Bab 6 Anda Tidak Boleh Begini
Di ruang rawat rumah sakit, Ferdy mendorong Jessy ke depan. "Minta maaflah pada ibuku!"
Rosa sedang makan buah yang disuapi Arselina. Dia mengangkat jari kelingking dengan anggun untuk mengusap mulutnya, mengernyit jijik dan berkata, "Ferdy, kamu membawa barang seperti ini kemari untuk membuatku kesal?"
"Bu, dokter bilang bayi itu bertubuh lemah dan perlu ASI. Aku yang menempatkan anak itu di tempatnya untuk dirawat, kesalahpahaman seperti ini timbul karena kesalahanku."
Ferdy menarik kesalahan itu ke dirinya, diam-diam menusuk Jessy dengan jari. Jessy segera berkata, "Nyonya Arselina, maaf, aku nggak sengaja."
Karena putranya sudah berbicara, Bu Rosa terpaksa membatalkan rencana-rencana yang barusan dirinya bicarakan dengan Arselina untuk menghadapi Jessy. Tangannya yang berkuku kristal menarik putranya. "Katanya kamu memelihara dia?"
Ferdy berbohong dengan tenang tanpa rasa malu atau cemas, "Mana mungkin? Gosip dari mana?"
Pandangan Bu Rosa jatuh ke wajah Arselina, tatapan Ferdy ikut mengarah ke sana. Jantung Arselina bergetar, dan dirinya malah membela suaminya, "Bu, pasti perempuan ini yang melekat pada Ferdy lalu berbohong."
Ferdy menarik kembali pandangannya, dengan ketenangan anggun khas orang berkuasa dirinya berkata, "Anak ada di tempatnya, tentu aku harus sering ke sana melihatnya, bukankah begitu?"
Jessy terus menunduk. Dia mendapati hubungan keluarga ini sangat rumit, bahkan sepenuhnya membalikkan pemahaman sebelumnya. Dia mengira Ferdy sangat mencintai Arselina, karena itulah, setelah kakaknya menabrak mobil Arselina, Ferdy bertindak kejam hingga nyaris membunuh kakaknya.
Kalau bukan karena cinta, pasti karena anak di dalam perutnya. Konon saat kecelakaan itu terjadi Arselina sedang hamil, anaknya gugur dan dirinya kehilangan kemampuan melahirkan. Maka satu-satunya alasan Ferdy melepaskan kakaknya adalah meminta Jessy menjadi ibu pengganti dan melahirkan seorang anak.
"Kalau begitu saja, biarkan dia tinggal di rumah Keluarga Hasana, supaya tak ada gosip."
Kalimat ini menyentakkan Jessy, dengan mata berkaca-kaca dia menatap Ferdy. Dirinya tidak mau tinggal di rumah Keluarga Hasana yang begitu membencinya, bisa-bisa mereka mencabik-cabiknya.
Namun Ferdy seolah tak melihat permohonannya. Dia mengangguk dan memutuskan untuk Jessy, "Baik. Besok aku akan menyuruhnya membawa anak itu ke rumah kita."
Jessy diusir keluar dari ruang rawat. Dia tidak pergi jauh, begitu melihat Ferdy keluar, segera menghampiri. "Pak Ferdy, aku ingin bicara."
Ferdy berjalan sambil melihat jam. "Aku masih ada rapat. Kalau soal pindah ke kediaman Keluarga Hasana, tak perlu dibahas, kamu nggak punya pilihan."
"Tapi aku ... Pak Ferdy, Anda nggak bisa begini."
"Nggak mau anaknya lagi?" Ferdy mengancamnya dengan anak.
"Bukan. Soal kakakku ...."
Begitu kakaknya disebut, Ferdy tiba-tiba menyunggingkan senyum tipis. Senyum itu dingin dan haus darah.
"Aku hampir lupa memberitahumu, katanya perilaku kakakmu di dalam sana sangat buruk, mungkin dia nggak akan hidup sampai keluar."
Kaki Jessy terasa lemas, dia meraih pakaian Ferdy. "Pak Ferdy, mohon, jangan apa-apakan kakakku. Kecelakaan itu bukan disengaja. Tolonglah!"
Ferdy tiba-tiba mendorongnya ke dinding, menyudutkannya. Sepasang mata dingin dan tajam itu menatapnya dalam-dalam. "Jessy, kamu harus mendengarkanku."
Tubuh Jessy diselimuti dingin. Dia menyesal. Ini jelas bukan sekadar menjadi selingkuhan.
Namun dirinya tak punya jalan mundur, hanya bisa pulang membereskan barang.
Keesokan pagi, Gianos datang menjemput dengan mobil, membawa Jessy dan bayinya bersama-sama ke kediaman besar Keluarga Hasana, Vila Anggrek Indah.
Begitu gerbang besi hitam tertutup, Jessy merasa dirinya seperti burung kecil yang dikurung dalam sangkar, hidup matinya tak diketahui.