Bab 483
"Pembuat pertanyaan itu masih menantikan jawaban darimu." Dokter tersebut mengingatkan sambil tersenyum. "Sayang, apa kamu tahu berapa banyak uang yang harus mereka keluarkan cuma untuk mengajukan satu pertanyaan? Jawaban darimu bernilai tinggi."
"Orang-orang yang mampu duduk di balik kamera ini dan menontonmu dari luar, semuanya punya aset yang memenuhi standar bergabung organisasi. Mereka yang mampu mengajukan pertanyaan pasti orang yang bersedia menghamburkan uang. Sistemnya mirip barang-barang lelang. Untuk sebuah pertanyaan, harganya bisa mencapai miliaran."
Rasa sakit yang menyengat tubuhku perlahan-lahan mulai menghilang. Aku melihat dokter itu dengan tatapan sinis dan menyeringai. "Siapa yang aku cintai, ya. Setelah sekian lama berhubungan dengan berbagai macam orang, aku lebih suka anjing … "
"Ah!" Aku berteriak kesakitan ketika rasa sakit kembali menjalar ke tubuhku. Kali ini, rasa sakitnya bukan karena alat pendeteksi kebohongan, tetapi karena dokter di hadapanku.
Dia tidak terlalu senang dengan jawaban dariku. "Jangan coba-coba menghindar dari pertanyaan. Jawaban yang diinginkan oleh para konglomerat ini harganya mencapai miliaran … "
Dokter tersebut menjambak rambutku. Dia dengan paksa mengarahkan aku agar memperhatikan kamera di depan.
Tanganku terikat erat pada kursi. Oleh karena itu, aku sama sekali tidak dapat bergerak atau melakukan perlawanan.
"Vincent atau Arya, siapa yang sebenarnya kamu cintai?" Jari telunjuk dokter tersebut tertuju pada layar. Dia jelas tidak senang dengan sikapku yang tidak penurut saat menjadi subjek eksperimen.
"Vincent … " Tanganku mengepal erat saat menahan rasa sakit, sampai-sampai aku merasa ada bau darah di mulutku.
Berhubung Arya sangat penasaran dengan jawabanku, maka aku akan menjawabnya dengan jelas.
"Vincent … "
"Vincent!"
"Aku mencintai Vincent!"
"Davin-ku … "
Aku mengatakan setiap kata dengan jelas. Namun, alat pendeteksi kebohongan ini terus berbunyi dan menganggap aku berbohong. Akibatnya, rasa sakit yang tajam nyaris menyebabkan otot-ototku terasa kejang.
"Kamu sedang berbohong … " Dokter tersebut berkata sambil menyunggingkan senyum.
"Kalau begitu, jawaban yang jujur adalah Arya." Dia mencoba memprovokasiku.
Dengan tatapan nyalang, aku melihatnya sambil meludahkan darah. "Tahu siapa yang kucintai? Ibumu! Sialan!"
Pada saat ini, keinginan terbesarku hanya ingin meluapkan amarah dengan umpatan. Tubuhku kesakitan, sementara perasaanku marah dan kacau.
Alat pendeteksi kebohongan yang menyebalkan ini benar-benar kacau. Alat ini mudah sekali terpengaruh oleh faktor eksternal. Alat pendeteksi kebohongan seharusnya menilai kebohongan berdasarkan perubahan fisiologis seperti pernapasan, tekanan darah, dan detak jantung. Namun, tes kejujuran ini justru dipengaruhi oleh lingkungan dan keadaan mental. Oleh karena itu, alat ini tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi kebohongan.
"Subjek eksperimen yang dibiarkan bebas memang yang paling merepotkan ... " Dokter itu tampak meregangkan lehernya. Senyum yang terpatri di bibirnya terlihat aneh dan menakutkan. Dokter itu terlihat seperti orang yang sakit jiwa. Dia kembali berkata, "Asal kamu tahu, aku paling benci dengan subjek eksperimen yang dibiarkan bebas seperti kalian. Kalian meniru kebiasaan buruk dari dunia luar. Nggak bisa bersikap menurut dan bebal. Kalian benar-benar pembangkang."
Dokter tersebut kembali memencet tombol. Kali ini, dia meningkatkan intensitas aliran listrik yang mengalir ke tubuhku.
Darah segar terus menetes dari sudut bibirku dan membasahi dagu. Gigi-gigiku yang terkatup terlalu kuat telah melukai bagian dalam mulutku hingga berdarah.
"Ting!" Sinar lampu peringatan di ruangan berkedip-kedip. Kemudian, aku mendengar suara mekanis dari pengeras suara. "Peringatan. Anggota Kamar Dagang tidak menerima data eksperimen yang diperoleh dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Mereka melarang penggunaan metode kekerasan yang dilakukan oleh penguji."
Suara mekanis memperingatkan dokter untuk tidak menggunakan hukuman fisik padaku.
Dokter itu tersenyum lalu berlutut di hadapanku. "Sepertinya ada seseorang di antara penonton yang sangat peduli padamu, ya. Mengintervensi tindakan penguji itu harganya sangat mahal. Ada orang yang rela menghamburkan uang sebanyak itu demi kamu sungguh membuatku takjub. Pantas saja tim peneliti di laboratorium menganggap kamu adalah subjek eksperimen yang paling penting dan bernilai tinggi."
Saat ini, aku sudah nyaris pingsan karena tidak berdaya dan hanya bisa menatapnya dengan lemah. "Apa kamu penasaran ... penasaran kenapa aku sangat penting dan bernilai tinggi?"
Tenagaku telah habis dan tubuhku terlalu lemah untuk berbicara dengan jelas. Ketika dokter itu mempersempit jarak posisi kami, aku berusaha mengumpulkan seluruh kekuatanku. Kemudian, aku menghantamkan kepalaku ke bola matanya.
Teriakan kencang dokter itu menggema ketika tubuhnya membentur ke lantai. Dia berteriak menahan rasa sakit sambil menyentuh matanya.
Amarah dokter itu tampaknya tersulut karena tindakanku. Dia buru-buru berdiri dan hendak memencet tombol untuk memberiku hukuman. Namun, suara mekanis kembali memberikan dia peringatan. "Metode kekerasan pada subjek eksperimen dilarang."
"Metode kekerasan pada subjek eksperimen dilarang."
Dokter itu tertawa kesal sambil melempar remote kontrol yang dia pegang ke samping. Dia berbisik di telingaku dengan nada mengancam, "Pengujian hari ini cukup sampai di sini, tetapi jangan senang dulu. Aku baru akan menunjukkan penderitaan yang sesungguhnya padamu."
"Di tempat ini, seluruh subjek eksperimen wajib mematuhi setiap perintahku. Kamu pun harus ikut aturan ini. Kalau kamu menolak mematuhiku, aku akan menunjukkan bagaimana hukuman yang sesungguhnya."
Dokter itu mencoba mengancamku.
Aku hanya menyeringai sambil menyandarkan tubuhku di kursi dengan sikap santai.
Setelah itu, layar menampilkan pertanyaan lain. "Meskipun melewati proses penanaman memori dan hipnosis, subjek masih bisa memanipulasi diri mereka sendiri. Kalau begitu, apa gunanya alat pendeteksi kebohongan?"