Bab 473
Aku refleks menoleh, ingin tahu jawaban Davin.
Bisa dibilang, aku tidak terlalu panik ketika Yuna berpura-pura menjadi Shani. Cuma orang bodoh seperti Arya yang bisa dikelabui.
Namun, kalau sampai Arya tidak percaya pada Yuna, itu berarti penyamarannya lebih parah dari sekadar buruk.
Yeno sengaja memanfaatkan Yuna untuk berpura-pura menjadi Shani yang terlahir kembali untuk menipu Arya dan Davin. Sayangnya, kemampuan akting dan kemampuan berpikir Yuna tidak mendukung skenario itu ...
Kalau dipikir-pikir, pria dengan kecerdikan luar biasa seperti Yeno seharusnya tidak akan melakukan kesalahan sepele seperti ini. Entah kenapa, dia tetap membiarkan Yuna menyamar sebagai Shani dengan segala kecerobohannya.
Aku ingat Liora pernah bilang kalau ayahnya adalah orang baik yang berdiri di pihak orang tua Shani untuk melindungi Shani ...
Sekarang setelah kupikir-pikir lagi, Yeno mungkin adalah seorang informan. Dia sengaja membiarkan Yuna yang tidak cukup pintar untuk menarik perhatian kami, seolah-olah ingin memberi tahu bahwa tidak hanya satu 'Shani' di organisasi tersebut.
Aku terus melihat ke arah Davin dan dengan cemas menggenggam erat tangannya.
Memang tidak akan ada efeknya kalau yang menyamar adalah Yuna, tetapi bagaimana kalau benar-benar ada Shani yang lain?
Shani sendiri adalah subjek eksperimen. Kembar identik bisa diciptakan dari gen yang sama dan mungkin saja memiliki kemiripan yang sangat tinggi.
"Aku mau," kata Davin. Ah, ternyata suamiku ingin bertemu dengannya.
Dia ingin bertemu dengan Shani itu.
Jemariku yang tengah menggenggam erat tangannya tiba-tiba menegang, lalu melemas saat aku melepaskan tangan Davin dengan perlahan.
Natasha tersenyum, memberi isyarat kepada Davin untuk mengikutinya. "Ayo, kita berangkat sekarang."
Saat itu, Davin menatapku, mencoba menenangkanku dengan sorot matanya yang hangat.
Melihat kemantapan hatinya, aku pun kembali menggenggam pergelangan tangannya. Sembari menatap Natasha, aku berkata dengan mantap, "Aku juga mau ikut."
Natasha sama sekali tidak menghalangi atau menolak, seolah inilah hasil yang dia inginkan.
Sementara itu, Ben dan Yesa saling bertukar pandang dengan heran sebelum akhirnya menimpali, "Kami juga ikut."
Mendengar suara antusias itu, Natasha melirik ke arah Ben. "Maaf, Pak Ben, tapi mobilku nggak muat untuk kita semua," jawabnya.
Ben menaruh puntung rokok yang sudah dimatikan di atas tangan Yesa, lalu menawarkan solusi tanpa basa-basi. "Mobilku cukup besar. Biar Vincent dan Sanny naik mobilku. Kami akan mengikutimu dari belakang."
"Aku mau ikut juga!" seru Yoga sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti anak TK yang antusias bertanya pada gurunya.
Natasha hanya menyunggingkan senyum menawan, tetapi tidak menolak. Kemudian, dia langsung masuk ke dalam mobil.
Air muka Aldi tampak masam. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi terlebih dahulu dihentikan oleh Pak Yahya.
Tanpa mau ambil pusing dengan orang-orang itu, aku dan Davin pun masuk ke mobil Ben.
Begitu sampai di mobil, rupanya Yesa baru sadar kalau dia terus memegangi puntung rokok Ben sejak tadi dan mulai mengomel. "Ben! Lama-lama kamu makin keterlaluan. Aku ini atasanmu!"
Ben hanya melirik Yesa dan menjawab ringan, "Maaf, Pak, aku lupa. Kukira tempat sampah."
Setelah mengatakan itu, Ben langsung masuk ke mobil.
Yesa baru saja ingin mengamuk, tetapi sudah terlebih dahulu ditarik oleh Yoga dari belakang. "Sudah, jangan ribut. Seriuslah sedikit. Cepat masuk ke mobil."
Kerah baju Yesa ditarik sampai menuju mobil. Dia meronta sambil menoleh ke arah seorang anak SMA yang sedang menariknya dari belakangnya.
Padahal dia jauh lebih muda, tetapi Yoga menggunakan nada bicara seperti sedang menghibur anak-anak yang sedang merajuk. Aku yakin Yesa pasti merasa sangat terpukul hari ini.
"Yoga, aku mau tanya sesuatu ... " Yesa akhirnya menahan emosi, lalu bertanya pada Yoga sebelum masuk ke mobil. "Waktu menyelidiki markas organisasi, aku menemukan catatan eksperimen tentang reinkarnasi jiwa dan transfer memori. Menurutmu, apa jiwa manusia benar-benar bisa terlahir kembali?" tanyanya sambil berpikir, seolah bertanya pada diri sendiri.
Yoga terdiam sejenak, kemudian menatap Yesa dengan intens. "Kalau secara teori, jiwa mungkin tetap ada dalam bentuk lain setelah meninggalkan raga makhluk hidup."
Yesa seketika merinding mendengarnya, lalu menyatukan kedua telapak tangan sambil bergumam tidak jelas. "Ya Tuhan. Ya Tuhanku."
Kemudian, dia melakukan gerakan doa di depan dadanya. "Amin."
"Tuhan, lindungi aku. Jangan biarkan aku dihantui oleh roh jahat." Yesa bergumam, "Namaku ini pemberian seorang guru besar, Tuhan. Lindungi aku dari arwah Ceno."
Yoga hanya pasrah menatap Yesa dan segala tingkahnya seperti sedang melihat orang bodoh. Tanpa berlama-lama lagi, dia membuka pintu mobil dan menendang Yesa masuk ke kursi depan. Setelah itu, dia ikut masuk ke mobil, duduk di antara aku dan Davin.
Aku terkejut, lalu secara spontan melihat ke arah Davin dan Yoga secara bergantian.
Yoga sepertinya belum menyadari kelakuannya sendiri.
Sementara itu, Davin sepertinya sedang kurang fokus dan terus melihat ke luar jendela.
Aku ingin meminta Yoga untuk bertukar tempat duduk karena ingin bersebelahan dengan Davin, tetapi karena Davin tampak sibuk dengan dunianya sendiri, aku jadi merasa cemas.
Apa dia meragukanku?
Apa mungkin dia memercayai kata-kata Natasha?
"Setelah jasad Shani ditemukan, dokter forensik fokus memperhatikan ciri-ciri yang disebutkan oleh Arya. Ciri yang terdapat pada mayat Shani ... " Ben mulai berbicara, dengan hati-hati melihat reaksi Davin dari cermin. Sepertinya Ben takut ucapannya akan memicu perasaan tidak nyaman di antara kami. "Ada tahi lalat di dada kiri dan tanda lahir di area kemaluan."
Kedua tangan Davin yang bersilangan tampak mengerat. Melihat reaksinya itu, suasana di dalam mobil langsung berubah tegang.
"Meskipun kembar identik bisa sangat mirip, tapi tanda lahir kecil seperti itu tidak mungkin sama persis. Kamu sudah kenal Shani sejak kecil. Apa benar dia punya tanda lahir itu?" tanya Ben dengan hati-hati, berusaha tidak menyinggung.
Pertanyaannya hanya dijawab dengan diam oleh Davin. Suamiku ini memilih untuk tidak berkata apa-apa.
Aku pun mengalihkan pandangan, melihat pemandangan yang bergerak di luar jendela.
Davin sangat menyayangi 'Shani', jadi dia tidak pernah menyentuh Shani pada saat itu. Dari mana dia tahu tentang tanda lahir di daerah pribadi Shani?