Bab 482
Ah, bukan. Anjing di depanku ini hanya seekor anjing serigala yang mirip sekali dengan Zorro, bahkan bisa dibilang lebih mirip Zorro dibandingkan dengan Xixi. Mungkin anjing ini juga hasil kloning dari Zorro.
Anjing itu menerjang ke arahku hingga aku terjerembap ke lantai. Tatapan matanya tampak rakus. Binatang itu seperti pemangsa yang sangat kelaparan, seakan-akan anjing itu siap untuk mengoyak dan melahap apa saja.
Anjing itu makin menerjang ke arahku, mencoba untuk mengoyak tubuhku dengan giginya.
"Zorro!" Aku secara refleks memanggil nama Zorro.
Anjing yang sebelumnya sangat agresif itu mendadak menjadi jinak. Anjing itu menatap mataku sejenak. Akhirnya, anjing itu mengerang dengan pelan dan merebahkan tubuhnya di sebelahku.
Anjing itu sudah sekarat seolah telah menggunakan sisa kekuatannya untuk menjatuhkanku. Kalau saja anjing itu menggigit leherku barusan, ia mungkin masih bisa memperpanjang masa hidupnya.
Namun, anjing itu memilih untuk tidak melakukannya.
Anjing merupakan hewan yang sangat cerdas. Mereka bisa merasakan emosi pemiliknya, bahkan terkadang, anjing justru lebih manusiawi daripada manusia itu sendiri.
Orang-orang di organisasi ini sengaja menempatkan kloning Zorro yang sedang lapar di sini. Mereka pasti ingin memastikan apa ia akan bertindak agresif dan menyerang pemiliknya.
Namun, percobaan ini sia-sia. Meskipun hewan peliharaan bisa dikloning, memorinya tetap tidak bisa ditiru.
Kalau begitu, apa anjing kloning ini masih bisa dikatakan anjing yang sama?
Aku mengusap kepala anjing serigala ini. Kemudian, aku berusaha berdiri dengan stabil.
Koridor tersebut sunyi senyap. Namun, ada tanda panah yang mengarahkanku untuk berjalan lurus ke depan.
"Kamu Sanny atau Shani?" Di ujung koridor, muncul seorang pria yang memakai jas dokter berwarna putih, kacamata dan sarung tangan. Sebuah senyuman tipis terukir di wajahnya saat dia menatapku.
Dia pasti salah satu orang dari organisasi ini. Kalau dilihat dari penampilannya, dia pasti seorang dokter.
"Ada berapa orang yang mengawasiku?" Tanpa basa-basi, aku langsung melontarkan pertanyaan.
"Banyak sekali. Bukan cuma para konglomerat dari Kota Hairo, konglomerat dari negara-negara lain pun ikut mengawasimu. Seluruh fokus perhatian mereka tertuju padamu. Setelah hasil eksperimen terkonfirmasi, kamu akan menjadi sebuah eksistensi yang paling bernilai. Bahkan, kamu akan terkenal di seluruh organisasi. Hahaha." Tawa Pria itu terdengar seperti orang gila. Bisa jadi dia ini memang sudah tidak waras.
"Siapa saja orang dari Kota Hairo yang mengawasiku?" Aku kembali melontarkan pertanyaan. Aku penasaran dengan identitas orang-orang yang sedang mengawasiku dari luar ruangan.
"Semua anggota Kamar Dagang Dunia punya hak untuk menonton. Ada Lennon Isman, ada CEO dari Perusahaan Zendrato. Ada juga Arya Japardi. Mereka semua bisa melihatmu sekarang."
Aku dipaksa duduk di kursi. Namun, aku hanya menatap lekat ke arah kamera CCTV di dinding.
Semua orang bisa menontonku ...
Siapa identitas CEO Perusahaan Zendrato yang sebenarnya? Apa mungkin dia adalah pemimpin organisasi?
Bergabungnya Arya dengan Kamar Dagang ini jelas bertentangan dengan keinginan Bibi Vero. Apa dia mengambil keputusan sebesar ini supaya bisa menyelidiki pemimpin organisasi lebih dekat?
Pada saat ini, dia pasti sedang duduk menghadap layar sambil mengamatiku.
Dia pasti mencoba menilai apa aku yang merupakan subjek eksperimen ini memang Shani atau bukan.
"Yang ada di tanganku ini adalah alat pendeteksi kebohongan. Setiap pertanyaan yang tampil di layar harus dijawab dengan jujur. Pertanyaan-pertanyaan ini berasal dari pertanyaan para investor." Setelah pria itu memasang alat pendeteksi kebohongan di tanganku, dia bertanya dengan tegas. "Siapa kamu sebenarnya?"
Aku pun mendongak untuk memperhatikan layar itu tanpa ada niat untuk merespons pertanyaannya.
Ketika mendapati penolakan dariku untuk bekerja sama, pria itu menjadi kesal. Dia langsung menekan tombol alat kejut listrik untuk mengancamku.
Arus listrik langsung menyengat ke sekujur tubuhku. Rasa sakit yang sangat langsung menyebabkan organ dalamku bergejolak.
"Aku adalah subjek eksperimen … "
Alat pendeteksi kebohongan mengeluarkan bunyi "bip" yang nyaring.
Aku ketahuan telah berbohong.
Arus listrik sekali lagi menyengat ke sekujur tubuhku.
Karena tidak bisa menahan rasa sakitnya, akhirnya aku memutuskan untuk menurut. "Shani! Aku adalah Shani Kusuma … "
Alat pendeteksi kebohongan tetap diam.
"Siapa yang sebenarnya kamu cintai, Arya atau Vincent?" Layar itu kembali menggulirkan sebuah pertanyaan.
Aku mendengus. Pasti Arya yang mengajukan pertanyaan konyol ini.
Dia pasti sedang menonton dari balik kamera CCTV dengan tenang, tidak terganggu sedikit pun melihat semua ini.
Tiga detik berlalu, aku tetap tidak merespons pertanyaan tersebut. Alhasil, arus listrik kembali menyengat sekujur tubuhku hingga aku gemetar kesakitan.
Layar tetap tidak berubah. Aku menduga bahwa pembuat pertanyaan itu masih menantikan jawaban dariku.