Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8 Bertemu Ricky

"Pa ... Pak Ferdy ... istri Anda datang." "Jangan pedulikan dia, dia bukan istriku." Karena terlalu gugup, Jessy tidak memperhatikan kata-katanya, dia hanya ingin secepat mungkin melepaskan diri dari pria itu. Suara langkah kaki makin mendekat, hampir sampai di depan pintu. Jessy pucat ketakutan, seluruh tubuhnya gemetar. Jika sampai ketahuan oleh istri sah, dirinya sudah bisa membayangkan akibatnya. "Pak Ferdy, Pak Ferdy!" Ferdy berjalan ke pintu dan membukanya. Arselina yang baru hendak membuka pintu ke samping didorongnya ke samping. Pria itu lalu melangkah pergi dengan langkah besar. Karena di dalam kamar masih ada sekat layar, tidak terlihat oleh Arselina keadaan Jessy yang berantakan. Namun dari aroma tajam yang menyebar dari dalam ruangan, Arselina bisa membayangkan apa yang telah terjadi. Kebencian membuat seluruh wajahnya terdistorsi, jari-jari di kedua sisi tubuhnya mengepal erat. Baru hendak mendorong pintu masuk, tiba-tiba terlihat olehnya Ferdy menoleh kembali. "Bukankah kamu mencariku?" Arselina segera menyusul dengan langkah cepat, kembali menjadi sangat lembut. "Ferdy, ada sedikit hal yang ingin kubicarakan denganmu ...." Suara dan langkah mereka menjauh, Jessy pun ambruk ke lantai. Keesokan harinya, Jessy mengambil cuti untuk pergi ke penjara menjenguk kakaknya. Begitu keluar dari kediaman Keluarga Hasana, sebuah mobil bisnis hitam sudah menunggunya, Gianos yang menyetir sendiri. Semua ini sudah diatur oleh Ferdy. Setelah naik ke mobil, Jessy tidak mengatakan sepatah kata pun. Saat bertemu kakaknya, Ricky, Jessy menutup mulutnya dan menangis. Ricky mengenakan seragam tahanan abu-abu, wajahnya lebam. Sekali lihat saja sudah tahu dia telah berkelahi dengan orang lain. Jessy panik. "Kak, kenapa kamu berkelahi lagi?" Ricky menengadah. Sorot matanya suram, dipenuhi amarah yang bergejolak. "Jessy, biar kutanya, apa kamu bersama Ferdy?" Hati Jessy bergetar. "Nggak." "Kamu masih membohongiku?" Ricky menghantam meja dengan keras, tetapi justru memancing tatapan tajam sipir penjara. "479, perhatikan disiplin!" Ricky merendahkan suara, "Kamu kira aku nggak tahu? Kamu mengikutinya, bahkan melahirkan anak untuknya. Coba bilang, kenapa kamu bisa sehina itu?" Jessy sudah terisak tanpa suara. "Kak, dengarkan penjelasanku, bukan seperti itu." Ricky menghela napas panjang, nadanya melunak, "Jessy, dengarkan aku, cepat tinggalkan dia, sejauh apa pun kamu bisa. Dia bukan orang yang bisa kamu usik, dia itu iblis ...." "Waktu kunjungan habis!" Ucapan Ricky terhenti mendadak, menyadari dirinya terlalu emosional. Dia lalu berdiri dan menatap adiknya dalam-dalam. "Jessy, kamu harus patuh, tinggalkan dia!" Hati Jessy terasa dibuat tidak keruan. Dengan mata basah dia bertanya tanpa daya, "Kak, sebenarnya kenapa kamu menabrak orang? Ini hanya kecelakaan, 'kan?" Ricky tidak menjawab. Sosoknya yang tinggi dalam pakaian tahanan tampak agak membungkuk. Keluar dari penjara, mobil bisnis itu masih ada, tetapi pengemudinya sudah berganti menjadi Ferdy. Sepertinya dia sudah menunggu cukup lama. Di tanah ada beberapa puntung rokok. Dia menatap mata Jessy yang memerah, mengangkat tangan untuk menyeka air matanya. "Gadis kecil." Ucapan Ricky tadi membuat Jessy merasa enggan terhadap Ferdy. Dia memalingkan kepala untuk menghindar, tangannya pun mengenai wajah Ferdy. Tidak sakit, tetapi suaranya sangat keras. Ferdy segera marah. Jessy juga ketakutan. Dia mengira Ferdy akan memukulnya, tetapi tak disangka pria itu menariknya lalu mendorongnya masuk ke dalam mobil. Jessy meronta beberapa kali, sama sekali tidak kooperatif. "Kalau nggak ingin mati, pasang sabuk pengaman." "Apa kamu yang memberitahukan urusanku kepada kakakku?" Setelah Jessy berteriak, air matanya langsung mengalir, entah karena takut atau marah. Ferdy mengerutkan kening, kilatan dingin melintas di matanya. "Tahu juga bagus. Cepat atau lambat dia memang harus tahu, kamu nggak bisa menyembunyikannya seumur hidup." Kata-katanya yang bernuansa sindiran membuat Jessy makin marah, dia membuka pintu mobil dan hendak turun. Cahaya di mata Ferdy menjadi makin dingin. Dia mengulurkan tangan menahan pintu mobil. "Jessy, kamu yakin mau ribut denganku?" Mata Jessy memerah dan tidak berkata apa-apa. Perasaan tertekan yang menumpuk selama berhari-hari mengembang dan meledak. "Bukan urusanmu!" Air muka Ferdy berubah-ubah, tetapi senyum di sudut bibirnya justru makin lembut. Dia melepaskan genggamannya dan membukakan pintu untuk Jessy. "Pergi!"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.