pelayan yang memukulnya, Merry sama sekali tidak terlihat takut. Dia mencengkeram pergelangan tangan salah satu pelayan dan menampar wajahnya dengan keras. "Plak!" Lalu dia menendang pelayan lain hingga terlempar. "Buk!" Suara tamparan keras dan bunyi dentuman barang jatuh membuat Nyonya Besar Nera serta Franciska terkejut. Merry melirik semua orang dengan dingin dan akhirnya menatap kedua pelayan. "Zaman apa ini, masih berani main hakim sendiri? Siapa yang memberi kalian nyali untuk melanggar hukum!?" Siapa yang memberi mereka nyali? Tentu saja Nyonya Besar Nera. Nyonya Besar Nera sangat marah hingga wajahnya memucat saat melihat Merry berani melawan di depannya. Dia menunjuk ke arah Merry dengan gemetar. "Da ... dasar anak kurang ajar ...." Sebelum bisa selesai bicara, Nyonya Besar Nera merasa kesulitan bernapas dan matanya berputar ke belakang sebelum pingsan. Franciska panik. "Nenek! Kamu baik-baik saja!?" "Ambulans, panggil ambulans ... Nenek pingsan!" Tempat itu tiba-tiba menjadi kacau. ... Sore hari tepat setelah Merry selesai mandi, terdengar ketukan keras di pintu. "Dok, dok, dok!" Suaranya begitu keras hingga pintu pun bergetar. Merry mengerutkan kening dan melirik kamera video. Ternyata Shayne menemukan tempat ini. Wajar saja, ini Kota Sheldon. Sangatlah mudah bagi Shayne untuk mencari seseorang. Setelah ragu sejenak, Merry membuka pintu. Wajah tampan pria itu terlihat redup dalam cahaya remang-remang. Merry berkata dengan datar, "Pak Shayne, kamu datang untuk membahas perceraian denganku?" Berjalan melewati lampu yang berkedip, wajah tampan pria itu mulai terlihat. "Merry, sepertinya kamu sama sekali nggak merasa bersalah." Merry bertanya dengan heran, "Untuk apa merasa bersalah?" Bibir tipis Shayne mengerucut rapat dan sepasang mata gelapnya terlihat sangat dingin. "Nenek kena serangan jantung dan dikirim ke rumah sakit gara-gara kamu." Merry menanggapi dengan sangat tenang, "Oh." Tatapan Shayne menjadi dingin, suaranya juga tidak kalah dinginnya. "Minta maaflah pada Nenek sampai dia memaafkanmu." "Aku nggak salah, untuk apa minta maaf padanya?" Merry berkata dengan dingin, "Aku nggak memukul atau memarahinya. Dia memanggilku ke rumah lama dan marah-marah sendiri, apa urusannya denganku?" Sebelum datang, Shayne telah menonton video yang direkam oleh Franciska. "Kamu menghajar pelayan Nenek di depannya dan masih bilang nggak salah?" Wajah tampannya membeku, "Nggak peduli bagaimana kamu mau menarik perhatianku, harus ada batasnya. Merry, setiap kesalahan pasti ada akibat yang harus ditanggung."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.