Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7 Terlalu Tampan

Yang menyambut Jessy di rumah Keluarga Hasana adalah perempuan berbaju abu-abu yang hari itu datang membawa pergi anak itu. Semua orang memanggilnya Bi Hesti, pengurus rumah ini. Dia membawa Jessy ke kamar bayi dan berkata dengan nada dingin, "Rawat baik-baik Tuan Muda kecil, jangan macam-macam." Jessy tak berani membantah. Dia diam-diam meletakkan barang bawaannya, lalu menggendong anak itu. Tanpa berkata banyak, Bi Hesti berbalik dan pergi. Rumah Keluarga Hasana sangat besar. Saat ini Bu Rosa masih di rumah sakit, sehingga terasa sangat sunyi. Jessy menggendong anak itu dan menatap ke luar jendela. Di antara pepohonan tua yang rimbun hampir tak tampak langit, menampilkan nuansa halaman dalam yang sunyi dan terasing. Menjelang senja, rumah itu tiba-tiba menjadi ramai. Satu per satu mobil berdatangan. Bi Hesti datang memanggil Jessy, "Gendong Tuan Muda kecil keluar, Nyonya dan Tuan Besar ingin melihat anak." Sebenarnya anak itu baru saja tertidur, tetapi Jessy tahu dirinya tak bisa menolak. Dia hanya bisa menggendongnya dan mengikuti Bi Hesti ke ruang utama. Terlihat beberapa orang yang duduk di ruang tamu. Jessy tak berani mengangkat kepala. Dirinya menggendong anak itu sambil menuruti arahan Bi Hesti. Ferdy menerima anak itu. Dengan suara berat dia berkata kepada Jessy, "Kamu turun saja." Jessy juga berkata pelan, "Bayi baru tertidur. Kalau terganggu mungkin akan menangis, tolong tenangkan dia." Beberapa hari ini Ferdy sudah punya sedikit pengalaman menenangkan bayi, dirinya mengangguk setuju. Interaksi di antara mereka semua tertangkap oleh mata Arselina, jarinya mengencang, Di matanya terlintas kilatan kebencian. Jessy baru hendak pergi ketika tiba-tiba ayah Ferdy, Pak Antony, memanggilnya, "Dia siapa?" Rosa berkata dengan nada sinis, "Pengasuh susu cucumu." Antony mengerutkan kening. "Zaman apa ini masih pakai ibu susu? Minum susu formula nggak bisa? Pasti ide busukmu." Suara Bu Rosa segera menjadi tajam, "Kenapa selalu aku?" Ferdy segera berkata, "Ayah, itu ideku. Kondisi anak kurang baik, nggak cocok susu formula, sementara makan ASI sebulan dulu." Mendengar penjelasan putranya, Antony tak berkata apa-apa lagi. Dirinya hanya memandang Jessy dari atas ke bawah, lalu berkata dengan nada meremehkan, "Terlalu cantik, sekali lihat bukan tipe yang patuh. Jangan dipakai terlalu lama." Saat Jessy kembali ke kamarnya, seluruh tubuhnya sudah berkeringat dingin. Jelas semuanya adalah kesalahan Ferdy, tetapi diri Jessy yang menanggung semuanya, sama sekali tidak adil. Lebih buruk lagi, dirinya bahkan tak punya hak untuk mempertanyakannya. Dengan pikiran kosong Jessy kembali ke kamar. Sekitar setengah jam kemudian anak itu diantar kembali, yang mengantarnya adalah Ferdy. Jessy mengulurkan tangan untuk menerima anak itu, tetapi Ferdy malah memeluknya bersama-sama. Takut melukai anak, Jessy tak berani meronta, tetapi di dalam hati dirinya sangat menolak. "Pak Ferdy, jangan." "Jangan apa? Jangan anaknya?" Pria itu sengaja memelintir maksudnya. Bibir tipisnya menyapu samar pipi Jessy. Jessy memalingkan wajah. Dia menggigit bibir bawah, ingin menangis, sebenarnya Ferdy menganggapnya apa. Setelah cukup menggodanya, si pria menyerahkan anak itu kepadanya. "Sudah tidur. Taruh kembali ke boks bayi." Jessy seperti mendapat pengampunan. Baru saja dirinya meletakkan anak itu dengan hati-hati, memanfaatkan gerakannya yang membungkuk, tubuh Ferdy sudah menempel dari belakang. Dengan suara bergetar Jessy memohon, "Pak Ferdy, jangan." Ferdy menggigit daun telinganya dan berkata, "Dengar, besok aku atur agar kamu bertemu saudaramu." Tangan Jessy mencengkeram kuat pagar boks bayi. "Akan terlihat orang." "Nggak apa-apa. Manis, jangan ribut. Aku ...." Jessy menggigit bibirnya erat-erat. Rasa malu, takut, dan putus asa semuanya bergulir melanda pikirannya. Tiba-tiba terdengar suara dari luar. Itu suara Arselina, "Ferdy, kamu di sini?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.