Bab 493
"Dia bukan Shani. Dia Sanny ... " Liora gemetar hebat seolah-olah tidak bisa mengendalikan efek obat yang diberikan padanya. "Dia adalah Sanny yang telah dihipnotis ... "
Menurut Liora, Sanny dan Yeno bekerja sama dan aku bukanlah Shani yang bereinkarnasi.
Aku adalah Sanny.
Shani sudah mati.
Ketika mayat di lemari kaca ditemukan oleh polisi, Shani sudah mati.
Hipnotis Yeno sangat ampuh karena bahkan aku sendiri tertipu.
Natasha menjambak rambutku dan menghantamkan kepalaku ke dinding. Darah pun menetes dari dahiku.
Heh!
Ternyata aku hanyalah sebuah lelucon.
"Sanny, kamu bekerja sama dengan Yeno dan Yeno adalah pengkhianat." Natasha menarik rambutku agar aku melihat ke arah Liora. "Kamu dengar? Kamu dan Yeno bersekongkol. Dia menghipnotismu agar kamu lupa segalanya. Dia juga menanamkan ingatan baru padamu untuk membuat seolah-olah Shani bereinkarnasi."
"Dia memberimu banyak informasi tentang Shani, mulai dari catatan eksperimen Shani sampai soal tingkah lakunya. Dengan menggunakan hasil observasi milik sindikat terhadap Shani, kamu pun bisa menyamar menjadi Shani."
Natasha tertawa. "Jadi, kamu bukan Shani, melainkan Sanny."
"Untuk membantumu berpura-pura menjadi Shani, Yeno harus membuatmu percaya kalau kamu benar-benar Shani. Dengan begitu, orang lain pun akan percaya padamu." Natasha menatapku dengan mencemooh. "Ironis. Kamu sendiri bahkan nggak tahu."
"Hipnotis Yeno membuatmu yakin bahwa kamu adalah Shani. Soal kamu yang tiba-tiba terbangun dan menemukan dirimu bereinkarnasi di tubuh orang lain adalah skenario palsu yang kamu dan Yeno buat bersama. Tujuan kalian adalah mengungkap keberadaan sindikat dan membuat polisi memperhatikan kami."
Natasha mendorongku ke luar dan berkata dengan suara rendah, "Bunuh dia! Buat seperti bunuh diri dan buang dia ke laut."
Sanny adalah subjek eksperimen yang ditempatkan di luar, jadi dia tidak diperlakukan seperti subjek eksperimen lainnya yang tidak memiliki identitas.
Asisten Natasha tampak cemas. "Tapi, bagaimana kalau nanti atasan menyalahkan kita? Kita belum menerima perintah dan Perusahaan Zendrato baru saja mengadopsinya. Kalau kita membunuhnya sekarang ... "
Plak! Natasha yang marah besar langsung menampar wajah asistennya. "Aku menyuruhmu membunuhnya! Kalau ada masalah, aku yang akan bertanggung jawab. Dia harus mati!"
Dia hanya perlu membohongi Perusahaan Zendrato dengan mengatakan bahwa subjek eksperimen mati karena alasan lain.
Asisten Natasha tampak tegang. Dia menatapku, takut akan disalahkan jika membunuhku.
"Kenapa harus menyusahkan orang lain? Kalau mereka membunuhku, merekalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kalau kamu berani, lakukan saja sendiri." Aku bersandar di dinding dan menelan darah yang masih keluar dari gusiku.
Hatiku terasa remuk. Meskipun bukti sudah di depan mata, aku masih tidak bisa percaya. Ternyata aku bukan Shani, melainkan Sanny.
Jika benar aku adalah Sanny, ini sangat tidak adil bagi Davin.
Hipnotis, implan memori, heh ...
Ternyata inilah caraku menipu diriku sendiri.
"Kalau kamu berani, bunuh saja aku!" teriakku kepada Natasha. Dengan situasi sekarang, kemungkinanku untuk bertahan hidup di laboratorium Natasha adalah nol.
Lebih baik kami hancur bersama-sama.
Aku benar-benar memercayai perkataan Liora dan Natasha. Aku bukan Shani. Aku hanya dihipnotis untuk melupakan segalanya. Aku bahkan ditipu oleh Sanny.
Jika aku adalah Sanny, lebih baik aku mati di sini. Biarkan saja aku berakhir seperti ini. Setidaknya, aku tidak ingin menipu Davin.
Dia sudah cukup menderita karena kehilangan Shani dan sekarang ada orang yang berpura-pura menjadi Shani. Davin lebih baik bersama dengan Shani yang diberikan Natasha padanya.
"Kamu pikir aku nggak berani?" Natasha menyeringai dan mengambil obat dengan konsentrasi tinggi di lemari. Orang yang disuntik dengan obat itu akan mati.
Asisten Natasha berusaha menghentikannya, tetapi ditendang oleh Natasha.
Dengan ekspresi mengerikan, Natasha menghampiriku sambil membawa jarum suntik. "Nggak peduli apakah kamu Sanny atau Shani, kamu harus mati! Ya, Shani harus mati. Kalau bukan karena dia, Joko nggak akan mati ... "
Dia tiba-tiba tersenyum. "Ya, kamu lebih baik mati saja."
Daripada hidup tanpa cinta, lebih baik mati.
Sekarang aku mengerti. Orang yang Natasha cintai adalah Joko.
Cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya gila.
"Joko ... nggak pernah mencintaimu." Aku tersenyum sinis, mencoba memprovokasi Natasha.