Bab 475
Namun, aku mencoba bertahan dan mengabaikan penawaran manis dari Natasha. Mengalihkan pandangan, kini pandanganku tertuju pada 'Shani' yang berdiri di balkon.
Wanita itu terlihat seperti cangkang kosong tanpa jiwa dengan sorot mata yang begitu hampa.
Meskipun begitu, pandangannya selalu tertuju pada Davin.
Davin berdiri mematung di bawah balkon, mungkin secara tidak sadar tertarik oleh penampilan wanita yang sangat dicintainya ...
"Davin ... " Di tengah keheningan yang menyesakkan ini, 'Shani' tiba-tiba bersuara, memanggil nama Davin.
Aku bisa melihat reaksi Davin dengan jelas dari sini. Pundaknya tampak menegang dan jemarinya perlahan mengepal.
Pandanganku beralih pada Natasha sejenak dan wanita itu tampak sangat percaya diri. Bagaimanapun, wanita di balkon itu adalah kloning sempurna dari Shani Kusuma. Dengan kata lain, individu kembar identik.
Davin jelas tertarik padanya. Itu sudah pasti.
"Ceno ... " Pandangan 'Shani' kemudian mendarat ke arah Yoga sambil memanggil nama Ceno dengan tatapan kosong dan suara tanpa emosi.
Yoga mengernyit sambil tetap mematung di tempat, menatap wanita itu dengan tajam.
Berbanding terbalik dengan Yesa yang mulai menggigil ketakutan. Seluruh bulu kuduknya meremang saat dia dengan gugup menempel di samping Yoga. "Dia memanggil siapa barusan? Memangnya dia melihat Ceno di mana? Padahal siang bolong begini, kenapa tiba-tiba rasanya jadi dingin?"
Ketakutan Yesa pada Ceno ternyata tidak main-main.
Entah apa yang pernah dia lakukan pada Ceno. Seingatku, tadi Yesa bilang kalau dia sampai mengganti namanya supaya tidak bisa ditemukan oleh arwah gentayangan Ceno.
"Dia memanggilku," jawab Yoga dengan dingin.
Setelah dijawab seperti itu, Yesa langsung menatap Yoga dan memperhatikannya dengan saksama. Beberapa saat kemudian, barulah ekspresinya kembali terlihat lega. "Bikin takut saja. Nggak salah, sih. Kamu memang mirip sekali dengan si gila Ceno itu."
Yoga hanya mengernyit melihat tingkah Yesa, dia tidak memberikan respons apa-apa.
"Dua orang teman sekelasku itu nggak cuma gila, tapi juga bodoh. Waktu mereka habis cuma untuk menggangguku. Mereka bahkan nggak akan sadar kalau sudah mati saking bodohnya," gerutu Yesa dengan marah, seolah belum bisa melupakan apa yang terjadi padanya. "Kalau memang arwah gentayangan itu ada, harusnya mereka cari orang-orang yang membuat mereka mati. Utang darah dibayar darah, tapi harus ditagih ke orang yang tepat ... "
"Bukannya orang-orang jahat itu sudah mati?" kata Yoga dengan nada serius, seolah sengaja menakut-nakuti Yesa.
Tubuh Yesa seketika menegang. Sambil mengangkat kepala dengan kaku, dia menatap Yoga dengan tatapan intens.
Benar, orang-orang yang pernah menyakiti Ceno dan yang membunuh Ceno sudah tewas. Semua korban dari kasus pembunuhan berantai ini adalah orang-orang yang pernah menyakiti Ceno.
Hampir semuanya sudah tewas, yang tersisa hanya Yuna yang menyakiti Shani dan Zane yang sekarat.
Selain dua orang itu, sebuah permainan kematian di bangunan yang hancur itu sudah menyingkirkan mereka semua.
"Dia dan Shani memang hampir sama persis." Yoga menatap Davin dengan tatapan penuh arti, lalu melanjutkan, "Tapi jasad Shani sengaja ditempatkan di kotak kaca untuk memberi tahu semua orang kalau dia sudah mati. Artinya, dia ingin memberi tahu kita kalau siapa pun yang muncul setelah kematiannya nggak akan pernah bisa jadi Shani. Dialah satu-satunya Shani. Nggak ada seorang pun yang bisa menggantikan dia."
Yoga punya dugaan kalau jasad Shani sengaja ditempatkan di kotak kaca untuk menunjukkan bahwa Shani Kusuma sudah mati.
Jadi, kalau ditarik simpulan berdasarkan dugaan Yoga, apa maksudnya Shani sudah tahu kalau organisasi mungkin akan menggantikan dia dengan Shani-Shani yang lain?
Kepalaku mulai terasa sakit lagi. Ada beberapa ingatan yang tidak bisa kuingat sama sekali, terutama ingatan tentang detik-detik saat aku dibunuh.
Namun, kadang-kadang juga ada potongan ingatan yang tiba-tiba muncul. Sayangnya, aku tidak bisa menyusun itu semua karena masih ada bagian yang hilang.
Sekarang aku bahkan mulai meragukan diriku sendiri. Apa aku ini benar-benar Shani Kusuma?
"Dilihat dari satu sisi, dia memang Shani. Tapi di sisi lain, dia juga bukan Shani." Davin menatap wanita yang berdiri di atas balkon, lalu lanjut menjelaskan hasil pengamatannya lagi, "Dari gen, penampilan, bahkan ingatan ... mungkin saja memang milik Shani, tapi dia nggak lebih dari sekadar subjek eksperimen."
Wanita itu, 'Shani', tiba-tiba tersenyum sambil melihat ke bawah. "Semuanya cuma subjek eksperimen, tapi dari mana kamu bisa yakin kalau Shani yang sudah mati itu adalah Shani yang asli?"
Saat dia mulai berbicara panjang lebar, tatapannya yang kosong kini berubah, berganti dengan sorot mata dingin.
Dia terlihat seolah ... tidak memiliki perasaan.
Sejauh yang kuingat, dia sama persis seperti diriku yang dulu, yang mati rasa terhadap segalanya.
Bahkan tidak ada sedikit pun kelembutan atau cinta yang terpancar dari matanya saat menatap Davin. Bahkan bisa dibilang tidak ada emosi apa pun di sana …
Apa gunanya membiarkan 'Shani' yang seperti ini mendampingi hidup Davin? Tubuhnya memang masih suci. Namun, selain itu, tidak ada bagusnya sama sekali.
"Dia adalah Shani-mu, Davin. Dia digantikan setelah kecelakaan mobil. Kamu harus terus menyelidikinya, ini adalah nasihat terakhir dari organisasi karena kamu adalah putra seorang Joko Isman." Natasha berjalan ke samping Davin, lalu berkata lagi. "Biar kuperjelas sekali lagi, dia adalah Shani Kusuma."
Davin mengernyit, menatap Natasha seolah meminta penjelasan lebih lanjut.
"Yang meninggal dalam kecelakaan itu sebenarnya bukan Shani yang asli, juga bukan Shani yang kamu kenal sejak kecil. Yang disebut-sebut sebagai kehilangan dan kekacauan ingatan itu sebenarnya fenomena umum di antara klon ketika salah satu di antara mereka mati. Ingatan mereka akan saling tumpang tindih dan terhubung. Ini adalah sesuatu yang belum bisa dijelaskan dan dikendalikan secara pasti berdasarkan data eksperimen saat ini," jelas Natasha sambil menoleh ke arahku.
Tidak berselang lama, dia melanjutkan, "Jadi, Vincent, kamu cuma bisa membawa satu orang di antara Shani dan Sanny yang di belakangmu itu. Kamu pasti juga sudah paham betapa mengerikannya organisasi ini. Ketahui tempatmu dan ingat baik-baik kalau aku nggak sedang bernegosiasi denganmu. Kamu yang sekarang nggak punya kemampuan apa-apa untuk melawan organisasi."
Natasha memulai permainan kejam di mana Davin harus memilih di antara Shani yang berdiri di atas balkon sana atau aku.